Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dasar Iman Dalam Kekristen - Iman Orang Kristen atau Orang Percaya

 

Dasar Iman Dalam Kekristen - Iman Orang Kristen, Iman Orang Percaya

Dasar Iman

Orang percaya, yang hidup oleh Iman, adalah perlu untuk mengetahui dengan pasti dimana orang itu membangun dasar hidupnya. Sebab salah satu penyebab yang menjadikan orang percaya/Kristen tidak hidup oleh iman adalah karena orang itu tidak tahu dengan pasti kepada siapa orang itu percaya. Agar orang percaya/Kristen tidak mudah diperdaya oleh berbagai ajaran sesat dan berbagai situasi yang menyulitkan hidupnya, orang itu harus memiliki dasar iman yang teguh, sehingga pada akhirnya orang itu dapat memperoleh janji-janji Allah yang tergenapi dalam hidupnya.

Yang menjadi dasar iman Kristen adalah Tuhan Yesus Kristus dan firman-Nya. Pernyataan mengenai dasar iman Kristen dapat dibuktikan dalam Alkitab seperti yang tertulis dalam surat Paulus kepada jemaat di Korintus, demikian bunyinya: “Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang diletakkan, yaitu Yesus Kristus” (I  Korintus 3:11). Pernyataan yang sama juga diungkapkan Petrus, katanya: sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: “Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya tidak akan dipermalukan” (I  Petrus 2:6). Dan pernyataan Petrus tersebut merupakan kutipan dari kitab Perjanjian Lama, yaitu di dalam Yesaya 28:16, yang bunyinya: Sebab itu beginilah firman-Nya: Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh : Siapa yang percaya, tidak akan gelisah!”

Ungkapan sebuah batu sebagai dasar itu oleh Petrus dimaksudkan dan ditujukan kepada Tuhan Yesus Kristus yang menjadi dasar iman setiap orang percaya/Kristen. Jadi, baik Perjanjian Lama  maupun Perjanjian Baru menegaskan akan kebenaran yang hakiki yaitu yang harus menjadi dasar utama kehidupan orang percaya/Kristen adalah Tuhan Yesus Kristus.

Yang harus menjadi dasar bukanlah dogma atau ajarannya, bukan aliran agama atau upacaranya. Dasarnya harus Yesus Kristus sendiri... dan tidak ada... dasar lain... yang diletakkan. [1] 

Firman TUHAN  juga dinyatakan sebagai Dasar Iman. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma menyatakan dengan  jelas dan tegas bahwa Paulus mempunyai  keyakinan yang kokoh di dalam Injil yang adalah firman TUHAN  yang berisi kabar baik  bagi semua orang. Dalam bahasa Yunani dikatakan demikian : ‘ou gar epaiskhunomai to euanggelion’, dalam harafiahnya berarti ”sebab aku tidak malu akan Injil”. Dengan kata lain, melalui Injil Paulus mendengar dan menerima, sehingga timbul iman atau percaya bahwa Injil adalah firman TUHAN  yang dapat menyelamatkan setiap orang  percaya, termasuk diri Paulus sendiri. Bahkan Paulus mengakui dengan iman yang teguh bahwa Injil nyata kebenaran-Nya. Paulus sadar bahwa iman bukan datang dengan sendirinya, melainkan iman datang karena karunia TUHAN  melalui mendengar firman Tuhan Yesus Kristus.

“Firman TUHAN  disebut dasar iman, karena dari firman-Nyalah maka timbul iman/percaya dalam hati seseorang. Firman TUHAN  dipakai oleh-Nya sebagai dasar iman, dan firan itu tersedia bagi tiap-tiap orang (Roma 10:17).[2]

Ada dua bentuk tentang firman TUHAN, yaitu firman-Nya yang tertulis atau yang disebut Alkitab/Kitab Suci (II Timotius 3:15), dan firman-Nya yang hidup yaitu Yesus Kristus (Yohanes 1:1,14). Untuk  firman TUHAN  yang tertulis (Alkitab/Kitab Suci), setiap orang percaya/Kristen harus rajin dan tekun mendengar, membaca, menghafal  dan menyimpannya dalam hati, dan direnungkan firman itu siang dan malam, yang pada akhirnya menjadi pelaku firman dalam hidupnya. Sebab dari langkah ini, di dalam diri seseorang akan timbul iman dan menghantarkan orang itu kepada iman  yang besar, dewasa dan kuat

Sedangkan untuk firman TUHAN  yang hidup (Yesus  Kristus), setiap orang percaya/Kristen harus memberi pengakuan dan percaya kepada-Nya dengan iman yang tulus. Orang percaya/Kristen harus menerima Yesus Kristus sebagai TUHAN  dan Juruselamat secara pribadi dalam hidupnya, dan menjalin persekutuan yang intim dengan-Nya melalui doa. Berdoa dan firman TUHAN  adalah cara untuk meningkatkan iman. Jikalau seseorang rindu untuk mendapatkan iman yang lebih kuat, haruslah iman yang ada padanya ditingkatkan dengan  jalan percaya yang sungguh-sungguh kepada Yesus Kristus dan firman-Nya sebagai dasar utama imannya. Satu-satunya kebutuhan kita adalah tetap hidup oleh iman, menjadi kuat dan teguh, tidak melepaskan apa yang telah kita terima dan tidak menjauhkan diri dari Yesus Kristus. [3] Apabila setiap orang Kristen benar-benar memiliki dasar iman, maka hidupnya tidak akan mudah digoyahkan oleh berbagai ajaran dan filsafat dunia yang menyesatkan dalam situasi dan kondisi apapun.

Iman yang tidak didasarkan hukum Taurat

Dalam Galatia 3:12 dijelaskan bahwa dasar hukum Taurat bukanlah iman, melainkan perbuatan dimana orang yang melakukannya akan hidup karenanya. Dengan demikian iman di sini sama sekali tidak didasarkan hukum Taurat, tetapi didasarkan oleh kebenaran Yesus Kristus dan firman-Nya. Jikalau iman didasarkan perbuatan karena melakukan hukum Taurat, maka tidak ada anugerah pembenaran yang patut diberikan kepada orang yang melakukan hukum Taurat. Tetapi TUHAN itu adil dan baik adanya. Dengan maksud-Nya  memberikan anugerah pembenaran itu supaya setiap orang yang percaya tidak hidup di bawah kutuk Taurat, melainkan hidupnya dibenarkan oleh iman dan menerima hidup yang kekal.

Meskipun hukum Taurat itu tidak dapat membenarkan orang berdosa, tetapi hukum Taurat itu kudus (Roma 7:12), karena TUHAN  yang membuat dan disampaikan kepada bangsa Israel melalui Musa, hingga Yesus datang dengan  maksud bukan untuk meniadakan melainkan menggenapi hukum Taurat itu.

Taurat itu sudah menjadi pelatih yang membawa kita kepada Kristus, supaya kita dibenarkan oleh sebab iman. Taurat telah ditambahkan sebab pelanggaran sampai benih itu dinyatakan kepada siapa perjanjian itu telah dibuat. Dan Taurat itu sudah diberikan kepada Musa, tetapi anugerah dan kebenaran sudah didatangkan oleh Yesus Kristus.[4]

Jadi, iman yang tidak didasarkan hukum Taurat pasti akan membawa berkat bagi kehidupan orang percaya, karena orang percaya yang hidup di dalam iman yang tidak didasarkan hukum Taurat nyata kebenaran-Nya, dan TUHAN  akan memberkati orang-orang percaya. Iman yang tidak didasarkan hukum Taurat adalah iman yang tidak didasarkan perbuatan atau sikap, atau juga tingkah laku. Namun demikian, perbuatan atau sikap ataupun tingkah laku bukan berarti tidak penting dalam kehidupan orang beriman. Sebab dalam Yakobus 2:26 dijelaskan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Jadi, perbuatan atau sikap ataupun tingkah laku bukan merupakan dasar iman, tetapi wujud dari tindakan iman.

Zaman sekarang ini adalah zaman para orang beriman hidup karena percaya, bukan karena melihat. Hal ini bukan berarti, bahwa para orang beriman tidak melihat. Seperti halnya dengan Musa para orang beriman, karena iman mereka, melihat apa yang tidak kelihatan dan  mata hati mereka telah diterangi.[5]

 

Iman yang tidak didasarkan hukum Taurat hal ini berarti iman tersebut didasarkan Kristus. Sebab tidak ada dasar lain yang dapat dibenarkan oleh iman selain Kristus. Begitu sangat jelas,bahwa iman yang tidak didasarkan hukum Taurat di dalamnya ada pembenaran, karena mencakup dasar yang benar yaitu Yesus Kristus. Dan hukum Taurat hanya sebagai penghantar kepada pembenaran. Iman yang tidak didasarkan Taurat sangat  berpengaruh bagi manusia dalam hidupnya, tetapi Taurat hanya membawa manusia kepada perbuatan dosa. Di dalamnya tidak ada unsur pembenaran sehingga TUHAN  tidak memberi anugerah pembenaran kepada setiap orang yang menganut ajaran Taurat.

Iman yang tidak didasarkan Taurat ada dasar yang mutlak, ada status yang jelas yaitu mengenai hak legalitas di hadapan-Nya, ada jaminan kepastian keselamatan, dan ada pahala. Perlu dipahami bahwa Taurat tidak dapat menjamin keselamatan seseorang. Tetapi hanya iman kepada Tuhan Yesus Kristus saja yang dapat menjamin keselamatan.

 

Iman adalah dasar setiap orang percaya

Bagi orang percaya masa kini harus selalu mengontrol dasar imannya, sebab jika tidak demikian, maka orang percaya masih mudah diperdaya dan dipengaruhi oleh rupa-rupa kemunafikan dunia. Oleh karena itu, dasar iman adalah kunci dalam kehidupan orang percaya. Cobaan yang sangat berbahaya bagi orang percaya masa kini adalah “MATERIALISME”. Tidak sedikit orang percaya yang sudah terperangkap di dalamnya karena tidak memiliki dasar iman yang teguh. Orang percaya harus peka terhadap situasi yang ada, mengenali keadaan sekitar, maupun mengendalikan setiap berita-berita yang tidak berarti seperti isu-isu.

Orang percaya tidak cukup hanya memiliki dasar iman yang adalah Tuhan Yesus Kristus dan Firman-Nya. Lebih dari itu, orang percaya juga harus membangun dasar hidupnya dan mengetahui kualitas dasarnya. Sebab kualitas dasar sangat mempengaruhi kuat lemahnya iman. Orang percaya hidup tidak cukup hanya dengan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan Firman-Nya, melainkan harus lebih mengenal-Nya secara mendalam dan melakukan firman-Nya dengan sepenuh hati.

Keberadaan iman orang percaya harus didasarkan pada keberadaan Yesus yang adalah Mesias, Kristus, Anak-Nya, dan TUHAN  (Matius 16:13-16, Roma 1:3), sekalipun pengakuan akan hal ini menjadi sumber pertentangan besar antara Tuhan Yesus dengan orang-orang Farisi. Sebab orang-orang Farisi menganggap bahwa yang pokok adalah mentaati Taurat. Akan tetapi perkara yang sungguh-sungguh penting adalah bagaimana orang percaya mengenal Tuhan Yesus secara pribadi yang menjadi pokok dasar iman. Jadi, pada intinya dasar iman harus menjadi prioritas utama hidup orang percaya. Dasar iman merupakan langkah awal pada pertumbuhan rohani orang percaya. Dasar iman yang dibangun dengan kualitas yang baik dan benar akan mempengaruhi pesatnya pertumbuhna rohani orang percaya. Bertumbuh atau tidaknya rohani orang percaya tergantung bagaimana orang percaya membangun dasarnya. Dalam membangun dasar iman untuk pertumbuhan rohani, tentunya tidak terlepas dari hambatan dan tantangan yang harus dihadapi dan dialami.

Memperkaya ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya itu baik-baik saja. Tetapi jikalau orang percaya ingin mendapatkan pertumbuhan rohani hanya dengan mengandalkan ilmu pengetahuannya dan tanpa dilengkapi dasar iman, maka kebanyakan orang percaya tersebut akan menghasilkan buah yaitu kesombongan rohani. Dan orang-orang tersebut yang menganggap dirinya paling tinggi rohaninya, pelayanannya, kehidupannya sudah pasti berhasil, gerejanya sudah pasti berkembang, dan sudah pasti layak di hadapan TUHAN.

Sebagai langkah awal untuk memperoleh pertumbuhan rohani, maka diperlukan iman yang sejati, yaitu iman yang benar-benar murni dan tulus tanpa bersyarat. Jadi, segala sesuatu yang dikerjakan tanpa disertai iman yang sejati, orang percaya tidak akan pernah bisa bertumbuh rohaninya. Dan di era sekarang ini juga tidak sedikit orang percaya yang rohaninya tidak bertumbuh-tumbuh, dengan kata lain rohaninya sifatnya statis saja.

Iman yang sejati itu bukan saja pengetahuan yang pasti, sehingga mengaku benar segala yang dinyatakan oleh TUHAN  dengan firman-Nya kepada kita, melainkan juga kepercayaan yang teguh, yang ditanamkan oleh Roh Kudus di dalam hati kita dengan Injil, bahwa keampunan dosa, kebenaran, dan keselamatan yang kekal, sudah dianugerahkan oleh karena karunia-Nya dan pahala Kristus saja.[6]

 

Pada dasarnya, iman selalu bertujuan untuk mengarahkan orang percaya kepada pertumbuhan rohaninya yang benar. Jikalau orang percaya sudah memperoleh semuanya, janganlah hendaknya punya maksud untuk bersaing dan menganggap orang lain rendah rohaninya, pengetahuannya, pendidikannya, jabatannya, dan lain-lain. Sepanjang waktu-Nya tidak mempersoalkan banyaknya/tingginya ilmu dan kerohanian yang diperoleh, melainkan kualitas iman yang TUHAN  kehendaki. Bukan berarti TUHAN  tidak menyetujui perlunya pengetahuan untuk orang percaya. Semuanya diperlukan, tetapi hal ini karena berhubungan dengan perkara rohani orang percaya, TUHAN  lebih menitik beratkan kepada kualitas iman pada orang percaya itu sendiri. TUHAN  menghendaki demikian, supaya dalam menghadapi cobaan hidup orang percaya tetap teguh, kuat dan tidak mudah goyah, sehingga tidak menjadi sia-sia dalam mengiring TUHAN  selamanya. 

Dasar iman juga merupakan jalan menuju kepada pembenaran. Perbuatan baik bukan merupakan penentuan pembenaran, melainkan buah dari iman. Dan selebihnya imanlah yang berperan penting untuk menunjukkan orang percaya kepada suatu jalan menuju pembenaran. Jalan menuju pembenaran merupakan maksud TUHAN  untuk memberikan anugerah secara cuma-cuma kepada orang-orang percaya yaitu bebas dari kutuk Taurat dan memperoleh hidup yang kekal. Iman merupakan jalan di mana orang percaya mendapatkan kebenaran. Dan iman yang membenarkan itu beralaskan atas pekerjaan Kristus yang sudah genap itu. Dalam Kisah Para Rasul 13:39 dijelaskan dalam terjemahan Lama: “Dan oleh karena Dia juga, barangsiapa yang percaya itu dibenarkan dari segala sesuatu yang tiada dapat kamu dibenarkan oleh Taurat Musa.” Dan di dalam Roma 10:4 dijelaskan pula: “Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya.” Jadi, iman adalah jembatan yang menghubungkan orang percaya dengan segala berkat-berkat pembenaran.

“Memang oleh anugerah seseorang bisa percaya kepada-Nya, akan tetapi iman adalah merupakan tindakan dari pihak manusia dan hanya di pihak manusia saja. Di dalam iman kita sebagai orang percaya menerima dan hanya bersandar kepada Tuhan Yesus Kristus, supaya kita memperoleh penebusan dalam pembenaran.[7]

Seperti sebuah kapal yang diletakkan di sebuah terusan tidak dapat mengangkat dirinya dengan kekuatan sendiri, tetapi harus ada kekuatan angin pasang. Supaya jadi air pasang, pintu air harus dibuka. Begitu juga iman secara pribadilah yang membukakan pintu air itu serta  membiarkan  air  pasang  persediaan-Nya  di  dalam  Kristus  Yesus  mengangkat orang-orang percaya kepada pembenaran.

Jalan menuju pembenaran juga merupakan jaminan iman untuk memperoleh kepastian keselamatan. Jaminan iman adalah fakta bahwa Kristus di dalam kemuliaan pribadiNya, di dalam kesempurnaan keagungan karya-Nya, dan di dalam kemanjuran aktivitas-Nya setelah ditinggikan sebagai Raja dan Juruselamat, ditampilkan kepada orang percaya sebagai tawanan Injil yang penuh, bebas dan tanpa batasan. Kehidupan orang percaya harus terarah kepada jalan yang menuju pembenaran.

Jalan menuju pembenaran ini bukan semata-mata sesuatu yang TUHAN lakukan dalam kekekalan di masa lampau yang kini dinyatakan, melainkan sebuah tindakan dari TUHAN  di dalam diri orang tertentu yang terjadi pada suatu saat dalam hidupnya. Sebelum orang berdosa menjadi percaya, orang-orang itu tetap berada di bawah murka-Nya (Yohanes 3:36). Tetapi juga tidak sedikit orang yang telah diberitahu tentang jalan menuju pembenaran justru meragukannya bahkan tidak percaya, malahan jalan yang menuju kebinasaan banyak orang percaya dan memilihnya.

Iman yang adalah jalan menuju pembenaran yang dianugerahkan-Nya, di masa sekarang banyak orang sulit menerima apalagi mempercayainya. Ada beberapa penyebab, mungkin salah satunya ialah etika orang Kristen yang tidak dapat memberikan sebagaimana layaknya orang Kristen hidup dengan benar. Justru menjadi batu sandungan bagi orang yang belum percaya.

Dalam hal ini, bukanlah masalah orang percaya sebagai pribadi yang yakin akan pilihannya ataupun yakin bahwa orang percaya adalah obyek khusus kasih-Nya, sehingga orang  percaya menyerahkan dirinya kepada TUHAN. Tetapi justru keyakinan orang percaya sebagai orang berdosa yang terhilang. Orang percaya mempercayakan dirinya kepada-Nya  bukan karena percaya bahwa orang percaya telah diselamatkan, tetapi sebagai orang berdosa yang telah terhilang agar mendapatkan keselamatan. Adalah bagi orang percaya, di dalam kondisi terhilang, jaminan itu diberikan, dan jaminan itu sama sekali tidak dibatasi ataupun bersyarat.

 



[1] Anthony  A.Hoekema. Diselamatkan oleh  Anugerah (Surabaya:  Momentum, 2001),  190.

[2] Brill, J.Wesley.  Dasar  yang teguh. (Bandung:  Yayasan Kalam Hidup 1992),217.

[3]  Sunday Adelaja. Yesus yang tak kau kenal. (Yogyakarta: Andi, 2008), 84.

[4]  H.M. Gering. Analisa Alkitab. (Jakarta: YPI Imanuel, 1982), 133.

[5] Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992),507.

[6] I Werner Pfendsack. Jalan Keselamatan. (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1995), 56.

[7] John Murray. Penggenapan dan Penerapan Penebusan. (Surabaya: Momentum, 1999), 131.

Posting Komentar untuk "Dasar Iman Dalam Kekristen - Iman Orang Kristen atau Orang Percaya"