Ketika Tuhan Sudah Memilih Hagai Pasal 1-2- Renungan Harian
Melakukan Pekerjaan Tuhan
Hagai 1:1-15
Untuk apa kita berada
di dunia ini? Mungkin ada yang menjawab untuk menjadi orang yang sukses,
menjadi kaya dan terkenal. Puaskah kita ketika segala kesuksesan diraih? Tidak
ada yang bisa menjamin. Apalagi, kepuasan sejati itu ada setelah manusia mati,
yakni dalam hidup yang kekal. Karena itu, lebih bijak bila tenaga diarahkan
untuk meraih makna hidup.
Kisah pembangunan Bait
Suci pada masa Nabi Hagai memberi pembelajaran tentang makna hidup. Ketika bangsa
Yahudi enggan melanjutkan pembangunan Bait Suci, mereka mengalami gagal panen,
kekurangan makanan, dan kelelahan. Langit menahan embunnya dan bumi pun menahan
hasilnya. Apa yang mereka harapkan tidak didapatkan karena mereka mengabaikan
pekerjaan pembangunan Bait Suci. Hal ini merupakan gambaran tentang kekeringan
hidup, ketika manusia mengabaikan relasi dengan Penciptanya.
Sebaliknya, ketika
mereka bergegas melakukan pekerjaan Tuhan, dengan segera mengambil kayu untuk
membangun rumah bagi Allah, kemuliaan Tuhan pun dinyatakan. Bahkan, tidak
berhenti di situ; ketika mereka berbalik kepada-Nya, Tuhan pun menyertai dan
membangkitkan semangat mereka.
Sedemikian pentingnya
hidup yang selalu terkoneksi dengan Sang Ilahi. Hanya dalam keterhubungan yang
tidak terpisahkan, manusia dapat menemukan makna hidupnya yang sejati. Saat
itulah manusia akan merasakan dorongan kuat dan semangat tinggi untuk turut
berpartisipasi dalam pekerjaan Tuhan. Itulah yang dikehendaki Tuhan, supaya umat-Nya
mau ambil bagian dalam pekerjaan-Nya, dengan cara membangun Bait Suci. Mereka
berada di dunia ini bukan hanya untuk hidup mewah dengan rumah besar, tetapi
untuk beribadah kepada Tuhan semesta alam di dalam rumah-Nya yang suci.
Makna hidup kita ada
di dalam relasi kita-sebagai ciptaan-dengan Tuhan semesta alam sebagai
Pencipta. Dalam rangka hadirnya kemuliaan Tuhan, firman diwartakan, dan
akhirnya diketahui untuk dilaksanakan. Dengan melakukan pekerjaan-Nya, kita
sadar bahwa kita hidup di dunia ini untuk selalu berada dalam keterhubungan
dengan Sang Ilahi dan tinggal di dalam rahmat-Nya yang kekal.
Kuatkanlah Hatimu!
Hagai 1:15-2:9
Hati itu rapuh,
gampang terluka, menjadi lemah, dan hancur karena kesedihan. Sekalipun
demikian, harus diingat bahwa hati adalah pusat kehidupan manusia. Dengan hati
yang kuat, manusia akan mampu memaksimalkan potensi dirinya. Di sinilah
pentingnya motivasi untuk selalu menguatkan hati.
Bangsa Yahudi
mengalami pembuangan di Babel selama 70 tahun dan berlanjut dengan kekuasaan
Persia. Sebagai sebuah bangsa yang tengah mengalami krisis identitas, tentu ini
situasi yang sangat berat. Bangsa itu harus melihat kehancuran Bait Suci.
Ironisnya lagi, ketika mereka kembali membangun Bait Suci itu, mereka
kekurangan biaya.
Untunglah dalam
situasi krisis itu, Tuhan berfirman melalui Nabi Hagai: "Tetapi sekarang,
kuatkanlah hatimu, hai Zerubabel ... hai Yosua bin Yozadak ... hai segala
rakyat negeri ....". Kepada segenap bangsa Yahudi, Tuhan semesta alam
menyampaikan pesan-Nya tentang pentingnya untuk tetap memiliki hati yang kuat.
Tuhan berkata bahwa mereka akan mampu membangun Bait Suci karena Ia menyertai
mereka. Ini pesan yang sangat membesarkan
hati bagi bangsa Yahudi. Bangsa yang hampir putus asa ini pun menemukan
semangatnya kembali. Bait Suci mesti berdiri lagi.
Pembangunan Bait Suci
bukan sekadar pembangunan gedung biasa. Ada visi yang menyemangati dan harapan
yang diperjuangkan bersama bahwa Roh Tuhan berdiam di tengah-tengah umat. Bait
Suci pun dianugerahi dengan kemuliaan khusus, sehingga bangsa-bangsa akan
mempersembahkan harta benda mereka. Dari sanalah, Tuhan semesta alam akan
memberkati Yehuda dalam damai sejahtera. Tidak heran, bila kemudian, bangsa
Yahudi membangun Bait Suci dengan segenap hati dan penuh semangat.
Kunci membangun Bait
Suci berada di dalam hati yang kuat. Bila kita ingin beribadah dengan setia dan
berelasi dengan Tuhan, kita perlu menjaga hati kita tetap kuat. Saat kita
mengalami kesedihan atau merasa lemah, dengarkanlah firman Tuhan. Ialah yang menguatkan
dan menyertai kita. Dalam membangun hidup ini, kita dimampukan supaya memiliki
hati yang kuat karena Tuhan telah berfirman: "Kuatkanlah hatimu".
Membangun Hidup Suci
Hagai 2:10-14
Membangun sebuah
gedung bukan pekerjaan yang mudah. Setiap bagian harus dikerjakan dengan serius
dan dibangun dengan bahan-bahan yang berkualitas. Apalagi, pekerjaan membangun
Bait Suci. Kepada
Hagai dan para imam, Tuhan mengingatkan pentingnya hukum Tuhan saat mereka
mempersembahkan kurban dan melayani di Bait Suci. Ada aturan yang mesti ditaati
umat untuk menjaga kekudusan. Dengan melakukan ketentuan yang diwariskan
turun-temurun itulah umat akan terhindar dari segala kenajisan.
Sayangnya, apa yang
diberikan para imam tidak selalu diterima Tuhan. Dengan tegas, Tuhan menyatakan
bahwa hasil pekerjaan dan persembahan mereka adalah najis (15). Para imam tahu
apa isi hukum Taurat, tetapi belum tentu semua orang dapat melakukannya dengan
tepat setiap hari seperti yang Tuhan mau. Kelalaian mereka menjadi peringatan
bahwa jauh lebih mudah bagi kita untuk mewariskan kenajisan daripada kekudusan.
Kisah pembangunan Bait
Suci pada zaman Hagai bisa menjadi ilustrasi bagaimana membangun hidup kudus di
hadapan Tuhan. Dunia mungkin mengajarkan bahwa kesuksesan tidak dapat dibangun
tanpa sedikit kecurangan. Sebaliknya, Tuhan semesta alam lebih menghendaki
kehidupan umat-Nya dibangun di atas fondasi kekudusan.
Masalahnya, bagaimana
mungkin membangun hidup suci di tengah situasi yang penuh dosa dan kenajisan?
Kita tahu apa itu kebaikan, tetapi tidak mungkin kita bisa melakukannya sesuai
standar Tuhan yang sempurna.
Jawabannya diberikan
melalui kisah kelahiran Yesus ke dunia yang dirayakan pada hari Natal. Sebagai
wujud kasih ilahi terhadap dunia yang penuh dosa, Tuhan menebus dan mentahirkan
manusia dari kenajisan. Itulah kisah yang dipentaskan di atas salib oleh Sang
Imam Agung, yakni Yesus Kristus. Segala dosa kita hanya bisa dihapuskan oleh
anugerah ilahi. Hanya Tuhan yang sanggup menguduskan kita secara sempurna.
Dialah yang memampukan kita untuk membangun hidup suci.
Roh Tuhan
dianugerahkan kepada kita supaya umat-Nya membangun dan menjalani hidup suci,
yakni hidup untuk mewariskan kekudusan dan bukan kenajisan.
Hari-hari Penuh Berkat
Hagai 2:15-19
Kita mungkin pernah
diberi janji-janji yang manis. Ketika kita kesusahan, ada orang yang menjual
sesuatu dengan janji bahwa itulah solusi yang akan memperbaiki hidup kita.
Namun, apakah itu benar?
Ada hal menarik saat
umat Tuhan membangun Bait Suci pada zaman Nabi Hagai. Ketika mereka lesu dalam
membangun rumah Tuhan, mereka mengalami gagal panen. Sebaliknya, ketika mereka
mulai membawa kayu dan meletakkan dasarnya, Tuhan membuat pekerjaan mereka
tidak sia-sia. Jadilah, hari-hari pembangunan Bait Suci menjadi hari-hari penuh
berkat. Mengapa bisa demikian?
Tuhan ingin
menyampaikan pesan yang sangat mendasar dan penting. Jangan pernah menyepelekan
Tuhan! Bagaimanapun pembangunan Bait Suci adalah pekerjaan Tuhan. Perintah-Nya
untuk membangun Bait Suci bukan omong kosong yang tidak bisa dipegang.
Dimintalah umat-Nya untuk menguji pekerjaan-Nya. Ketika mereka mengikuti
perintah Tuhan, perkataan-Nya terbukti benar karena mereka mulai melihat panen
yang baik seperti yang dijanjikan Tuhan.
Tuhan juga tidak
menunda-nunda karena "Mulai dari hari ini Aku akan memberi berkat!".
Bukan bertahun-tahun kemudian setelah Bait Suci selesai dibangun, tetapi pada
hari itu juga Tuhan menurunkan berkat-Nya. Apa yang segera terjadi setelah kayu
dibawa untuk pembangunan dan batu demi batu ditaruh menjadi tanda dimulainya
kemeriahan membangun Bait Suci.
Bagi Nabi Hagai,
melalui pembangunan Bait Suci, Tuhan sedang memberkati bangsa itu. Yang
dibutuhkan tinggal iman dan sikap percaya. Bagi kita, jika Dia memerintahkan
kita untuk melakukan pekerjaan baik, pasti Dia akan memberkati kita sebagai
para pekerja-Nya.
Bagaimana supaya iman
demikian menjadi keniscayaan? Taat pada firman Tuhan merupakan pilihan bijak,
dengan cara mendengarkan, menyimak, dan melakukan setiap firman-Nya. Itulah
yang Dia harapkan dari umat kepunyaan-Nya.
Hari-hari penuh berkat
siap untuk dibentangkan Tuhan di depan umat yang taat dan turut mengerjakan
karya Tuhan dengan sepenuh hati. Sekarang, siap sediakah kita untuk ambil
bagian dalam pekerjaan Tuhan yang menyelamatkan hidup ini?
Ketika Tuhan Sudah
Memilih
Hagai 2:20-23
Mungkin kita terus
bertanya tentang seperti apa kriteria orang yang dipilih Tuhan. Bisa jadi kita
terkejut hingga takjub karena akal budi tak mampu menyelami pilihan-Nya.
Taruhlah contoh keterpilihan Saulus menjadi rasul dan pemberita Injil, atau
Daud menjadi raja. Tuhan semesta alam tentu selalu memiliki alasan mengapa Ia
memilih seseorang dalam rangka karya penyelamatan.
Siapa sangka pada
zaman Nabi Hagai, Zerubabel bupati Yehuda dipilih Tuhan untuk memimpin
pembangunan Bait Suci. Saat bangsa Yahudi berada di bawah kekuasaan Persia
dengan rajanya Darius, firman Tuhan datang kepada Zerubabel.
Salah satu alasan
terpilihnya Zerubabel adalah karena dia termasuk keturunan Daud. Kepada Daud,
Tuhan semesta alam telah berjanji bahwa keluarganya akan memerintah Israel
(lih. 2Sam 7:10-16). Keterpilihan ini selaras dengan pemberitaan para nabi
bahwa seorang pemimpin yang istimewa berasal dari garis keturunan Daud.
Kepada Zerubabel,
Tuhan menjanjikan kekuasaan (cincin meterai). Kekuasaan bangsa-bangsa lain akan
dijungkirbalikkan demi eksistensi Bait Suci di tengah bangsa Yahudi.
Begitulah ketika Tuhan
semesta alam sudah memilih. Tidak ada hal apa pun yang dapat merintangi-Nya.
Satu-satunya aral hanyalah sikap tidak percaya yang meragukan
penyelenggaraan-Nya. Syukurlah lewat pemberitaan Nabi Hagai, gubernur Yehuda
itu mau mendengarkan dan menaati firman Tuhan. Ia bersedia memimpin pembangunan
Bait Suci bersama Imam Besar Yosua dan Nabi Hagai sepulang dari pembuangan di
Babel. Rintangan yang sempat menggoyahkan tekad diatasi lewat penyerahan diri
kepada pimpinan Tuhan semesta alam.
Kita adalah
orang-orang yang dipilih Tuhan melalui iman kepada Yesus Kristus. Kita dipilih
menjadi pewaris Kerajaan Surga. Mungkin dahulu kita terhitung sebagai pendosa,
orang yang dikucilkan, atau orang yang tidak dianggap penting oleh orang lain.
Namun, begitulah kalau Tuhan semesta alam sudah memilih. Siapa pun diri kita,
sekarang kita mendapat janji dan hak waris yang sama dari Tuhan, dan tidak ada
kuasa lain yang dapat merebutnya.
Posting Komentar untuk "Ketika Tuhan Sudah Memilih Hagai Pasal 1-2- Renungan Harian"
Berkomentar yg membangun dan memberkati.