Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bukti Pertumbuhan Rohani Yang Sehat Dalam Kehidupan Orang Beriman.

 

Bukti Pertumbuhan Rohani Yang Sehat Dalam Kehidupan Orang Beriman

Bukti Pertumbuhan Rohani

Pertumbuhan rohani tentunya dapat terlihat dalam wujud-wujud tertentu. Wujud ini dapat dikenali dalam diri dan kehidupan orang percaya. Ada banyak bukti dari pertumbuhan rohani, namun demikian penulis merumuskan hanya beberapa diantaranya yang relevan dengan penyelenggaraan mezbah keluarga, yakni sebagai berikut:

Hidup yang melek Firman

Alkitab adalah Firman Allah kepada manusia. Orang percaya perlu belajar dan memahami segala kehendak dan pelajaran yang Tuhan ingin sampaikan kepada umat-Nya agar umat Kristus dapat senantiasa berjalan didalam jalan kebenaran-Nya dalam seluruh aspek kehidupannya. Mempelajari dan memahami kebenaran Firman Tuhan haruslah dilakukan secara rutin dan berkesinambungan.[1] Pembelajaran Firman ini juga dapat dilakukan dalam suatu mezbah keluarga. Ini berarti menetapkan waktu bersama seluruh keluarga dimana dalam persekutuan ini seluruh anggota keluarga dapat bersama mempelajari Firman-Nya. Selain daripada Alkitab sebagai bacaan pokok dan wajib bagi orang Kristen, buku-buku rohani lain juga dapat dikonsumsi sebagai suplemen. Buku-buku yang menerangkan arti ayat-ayat yang sukar dan yang membicarakan tema-tema rohani akan sangat membantu dalam pertumbuhan kerohanian orang percaya.

Hidup yang berdoa

Doa adalah suatu sarana untuk berkomunikasi dan memuji Tuhan. Doa dapat pula memperkuat umat Kristus mengatasi setiap permasalahan. Seringkali kondisi tidak bertumbuhnya kerohanian seseorang, atau hilangnya karakter kristiani dalam hidup mereka, disebabkan karena mereka tidak berdoa. Doa juga dapat membawa orang percaya menjadi lebih mengenal Kristus dengan lebih pribadi. Kehidupan doa orang percaya akan menjadi lebih baik ketika terjadi relasi yang semakin intim dengan Kristus.[2] Oleh karenanya, doa adalah salah satu hal paling penting dalam ibadah, termasuk dalam ibadah perseorangan dan ibadah keluarga. Doa tidak dapat dikesampingkan, karena doa adalah nafas hidup umat Kristus. Tujuan berdoa adalah untuk tumbuh dalam berkomunikasi dengan Allah Tritunggal.[3] Doa yang benar adalah doa yang berpusat pada Tuhan (teosentris), bukan yang berpusat pada diri sendiri (egosentris). Jadi didalam doa, orang percaya menyelaraskan kehendaknya dengan kehendak Tuhan, bukan meminta Tuhan menyelaraskan kehendaknya dengan kehendak manusia, seperti yang jelas dinyatakan dalam 1 Yohanes 5:14.

Hidup yang memuji Tuhan

Semakin orang percaya mengenal sosok Allah yang mereka sembah, maka semakin tinggi pula penghargaan yang diberikan kepada-Nya, dengan demikian semakin intens pula puji-pujian yang ingin disampaikan oleh orang percaya kepada Tuhan karena kemuliaan-Nya, karena karya-Nya dalam hidup orang percaya, dan karena berkat-berkat-Nya. Oleh karenanya, didalam setiap jenis ibadah, baik ibadah pribadi, ibadah keluarga maupun ibadah umum, puji-pujian yang biasanya terwujud dalam bentuk nyanyian ataupun kata-kata dalam doa, selalu menjadi bagian yang sangat penting. Selain untuk menyenangkan Allah, puji-pujian ini juga dapat menjadi wadah yang efektif untuk menyalurkan kebutuhan orang percaya mengucap syukur pada Allah, yang telah sedemikian rupa mengasihinya.

Hidup yang berbuah

Salah satu tolok ukur pertumbuhan kerohanian umat Kristus adalah hidup yang berbuah. Hidup yang berbuah ini dapat dijabarkan menjadi sembilan wujud nyata buah Roh. Namun demikian kesembilan buah Roh ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena kesemuanya merupakan satu kesatuan anugerah yang diberikan Allah pada orang percaya. Pertumbuhan setiap unsur-unsurnya akan saling mempengaruhi, demikian pula sebaliknya kemunduran dari setiap unsurnya akan saling mempengaruhi pula. Kesembilan buah Roh tersebut adalah sebagai berikut:

1.    Berbuah kasih

Sebelum dapat mengasihi orang lain, orang percaya harus telah merasakan dan memahami terlebih dahulu betapa dalamnya Allah mengasihinya. Walaupun kasih memanglah sebuah perasaan, namun demikian kasih bukan hanya sekedar perasaan itu saja, tetapi kasih menuntut adanya sebuah tindakan yang nyata.[4]  Yohanes 3:16 telah menjelaskan dengan gamblang arti kasih dalam perasaan dan tindakan itu. Karena begitu besarnya perasaan kasih Allah kepada manusia, maka Ia telah mewujudkan kasih-Nya dengan mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal untuk menebus dosa manusia. Demikianlah mengasihi itu harus dituangkan dalam bentuk tindakan nyata.

2.    Berbuah sukacita

Sukacita bukanlah bahagia. Bahagia sangat dipengaruhi oleh peristiwa yang sedang terjadi. Kalau peristiwa itu menyenangkan hati, maka berbahagialah orang tersebut, demikian pula sebaliknya. Tetapi sukacita adalah suatu pilihan. Sukacita tidak bergantung pada situasi dan kondisi atau peristiwa yang sedang terjadi. Sukacita adalah pilihan sikap yang diambil oleh orang percaya untuk menerima dengan baik segala situasi dan kondisi yang sedang terjadi. Hal ini dimungkinkan karena tiga alasan.[5] Pertama adalah karena adanya pengharapan didalam Tuhan, seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus dalam Roma12:12. Kedua adalah karena orang percaya tahu bahwa dibalik segala situasi, Allah memiliki tujuan yang baik, seperti yang tertulis dalam Kejadian 50:20. Yang ketiga adalah karena orang percaya paham benar bahwa dalam segala situasi, Allah tetap akan beserta, melindungi dan memelihara, seperti termaktub dalam kitab Yesaya 43:2. Rick Warren mengatakan bahwa sukacita itu adalah seperti otot yang dapat dilatih. Semakin sering melatihnya, maka semakin kuatlah orang percaya didalam menghadapi segala situasi dan kondisi kehidupan.

3.    Berbuah damai sejahtera

Damai sejahtera adalah pemberian Allah, merupakan anugrah daripada-Nya seperti yang tertulis dalam Yohanes 14:27. Orang percaya harus berdamai dengan Allah sebelum ia dapat memperoleh damai sejahtera itu. Perdamaian dengan Allah itu dapat mengikuti beberapa prinsip yakni mematuhi perintah-perintah Allah, menerima pengampunan Allah, berfokus pada hadirat Allah, percaya pada tujuan Allah, dan meminta damai sejahtera itu dari Allah.[6] Semua ini berarti melibatkan penyerahan diri sepenuhnya pada hadirat Allah, sehingga damai sejahtera itu meliputi orang percaya yang menyandarkan diri sepenuhnya kepada Tuhan.

4.    Berbuah kesabaran

Kesabaran adalah salah satu bentuk dari iman, yaitu dalam arti mempercayakan diri kepada Allah atas semua yang terjadi, seperti layaknya Abraham yang harus bersabar sampai usianya mencapai 100 tahun untuk mendapatkan anak perjanjian, ataupun Musa yang harus berputar-putar di padang gurun selama lebih dari 40 tahun untuk memimpin bangsa Israel menuju tanah perjanjian. Umat Kristus haruslah memiliki kesabaran karena Allah itu sabar.[7] Untuk bertumbuh adalah untuk menjadi semakin serupa dengan-Nya, dan menjadi semakin sabar seperti Dia.

5.    Berbuah kemurahan

Kemurahan hati adalah kasih dalam bentuk tindakan, dan kemurahan hati harus menjadi salah satu ciri khas dalam kehidupan orang percaya. Karena Allah telah terlebih dahulu bermurah hati pada umat-Nya, maka kemurahan hati yang telah diterima itu juga harus disalurkan kepada sesama.  Ada beberapa ciri pribadi yang bermurah hati, yakni memiliki kepekaan terhadap orang lain, kesediaan untuk memberi dukungan, kemauan untuk menunjukkan sikap simpati terhadap orang lain, kemampuan berterus terang dengan memberikan pandangan yang obyektif dan sesuai kebenaran Firman, dan tidak suka menunda pelaksanaan kemurahan hatinya.[8] Pokok gagasannya adalah bahwa ada banyak cara untuk menunjukkan kemurahan hati, dan persoalannya adalah bukan hanya mengerti tentang cara-cara itu, tetapi bagaimana mewujudkannya dalam tindakan nyata.

6.    Berbuah kebaikan

Sangat sulit untuk mendefinisikan kebaikan secara empirik. Namun demikian kebaikan itu secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu bentuk perbuatan yang benar di mata Tuhan. Jadi untuk berbuat baik, orang percaya harus mengacu pada apa yang akan Tuhan lakukan kalau Dia berada di posisi mereka.[9] Sebuah gerakan yang pernah marak di Amerika Serikat, yakni gerakan “What would Jesus do?” dapat menggambarkan pengertian ini dengan tepat. Ketika diperhadapkan pada suatu hal, orang percaya harus berpikir apa yang akan Yesus lakukan untuk meresponi hal tersebut. Dan respon Yesus itulah yang dinamakan kebaikan. Wujud praktisnya dapat berupa tindakan apa saja yang berkenan dihadapan Tuhan, seperti suka menolong, menjalani gaya hidup yang mempermuliakan Tuhan, dan lain sebagainya.

7.    Berbuah kesetiaan

Kesetiaan adalah “dapat dipercaya”, berarti adanya kejujuran dan konsistensi. Kesetiaan penting didalam kehidupan keKristenan karena beberapa alasan. Yang pertama adalah karena Allah itu setia seperti tertulis dalam Mazmur 33:4. Yang kedua adalah karena Allah itu menghargai kesetiaan, dan Dia akan menghakimi serta memberikan ganjaran juga karena kesetiaan, yakni seperti yang diutarakan-Nya dalam perumpamaan tentang talenta dalam Matius 25:14-30.[10] Yesus meninggalkan orang percaya dengan tugas di dunia, dan pada suatu hari ketika Dia kembali, maka Dia akan meminta pertanggung jawaban apakah umat-Nya telah setia melaksanakan amanat yang telah diberikan-Nya.

8.    Berbuah kelemah-lembutan

Kelemah-lembutan bukanlah menjadi pribadi yang lemah, melainkan mengendalikan reaksi dan memilih tanggapan pada stimulus tertentu dari orang lain, bukan sekedar reaksi spontan yang tanpa pertimbangan matang. Kelemah-lembutan dapat berarti berusaha memahami orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri. Kelemah-lembutan juga berarti memaafkan, bukan menghakimi. Kelemah-lembutan juga berarti mempertahankan hak dan pendapat tanpa kemarahan. Kelemah-lembutan juga dapat berarti dapat menerima kritik dan saran dengan sabar dan mengkoreksi kesalahan sendiri. Kelemah-lembutan juga adalah menghormati perbedaan dan orang lain.[11] Singkatnya kelemah-lembutan adalah membuat orang lain merasa nyaman tanpa harus mengorbankan kebenaran.

9.    Berbuah penguasaan diri

Penguasaan diri adalah merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan kristiani. Orang percaya hanya diperkenankan melepaskan penguasaan dirinya kepada kuasa Roh Kudus. Diluar itu, orang percaya harus menguasai dirinya sendiri sepenuhnya, seperti yang disebutkan dalam 1 Korintus 9:25.[12] Tanpa penguasaan diri, akan membawa orang percaya jatuh dalam berbagai keberdosaan, yang adalah merupakan kemunduran kerohanian. Ini berarti adalah kegagalan untuk hidup kudus semakin serupa dengan Kristus. Oleh karenanya umat Kristus dikatakan telah gagal dalam tahapan pengudusan progresif yang harus diperjuangkannya, ketika penguasaan diri ini tidak ada dalam dirinya.

Hidup yang melayani

Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Mar.10:45), demikianlah Kristus datang untuk melayani, sehingga oleh karena itulah Kristus menuntut umat-Nya juga untuk melayani. Swindoll[13] menjelaskan tentang sikap seorang pelayan, yakni tidak mementingkan diri sendiri. Untuk mempraktekkannya seorang pelayan harus memiliki kerelaan untuk memberi, untuk memaafkan dan untuk melupakan. Memberi adalah merelakan apa yang ada pada diri seorang pelayan untuk kepentingan orang lain. Memaafkan adalah tidak menyimpan dendam kepada orang yang pernah menyakiti, sehingga sikap melayani tidak terhalang oleh kepahitan hati. Dan melupakan adalah tidak pernah mengingat jasa yang pernah diperbuat untuk orang lain, sehingga tidak menuntut balas budi. Pelayanan ini dapat diwujudkan melalui pelayanan gerejawi dan diluar lingkup gereja dengan menjadi bagian dari tubuh Kristus, yang melaksanakan fungsinya untuk membangun tubuh Kristus yang sempurna (Roma 12:4-5).

Hidup yang bersekutu

Orang percaya tidak dapat bertumbuh kembang sendirian dalam dunia ini. Bersekutu adalah menyangkut hubungan orang percaya dengan saudara-saudara seimannya, yang menjadi rekan dalam pertumbuhan menuju keserupaan dengan Kristus. Bersekutu adalah memberikan waktu untuk melakukan hal-hal bersama dengan sesama umat Kristus. Seperti sebuah kayu bakar yang bersama dengan kayu bakar yang lain memancarkan api yang menerangi dan menghangatkan lingkungannya, demikianlah umat Kristus melakukan persekutuan untuk membangun diri bersama-sama, sehingga dapat memancarkan terangnya. Persekutuan adalah suatu hal yang sangat vital dalam kehidupan orang percaya, yang sangat mempengaruhi dan menunjukkan pertumbuhan kerohanian umat Kristus. Persekutuan ini memiliki beberapa aspek, yakni sebagai berikut:

1.    Bersekutu adalah hidup dalam keluarga baru

Setelah dilahirkan baru, orang percaya menjadi bagian dari keluarga Allah, yakni suatu persaudaraan yang berdasarkan iman. Hubungan persaudaraan didalam Tuhan ini bersifat kekal, tidak hanya didalam dunia ini saja.[14] Hanya karena kasih karunia Allah, setiap anak-anak-Nya telah dipersatukan didalam satu tubuh, dimana Kristus sebagai kepalanya.

2.    Bersekutu adalah saling membangun

Dalam perjalanan hidup orang percaya di dunia yang gelap dan penuh dosa, orang percaya memerlukan saudara seiman sebagai teman seiring. Dalam dunia yang tidak mudah untuk dijalani inilah Tuhan mengutus orang percaya, bukan hanya untuk tidak terpengaruh, namun justru untuk memberikan pengaruh yang baik.[15] Untuk mengemban amanat ini, maka diperlukan saudara seiman untuk saling menguatkan dan menolong sehingga pada akhirnya dapat saling membangun satu sama lain, sehingga mampu mengemban amanat yang Tuhan telah berikan pada setiap orang percaya.

Hidup yang bersaksi

Setelah Tuhan menyatakan diri-Nya, menyatakan karya keselamatan pada diri orang percaya, Tuhan juga rindu untuk menyatakan diri dan karya-Nya kepada dunia, melalui umat yang dikasihi-Nya.[16] Itulah mengapa Tuhan memberikan amanat agung itu pada setiap orang percaya. Kepenuhan yang telah diterima umat-Nya diharapkan untuk dapat mengalir keluar memberkati lingkungannya melalui kesaksian. Selain memberi kesaksian tentang keselamatan bagi dunia, suatu kesaksian juga bertujuan untuk saling menguatkan dan meneguhkan sesama saudara seiman melalui pengalaman hidup bersama Tuhan, pemeliharaan Tuhan, dan setiap karya Tuhan dalam kehidupan setiap orang percaya.

Hidup yang mematuhi perintah-Nya

Kunci dari pertumbuhan kerohanian yang pesat dari kehidupan orang percaya adalah kepatuhan terhadap setiap kehendak Allah. Kepatuhan ini sebenarnya adalah merupakan suatu kebutuhan paling mendasar didalam pertumbuhan kerohanian. Karena umat-Nya tahu bahwa Dia adalah Allah yang benar, Allah yang sejati, Allah yang esa, dan Allah yang baik, maka adalah suatu kebodohan untuk tidak patuh kepada-Nya. Tuhan justru lebih menginginkan umat-Nya untuk hidup berkelimpahan didalam Dia, daripada apa yang dapat dipikirkan sendiri oleh umat-Nya.

Baca Juga:

Pengertian Pertumbuhan Rohani dan Prinsipnya

Pentingnya Pertumbuhan Rohani Dalam Kehidupan Orang Percaya

Hal-Hal Yang Dapat Menghambat Pribadi dalam Pertumbuhan Rohani


[1] Schweer, Langkah-langkah Menuju Kedewasaan Rohani, 18

[2] Bill Bright, A Handbook For Christian Maturity (San Bernardino: Here’s Life Publisher Inc., 1982), 84-85

[3] Rosalind Rinker, Keluarga yang Berdoa. (Yogyakarta: ANDI Offset, 2001), 31

[4] Rick Warren, God’s Power To Change Your Life. (Jakarta: Metanoia Publishing, 2007), 35-43

[5] Warren, God’s Power To Change Your Life, 53-55

[6] Ibid, 67-76

[7] Warren, God’s Power To Change Your Life, 85-91

[8] Ibid, 101-115

[9] Ibid,119-123

[10] Warren, God’s Power To Change Your Life, 139-142

[11] Ibid, 157-174

[12] Warren, God’s Power To Change Your Life,, 175-177

[13] Charles R. Swindoll. Improving Your Serve (Bandung: CV Pionir Jaya, 2005), 47

[14] Petrus Budi Setiawan & Okdriati, Berakar Dalam Kristus (Yogyakarta: Gloria Usaha Mulia, 2014), 144-159

[15] Setiawan & Okdriati, Berakar Dalam Kristus, 150-151

[16] Zadok Elia, Berakar Dalam Kristus (Yogyakarta: Gloria Usaha Mulia, 2014), 128

Posting Komentar untuk "Bukti Pertumbuhan Rohani Yang Sehat Dalam Kehidupan Orang Beriman."