Kepercayaan Kristen, Saksi Yehuwa, Mormon, Avent, Gerakan Zaman Baru, Armenian,Calvin - Tentang Keselamatan.
Pengertian Keselamatan
Keselamatan dalam kekristenan, σωτηρία, adalah penyelamatan
jiwa dari dosa dan kematian. Keselamatan dapat juga disebut “pembebasan”
ataupun “keamanan” dari kodrat berdosa, dan merupakan janji akan kehidupan
kekal melalui roh. Keselamatan adalah kebebasan dari hasrat duniawi dan godaan
yang mengarahkan manusia keluar dari penerangan dan persekutuan penuh dengan
Allah.
Pandangan
Kristen
Berkembangnya agama Kristen memiliki berbagai macam
pandangan mengenai keselamatan. Penafsiran dan pemahaman hermeneutik yang
berbeda-beda membawa banyak ahli teolog untuk memberikan pandangan mereka
mengenai konsep keselamatan. Sejak abad pertama, para ahli-ahli teologia inipun
banyak memberikan pengajaran atau doktrin kepada para jemaatnya, sehingga tidak
jarang menimbulkan pertentangan dan konflik. Yang perlu diperhatikan adalah
Alkitab memegang otoritas tertinggi dan merupakan kebenaran yang obyektif dan
sumber dari segala kebenaran yang ada di bumi ini, yaitu Allah sendiri.
Tetapi kebenaran bersifat obyektif karena Allah,
dikarenakan natur dan kehendak-Nya, merupakan tingkat banding tertinggi, sumber
dari segala kebenaran yang tidak tergantung pada perasaan, hasrat, dan kepercayaan
subjektif suatu ciptaan mana pun.[1]
Yang perlu dipahami disini adalah konsep mengenai
keselamatan ini tidak akan pernah lepas hubungannya dengan konsep antropologi,
artinya adalah bagaimana pandangan dan pemikiran seseorang atau golongan
tentang keberadaan manusia, yang mana terletak pada konsep hakekat keberdosaan
manusia, menjadi penentu bagaimana dapat memahami dan mengerti tentang
keselamatan yang dari pada Allah itu. Memang dapat dikatakan bahwa dalam
pengajaran semua agama seakan-akan percaya bahwa manusia itu tidak ada yang
sempurna, yang melakukan kekhilafan atau kesalahan-kesalahan.
Di dalam agama-agama ada persamaan yang besar,
yaitu semua agama percaya bahwa manusia sudah berbeda didalam dosa, kita semua
berdosa. Ini adalah keyakinan yang umum yang terdapat didalam semua agama yang
berbeda-beda. Didalam hal ini, semua agama mengakui, dosa adalah suatu fakta.[2]
Dengan demikian, manusia tidak dapat mencapai
standart kekudusan Allah, manusia tidak dapat bersekutu dengan Allah telah
hilang kemuliaan Allah pada diri manusia sejak kejatuhan Adam dan Hawa ditaman
Eden. Ketika Allah berinisiatif menyelamatkan manusia, Ia mengaruniakan sebuah keselamatan di dalam
diri Yesus Kristus Tuhan kita.
Saksi-Saksi
Yehuwa
Penganut Saksi-Saksi Yehowah (Jehovah’s Witnesses)
suatu kelompok keyakinan Milennial lain yang muncul pada abad ke-19. Dengan
tokoh utama yang mendirikan oleh Charles Taze Russel, dengan menamai
kelompoknya “Milenial Dawn Bible Study” “(Pemahaman Alkitab Fajar Milenial).[3] Setelah
kematian Russel ditahun 1916, Hakim J. F. Rutherford, kelompok ini dikenal
sebagai “Russelites” (Pengikut/kaum Russel)
sampai tahun 1931 dimana karena perpecahan dalam organisasi ini namanya
diubah menjadi “Saksi-Saksi Yehowah” kelompok yang tinggal dimana kemudian
dikenal dengan nama “Bible Students” (Siswa-Siswa Alkitab). “ Saat Ruthenford
meninggal pada 1942 dirinya digantikan oleh Nathan Homer Knorr, yang mengusahan
suatu terjemahan Bible-Terjemahan New World untuk mengakomodir doktrin-doktrin
baru itu.”[4] “Terjemahan
tersebut sering dikutip dalam terbitan-terbitan perkumpulan siswa-siswa Alkitab
di Jakarta”.[5]
Apa yang dipercaya oleh Saksi Yehowah? Mencermati
doktrin topik-topik mereka seperti Keilahian Yesus, Keselamatan, Trinitas, Roh
Kudus, Penebusan, dll. Menurut konsep keselamatannya “Hanya 144.000 orang yang
akan hidup kekal di surga lalu memerintah atas Bumi bersama Yesus Kristus”[6]. Kecuali
mereka yang telah mengalami Gehena, semua yang telah mati (orang yang benar)
akan dibangkitkan dengan kemungkinan untuk hidup selama-lamanya di Firdaus.
Jika meneliti paham saksi Yehuwa mengenai
keselamatan manusia, cukup jelaslah bahwa hal itu menurut mereka tak dapat
dipastikan di dunia ini. Siapa yang tahu apakah ia akan cukup setia, apakah ia
akan tetap beriman dan bertahan? Bahkan di akhirat, saksi-saksi Yehuwa tidak
mempunyai kepastian mengenai keselamatan mereka.[7]
Definisi keselamatan: perlindungan atau pembebasan
dari bahaya atau kebinasaan. Pembebasan itu mungkin dari tangan para penindas
atau penganiaya. Bagi semua orang Kristen sejati, Yehuwa menyediakan melalui
Putra-Nya pembebasan dari sistem yang fasik sekarang ini maupun keselamatan
dari perbudakan dosa dan kematian. Bagi suatu kumpulan besar hamba Yehuwa yang
setia yang hidup pada “hari-hari terakhir”, keselamatan mencakup perlindungan
melewati kesengsaraan besar.[8]
Agar dapat diselamatakan, harus mengakui bahwa
Yehuwa adalah Allah dan tidak ada yang seperti Dia (Yoel 2:12-27), keselamatan
juga harus bergantung pada penyerukan nama Yehuwa dalam iman (Yoel 2:28-32),
Yehuwa akan menyelamatkan umat-Nya yang setia pada waktu Ia melaksanakan
penghukuman atas bangsa-bangsa (bdk Yeh. 38:18-23; Why. 16:14-16). Alkitab
menyelaskan bahwa Allah adalah sumber utama keselamatan. Maka, dia sering
disebut sebagai “Juru Selamat” dan “Penyelamat”. Keselamatan ini hanya didapat
melalui iman, dan iman itu harus dibuktikan melalui perbuatan, yaitu ketaatan
(Yakobus 2:24, 26).[9]
Untuk mendapat penerangan tentang keselamatan harus
percaya dan mengakui bahwa Yehuwa adalah Allah yang tidak ada yang seperti dia,
dan Dialah yang menyediakan penyelamat manusia melalui Yesus Kristus sebagai
Putra-Nya, dan Yehuwa akan menyelamatkan setiap orang yang setia kepada-Nya.
Bahkan Yehuwa sendiri sebagai sumber utama penyelamat baik fisik maupun
jiwa/roh dari kebinasan, dan sebagai penuntun, dan menerangi setiap hati orang
yang percaya untuk memahami dan melakukan kehendak-Nya.
Di antara semua agama, ada dua kemungkinan mengenai
keselamatan manusia, yaitu yang pertama, ia diselamatkan oleh usahanya sendiri
dan yang kedua, ia diselamatkan oleh karunia ilahi. Memang ada yang berusaha
mempersatukan kedua hal itu, namun pada intinya setiap agama harus berpaut pada
salah satu dari kedua kemungkinan tadi. Tetapi penulis berusaha untuk memberi solusi
tentang dua hal tersebut. Perlu diperhatikan bahwa tidaklah termasuk kaum saksi
Yehuwa, yang kadang-kadang rupanya belum diinsafkan oleh kedua belah pihak.
Perbedaan ini menjadi agak kabur oleh karena Saksi-saksi Yehuwa banyak
menyebutkan Yesus sebagai Juruselamat dan Penebus. Mereka memang percaya bahwa
Dia menderita dan mati di kayu salib (atau di tiang siksaan, menurut istilah
mereka yang khas), demi menghapus dosa manusia.
Kaum
Mormon
Mormon adalah nama populer untuk Gereja Orang-orang
Suci Zaman akhir (Churth Of Jesus Christ Of The Later Day Saint). Gereja ini
didirikan oleh Joseph F. Smith (1805-1844) di manchester pada tahun 1830. J.
Smith menyatakan bahwa ia telah menemukan kitab mormon lewat suatu wahyu dari
Allah[10].
Pada bulan Juni 1829, Joseph F. Smith menyelesaikan
penerjemahan Kitab Mormon. Terjemahan tersebut dicetak dan diterbitkan untuk
umum pada tanggal 26 Maret 1830. Pada tanggal 6 April 1830 di rumah kayu Peter
Whitmer Jr.[11]
di Fayette, New York, gereja ini diorganisasikan sesuai dengan wahyu Allah.[12] Dalam
pelayanan Joseph Fielding Smith berulang kali bersaksi mengenai harapan yang
datang melalui pemahaman Injil. Dia mengajarkan, “Kita memiliki rencana
keselamatan; kita melaksanakan Injil; dan Injil adalah satu-satunya harapan
dunia, satu-satunya jalan yang akan mendatangkan kedamaian di bumi dan
memperbaiki kesalahan yang ada di semua bangsa.”[13]
“Injil Yesus Kristus dinamai dengan gereja ini
sebagai rencana keselamatan. Rencana ini merupakan satu sistem aturan-aturan
yang harus dilakukan untuk memperoleh keselamatan. Dengan mempercayai asas-asas
yang pertama dari peraturan-peraturan Injil yang adalah pertama, Iman di dalam
Tuhan Yesus Kristus, kedua Pertobatan, ketiga Baptisan untuk penebusan dosa,
keempat Penumpangan untuk karunia Roh Kudus dan yang terakhir harus bertahan
sampai akhir”.[14]
Peraturan-peraturan gereja mengenai keselamatan
(baptisan dan penumpangan tangan) harus dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai
kedudukan sebagai imam, yaitu orang-orang yang diberi kuasa oleh Allah. Tanpa
orang yang ditahbiskan dan mendapat wahyu ilahi itu, yaitu orang-orang yang
menjabat sebangai imam yang kudus, maka pekerjaan pelayanan tidak dapat
dilakuakan dan diterima oleh Allah, atau gereja tidak dapat disempurnakan.
Hukum-hukum ini yang orang harus dipatuhi untuk memperoleh keselamatan, dan
yang mencakup Injil Yesus Kristus, telah diwahyukan di zaman sekarang kepada
para nabi dan rasul,[15] dan
bahwa hukum-hukum ini sekarang disahkan oleh gereja-Nya, yang telah Dia
tegakkan kembali di atas bumi.
Baptisan itu perlu untuk keselamatan, Baptisan
untuk orang mati juga diajarkan dan dilakukan oleh orang-orang Mormon. Mereka
yang masih hidup dibaptiskan untuk mewakili leluhur mereka yang telah meninggal
yang tidak memeluk kepercayaan Mormon. Gereja ini mengajarkan bahwa keselamatan
akan disediakan bagi orang-orang yang sudah mati. Mereka yang belum mendapat
kesempatan untuk mendengar khotbah orang-orang Mormon pada waktu mereka masih
hidup di dunia, akan diberi kesempatan untuk bertobat setelah kematian.[16]
Sudah jelas bahwa hanya ada satu cara untuk
menerima keselamatan, yaitu mengenal Allah dan Putera-Nya, Yesus (Yohanes 17:3)
Bukan melalui perbuatan, namun melalui iman (Roma 1:17; 3:28). Ketika beriman
akan menaati hukum-hukum Tuhan dan dibaptiskan karena mencintai Dia, bukan
karena Baptisan adalah syarat untuk mendapatkan keselamatn. Untuk menerima
karunia ini tidak melihat siapapun atau apapun perbuatan yang sudah lakukan (Roma
3:22). “dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia,
sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya
kita dapat diselamatkan” (Kisah 4:12). Sekalipun penganut Mormon biasanya adalah
orang-orang yang suka berkawan, pengasih dan baik, mereka ambil bagian dalam
agama yang sesat yang mengubah natur Allah, Pribadi dari Yesus Kristus dan
jalan keselamatan.
Kesimpulan: Mormon ingin menjadi agama-Amerika yang
menekankan kebebasan manusia yang tidak berdosa, namun dalam usahanya itu
mereka menggunakan istilah Yahudi dan Kristen agar menjadi bagian dari
kekristenan, tetapi ajaran mereka tidak sesuai dengan dengan keyakinan Yahudi
(Tanakh) maupun Kristen Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Mereka mengakui
Joseph Smith sebagai nabi dan kitab Mormon sebagai firman Allah yang lebih
berotoritas dari pada kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Keselamatan
bagi orang Mormon berbeda dengan yang diajarkan Alkitab, melalui ajaran yang
diajaran dapat membari pemahaman bahwa dalam ajaran Mormon manusia tidak
dilahirkan dari dosa, manusia memiliki kehendak bebas, dan manusia dapat
mencari keselamatan dengan usahanya sendiri dengan cara mematuhi
atauran-ataruan atau hukum-hukum, inilah cara satu-satunya jalan yang akan
mendatangkan penerangan hati dan kedamaian di bumi.
Kaum
Advent
Kaum Andvent Hari Ketujuh (The Seventh Day
Aventists) membentuk sempalan apokaliptik yang lain, akar mereka berada pada
shakers, sebuah kelompok secara resmi dikenal sebagai masyarakat persekutuan
pemercaya kedatangan Kristus kembali, yang yakin bahwa Kristus mucul kembali
pada 1970-an.[17]
Gereja ini atau aliran ini lahir di Amerika Serikat
sebagai organisasi gereja Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) secara
resmi terbentuk tahun 1843. Tetapi akar-akar dan asal usul mulanya sudah
terlihat sejak awal abad ke 19 melalui sejumlah gerakan dan pemahaman yang
berkaitan Millennium (Kerajaan seribu tahun), Eskatologi (akhir zaman),
Parousia (Kedatangan Tuhan Yesus Kristus kembali), dan Apokaliptik (penglihatan
khusus yang bersifat supra-alamiah), yang bermuara pada sejumlah tokoh perintis
gereja ini, antara lain William Miller, Hiram Esdon, Joseph Bates, dan Ny.
Ellen Gould Harmon White (juru bicara Tuhan).[18]
Umat Advent percaya bahwa manusia diciptakan
sebagai makhluk moral yang sempurna pada waktu penciptaan. Namun, mereka
berdosa. Sebagai akibatnya, dunia yang sempurna yang Allah kehendaki bagi
mereka telah dirusak. Semua manusia yang dilahirkan sekarang sebagai makhluk
berdosa dan memerlukan juruselamat. Umat Advent yakin bahwa Yesus Kristus telah
datang ke dunia ini menghidupkan suatu
kehidupan tanpa dosa, disalibkan di Kalvari karena dosa umat manusia, dan
bangkit lagi sebagai juruselamat yang menang. Yesus menawarkan pemberiannya
yang cuma-cuma berupa kasih karunia kepada semua orang yang mau menerimanya.
Umat Advent percaya bahwa tidaklah mungkin melakukan perbuatan baik sebagai
suatu cara untuk diselamatkan, sebagai gantinya melainkan perbuatan-perbuatan
baik adalah suatu sambutan penuh kasih yang alami kepada pemberian Allah yaitu
keselamatan.[19]
Doktrin Keselamatan dalam Gereja Advent banyak
dipengaruhi oleh tradi Wesleyan yang merupakan ekspresi Arminianisme. Hal ini
terlihat dalam dua hal. Pertama, adanya penekanan dalam Gereja Advent pada
penyucian sebagai konsekuensi yang diperlukan dan tak terelakkan dari
keselamatan dalam Kristus. Penekanan pada ketaatan ini tidak tidak dianggap
mengurangi prinsip reformasi soal fide (“iman saja”), melainkan untuk memberikan keseimbangan yang
penting bagi doktrin pembenaran oleh iman, dan untuk menghindari pengaruh
antinomianisme.[20]
Iman yang menerima keselamatan ini berasal dari
kuasa Firman Allah dan merupakan karunia dari rahmat Allah. Melalui Kristus
manusia dibenarkan, diangkat sebagai putra dan putri Allah, dan dilepaskan dari
kekuasaan dosa. Melalui Roh Kudus orang percaya dilahirkan kembali dan
disucikan dan memberi penerangan dalam hati untuk memahami kebenaran dan
kehendak Allah. Roh Kudus mendorong pikiran manusia untuk menuliskan hukum
Allah yaitu kasi di dalam hati manusia, dan manusia memperoleh kuasa untuk
menghidupkan suatu kehidupan yang suci. Dengan tinggal dalam Dia orang percaya
mengambil bagian kodrat Ilahi dan memiliki kepastian keselamatan sekarang
maupun pada saat penghakiman.[21]
Gerakan
Zaman Baru (New Age Movement)
Agama Babelonia terus berlanjut dalam Gerakan Zaman
Baru (New Age Movement) pada hari ini. Gerakan Zaman Baru menolak otoritas
tradisional yang ada dan mencari sesuatu yang baru, otoritasnya yang berpusat
pada manusia dalam semua bidang termasuk politik, masyarakat, budaya, ide-ide
dan agama.
Gerakan Zaman Baru menganut panteisme, sebuah
keyakinan bahwa segala sesuatu dapat
menjadi Allah. Menurut mereka Allah bukanlah makhluk yang memiliki kepribadian.
Mereka percaya bahwa alam semesta itu sendiri, tempat dimana manusia hidup
adalah allah.[22]
Tidak ada pengertian dosa dalam gerakan Zaman
Gerakan Baru. Manusia pada dasarnya baik, sedang yang disebut
kejahat/ketidakbaikan hanyalah ketidak seimbangan roh/energi dalam dirinya,
jadi tidak ada yang pada dirinya sendiri disebut baik atau jahat. Karena tidak
ada dosa maka dengan sendirinya tidak perlu adanya usaha keselamatan, sehingga
tugas manusia adalah mengusahakan agar keseimbangan energi/roh untuk dipulihkan
kembali dengan kekuatan diri sendiri atau usaha penyeimbangan diri agar sesuai
dengan keseimbangan kosmis.
Apa yang paling dicari oleh Gerakan Zaman Baru
adalah sebuah pengalaman gaib dan wahyu. Untuk itu penganut Gerakan Zaman Baru
berusaha menemukan cara-cara untuk mendapatkan pengalaman gaib terlepas dari
agama mana pun hal tersebut berasal. Mereka bisa saja menggunakan sihir dan
mantra, atau kartu tarot, horoskop, hiptnotis, musik gila-gilaan, pengalaman seksual yang aneh,
asketisme, alkhohol dan obat-obatan.
Dengan kepercayaan Gerakan Zaman Baru, dapat
ditarik sebuah kesimpulan bahwa konsep keselamatan mereka adalah mencari
kesenangan diri sendiri dengan apa yang allah sediakan di dunia sebagai anugrah
yang kekal.
Kesimpulan:
Dalam gerakan New Age Movement bahwa keselamatan
manusia tidak ada karena dosa tidak mempengaruhi kehidupan kekal manusia namun
dosa dapat dibatasi oleh keinginan manusia itu sendiri. Seperti konsep
keselamatan dari berbagai bidat Kristen di atas antara lain Kaum Saksi Yehuwa,
Kaum Mormon, Kaum Advent, dan Gerakan Zaman Baru muncul karena ketidak
sanggupan manusia dalam memenuhi standart Allah, dan menyatukan antara rasio
dengan pengalaman manusia sehingga iman kepercayaan mereka terhadap Allah yang
benar itu yakni Yesus Kristus penuh pertanyaan dan pergumulan, namun pada
akhirnya mereka melenceng dari kebenaran Kristus tersebut.
Menurut
Armenianisme
Arminianisme merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjabarkan pandangan teologi
dari Jacobus Arminus (1560-1609) dan gerakan yang mengikuti pengajarannya,
demikian Ia dikenal sebagai seorang pendeta
Reformed di Amsterdam pada mulanya. Beliau ini merupakan seorang teolog
yang berfikir sangat praktis. Jacobus Arminius lahir dibelanda dan belajar di
Marburg, Leiden, Geneva, dan Basel. Ia melayani sebagai Pendeta Jemaat di
Amsterdam dan dosen Universitas Leiden, belanda selama enam tahun terakhir dari
hidupnya.
Jacobus Arminius, Dutch Jacob Harmensen atau Jacob
Hermansz, lahir 10 Oktober 1560, Oudewater, Belanda – Meninggal pada tanggal 19
Oktober 1609, Leiden, teolog dan menteri gereja Reformasi Belanda yang
menentang ajaran Calvinis yang ketat tentang predestinasi dan yang berkembang
sebagai reaksi terhadap sistem teologis dikenal kemudian sebagai Armenianisme.
Ayahnya meninggal saat Armenius masih bayi, dan
satu Theodore Aemilius mengadopsi anak tersebut dan bersekolah di Utrecht. Pada
kematian Aemilius pada tahun 1575, Rudolf Snellius (Sne van Roijen, 1546-1613)
seorang profesor di Marburg dan penduduk asli Oudewater, menjadi pelindung
pendidikan lanjutannya di Universitas Leiden (1576-1582), Basel, dan Jenewa
(1582-1586).
Sekolah tinggal sebentar di Universitas Padua, di
Roma, dan di Jenewa, Armenius pergi ke Amsterdam. Dia ditabiskan di sana pada
tahun 1588. Pada tahun 1603 Arminius
dipanggil ke sebuah jabatan teologi di Leiden, yang dipegangnya sampai
kematiannya. Enam tahun terakhir hidupnya didominasi oleh kontroversi teologis,
terutama oleh perselisihanya dengan Franciscus Gomarus, koleganya di Leiden.[23]
Meskipun Armenius pada awalnya adalah seorang
Calvinis yang ketat, namun berjalannya waktu Armenius membantu
doktrin-doktrin Calvinisme tentang
predestinasi dan reprobasi dan berusaha untuk memodifikasi Calvinisme sehingga
“Allah tidak dapat dianggap sebagai perancang dosa, juga manusia sebagai robot
ditangan Allah”[24]
Perkembangan teologis utama dari Armenianisme
adalah: pemilihan yang bersyarat berdasarkan pada kemahatahuan Allah; anugerah
Allah dapat ditolak; penebusan Kristus adalah universal; manusia memiliki
kehendak bebas dan melalui anugrah yang disediakan dapat bekerja sama dengan
Allah dalam keselamatan; orang percaya dapat kehilangan keselamatan”.[26]
Prinsip dasar dalam Arminianisme adalah penolakan
terhadap predestinasi, dan penegasan yang sesuai tentang kebebasan kehendak
manusia. Sesaat setelah kematiannya, pengikutnya Arminius (yang kemudian
disebut Arminian) mengajarkan sebuah pernyataan kepada penguasa pemerintahan
Belanda di mana mereka menetapkan lima pasal doktrin. Ini adalah: pertama, bahwa
keputusan ilahi tentang predestinasi bersifat bersyarat, tidak mutlak; kedua,
bahwa kurban tebusan sedang dalam niat universal; ketiga, bahwa manusia tidak
dapat menjalankan imannya yang menyelamatkan, namun membutuhkan pertolongan
Tuhan untuk mencapai iman ini; keempat, bahwa meskipun anugerah Tuhan adalah
kondisi yang diperlukan dari usaha manusia, hal ini tidak dapat dilakukan
secara tak tertahankan; kelima, bahwa orang percaya mampu melawan dosa namun
tidak berada di luar kemungkinan jatuh dari kasih karunia. Intinya, bangsa
Arminian mempertahankan bahwa Tuhan memberikan bantuan yang sangat diperlukan
dalam keselamatan, namun pada akhirnya, kehendak bebas manusialah yang
memutuskan masalah ini.
Menurut Armenianisme, iman manusia bukanlah sebuah
situasi dari fakta bahwa Allah memberi dan menawarkan keselamatan bagi manusia,
tetapi hal ini adalah kondisi di mana seseorang harus bertemu, agar menerima
keselamatan yang ditawarkan oleh Allah.[25]
Armenian telah menganut doktrin bahwa orang percaya
dapat kehilangan keselamatan mereka. Meskipun secara tidak langsung menyatakan
bahwa orang percaya dapat terhilang, namun kesimpulannya mengarah kesana.
Kendatipun jelas menunjukan bahwa keselamatan adalah karya Allah, menjadikan
bergantunng pada sikap dan pekerjaan manusia. Allah membuka kemungkinan
keselamatan bagi manusia tetapi tergantung kepada manusia apakah ia mau
meningkatkan kemungkinan ini. Menekankan bahwa kehenadak bebas harus digunakan
dalam ketekunan orang percaya, kalau tidak keselamatan mereka hilang. Hal itu
tidak dapat dihindari bahwa kehendak bebas harus memang dalam mempertahankan anugrah yang
dilimpahakan, namun dengan pertolongan anugrah yang telah diberikan terlebih
dahulu, dan hal itu tetap dalam kuasa dari kehendak bebas untuk menolak anugerah
yang dilimpahkan atau menolak anugerah itu, karena anugerah itu bukan merupakan
tindakan impoten daro Allah, yang tidak dapat ditolak oleh kehendak bebas
manusia.
Allah mencurahkan anugerah yang cukup pada semua
manusia untuk memampukan mereka, jika memang mereka memilih untuk itu, untuk
memperoleh kepenuhan berkat rohani dan dengan demikian menerima keselamatan.[26]
Jadi, secara umum Armenian menerima konsep
keselamatan tersebut hanya oleh kasih karunia Allah, tetapi anugerah itu juga
dapat ditolak oleh manusia. Sehingga mereka hilang keselamatan diakibatkan
karena kehendak bebas manusia.
Menurut
Calvinisme
John Calvin berasal dari Prancis lahir 10 Juli
1509, di Nayon. Pada usia 14 tahun ia
masuk universitas di Prancis. Ia adalah ahli hukum dan filsuf yang baik pada
umur 26 tahun, Ia menerbitkan sebuah buku teologi yaitu: The Institutes of the
Christian Religion.[27]
“Walaupun
demikian tidak dapat dikatakan bahwa Calvin tidak mempersiapkan diri dengan
cara lain untuk kelak menjadi ahli geologi sebab pada tahun 1531 ia kembali ke
Perancis belajar kesusastraan dan bahasa-bahasa, yaitu bahasa Latin Yunani dan
Ibrani”.[28]
Dikalangan Humanis Kristen di Paris tempat Calvin bergaul, setelah disentuh
oleh semangat "Injili" yang
berarti bahwa mereka ingin memurnikan kehidupan gereja Katolik Roma menurut
contoh yang diberikan Injil (Perjanjian Baru) dan bersimpati dengan gagasan-gagasan
Luther mengenai arti dan Reformasi gereja. Oleh sebab, itu Calvin dicurigai
oleh pihak pemerintah sebagai penganut Reformasi dan terpaksa melarikan diri
dari Paris akhir tahun 1533. Dengan kematian Luther menjadi semakin tajam perdebatan antara pengikut
Calvin dengan pengikut Luther.
Sejak itu dapat dibedakan dua aliran utama dalam
protestanisme, yaitu aliran lutheran dan aliran yang menyebut diri "yang
direformasikan" (Reformed). akar perselisihan itu sudah dapat dilihat
sebelum Calvin menjadi seorang reformator, sehingga riwayatnya sebenarnya
termasuk persejarah calvinisme.[29]
Calvin sangat menegaskan bahwa tidak mungkin
manusia mencapai kesempurnaan dalam usahanya untuk melakukan kehendak Allah.
Ajaran pembenaran justru menyadarkan orang percaya bahwa mereka tetap berdosa
dan dan an-nur lu kan anugerah Allah titik perlu disadari bahwa Calvin pun
kebenaran lah yang menjamin keselamatan, bukan pengudusan sebab Ia yakin sama
seperti Luther, bahwa perbuatan-perbuatan yang paling baik pun yang dilakukan
oleh orang-orang percaya, tidak dapat membebaskan mereka dari hukuman Allah.
"Luther dan Calvin mengajarkan bahwa Anugerah bersifat rangkap dan terdiri
atas pembaharuan hidup yang tampak dalam perbuatan-perbuatan yang berkenan
kepada Allah, serta pembebasan dari hukuman atas dosa karena Kristus".[30]
Seseorang yang telah diselamatkan mungkin akan
jatuh kedalam dosa lagi, tetapi ia pasti akan bangkit kembali dari dalamnya,
sebab itu seseorang yang telah menerima hidup yang kekal takkan mungkin akan
binasa untuk selama-lamanya, sekali ia diselamatkan akan selamanya ia
diselamatkan.[31]
"Bagi Calvin, rahasia terbesar dari kekudusan
ialah karya internal Roh kudus di dalam diri kita. dan karya terbesar Roh Kudus
ialah membawa kita ke dalam kesatuan dengan Kristus (Union with Christ)”.[32]Kesatuan
dengan Kristus itu tidak pernah bersifat statis, sebaliknya akan menghasilkan
dua tindakan internal, yaitu mortifikasi (mematikan kehidupan lama) dan
vivifikasi (membangkitkan kehidupan baru). Roh Kudus menjadi sumber bagi
diwujudkannya kedua karya tersebut. Calvin memandang kedua tindakan ini sebagai
isi dari pertobatan sejati, yakni kesungguhan berbaliknya kita kepada Allah,
suatu perbuatan yang timbul dari takut akan Allah yang tulus dan murni; dan ini
terdiri dari mematikan kedagingan dan manusia lama, dan munculnya hidup baru
yang dikerjakan oleh Roh Kudus (Ef. 3:9-10). Oleh karena itu ia tidak dapat
menerima bahwa pengudusan hanya diperlukan sebagai lampiran untuk ajaran
pembenaran.
Seperti telah disinggung, Calvin juga berpegang
pada keyakinan dan pengajaran yang sama seperti Martin Luther. Namun demikian
Calvin lebih lanjut menandakan bahwa orang berdosa yang sudah dibenarkan karena
anugerah Allah itu harus memelihara hidup sebagai orang yang yang sudah dipilih
dan dikuduskan oleh Allah, pokok pengajaran itu disebut sanctification
(Pengudusan). "Khasiat penebusan Kristus memang cukup untuk menyelamatkan
seluruh isi dunia, tetapi hanya kaum pilihan Allah yang menerimanya dan hanya
merekalah yang diselamatkan”.[33]
Kesimpulan:
Dari hal-hal tersebut di atas, kita mengetahui
bahwa Armenius mementingkan kemauan bebas manusia, sedangkan Calvin
mengutamakan kedaulatan Allah yang tidak dapat diganggu gugat. Ada beberapa
ayat di dalam Alkitab yang memberi penjelasan tentang otoritas Allah dan
kemauan bebas manusia. Misalnya: “semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan
datang kepada-Ku, dan barang siapa yang akan datang kepada-Ku, ia tidak akan
Kubuang” (Yoh. 6:37) “semua yang diberikan Bapa” merupakan orang-orang yang
dipilih Tuhan, “barang siapa yang datang kepada-Ku” merupakan kemauan bebas
manusia. Memang kemauan manusia itu penting, namun kemauan bebas tersebut
adalah pemberian Tuhan, maka otoritas Tuhan pasti melebihi kemauan bebas
manausia.
Sangat menarik untuk dicatat bahwa dalam keanekaragaman
tubuh Kristus ada berbagai perpaduan antara Calvinisme dan Armenianisme. Ada
orang-orang Calvinis lima poin dan Armenian lima poin, banyak orang percaya
pada semacam perpaduan antara kedua pandangan tersebut. Pada akhirnya penulis
berpandangan bahwa kedua sistem ini tidak mampu menjelaskan hal yang tidak
pernah dapat dijelaskan. Umat manusia tidak pernah dapat secara penuh memahami
konsep semacam ini. Benar, Allahh berdaulat mutlak dan tahu segalanya. Benar,
umat manusia dipanggil untuk mengambil keputusan untuk secara tulus percaya
kepada Kristus untuk mendapat keselamatan. Walau kedua hal ini terkesan
bartolak belakang bagi kita, dalam pikiran Tuhan, keduanya masuk akal.
[1]
Douglas Groothus, Pudarnya Kebenaran (Surabaya: Momentum, 2003), 55.
[2]
David W. Shenk, Ilah-Ilah Global (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2003), 38-39.
[3]
Nigel Cawthhorne, Gereja Setan (The Churth Of Satan), (Planet Buku, 2009),
23-24.
[4]
Ibid, 27.
[5]
Anggota Ikapi, Bagaimana Menghadapi Saksi Yehuwa (Bandung: Lembaga Literatur
Baptis, 2002), 18.
[6]
Ibid, 71.
[7]
Anggota Ikapi, Bagaimana Menghadapi Saksi Yehuwa (Bandung: Lembaga Literatur
Baptis, 2002), 70-71.
[8]
https://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/1101989266, diakses tangga 09 maret 2020
[9]
https://www.jw.org/id/ajaran-alkitab/pertanyaan/apa-itu-keselamatan/, diakses
tanggal 11 maret 2020.
[10]
Dr. F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), 295.
[11]
Peter Whitmer Jr. adalah pemimpin awal di dalam gereja yang dipulihkan dan
salah seorang dari delapan saksi Kitab Mormon
[12]
Gereja Yesus Kristus dari orang-orang Suci Zaman Akhir, Mutiara yang Sangat
Berharga (Jakarta: Gereja OSZA, 1996), 13-15
[13] John J. Stewart, “To the Sainth in
Great Britain” Ensign, 1971, 4.
[14]
Jan Sihar Aritonang, Berbagai Aliran-aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 292-358.
[15] Joseph Fielding Smith, The Plan Of
Salvation (Salt Lake City: Utah, 1971), 26.
[16]
James E. Talmage, Articles Of Faith: The Church of Jesus Christ Of Latter-day
sainst (USA: 1987), 122.
[17] Nigel Cawthhome, Gereja Setan (The
Churth Of Satan) (Planet Buku, 2009), 19.
[18]
Jan S. Aritonang, Berbagai aliran di dalam dan di sekitar Gereja (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2003), 360-361.
[19] John Seaman, Umat Advent dan Imannya
(Bandung: Indonesia Publishing House,
2000), 19.
[20] Knight, George. A Search for
Identity: The development of Seventh-day Adventist Beliefs (Review and Herald,
2000), 27.
[21]
Emil H. Tambuman, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Indonesia; Sejarah
Perintisan dan Perkembangannya (Jakarta: Pusat Gereja Masehi Advent Hari
Ketujuh di indonesia,1999), 588.
[22] Thomas Hwang, Asal Usul Agama-agama
(Korea: Sarah Hae-Ok Cho, 2013), 168.
[23]
F. D Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1993), 26-27.
[24]
Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology (Malang: Literatur Saat, 2004), 122.
[25] Timo Pokki, America’s Preacher And
His Message (Boston: University Press Of America, 1999), 19.
[26] Louis Berkhof, Teologi Sistematika
Doktrin Keselamatan (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1997), 19.
[27] Peter Wongso, Soteriologi, 27.
[28] Christian De Jonge, “Apa itu
Calvinisme” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 06.
[29] Ibid, 56.
[30] Christian De Jonge, “Apa itu
Calvinisme” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 56
[31] Peter Wongso, Soteriologi, 28.
[32] Mark Shaw, Sepuluh Pemikiran Besar
Dari Sejarah Gereja (Surabaya: Momentum, 2009), 53
[33]
Pdt. Dr. Jan Sihar Aritonang, “Garis Besar Sejarah Reformasi” (Bandung: Jurnal
Info Media, 2007), 94
Posting Komentar untuk "Kepercayaan Kristen, Saksi Yehuwa, Mormon, Avent, Gerakan Zaman Baru, Armenian,Calvin - Tentang Keselamatan."
Berkomentar yg membangun dan memberkati.