Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ke Mana pun Kau utus, Kami Pergi Yeremia Pasal 1-10 - Renungan Harian Tahun 2024

 

Renungan Harian Tahun 2023


Ke Mana pun Kauutus, Kami Pergi

Yeremia 1:1-19

 

Nabi-nabi dalam tradisi Perjanjian Lama dikenal fasih, berani, dan tegas dalam menyampaikan pesan Allah kepada umat Israel, baik itu teguran, penguatan, maupun penghukuman Allah kepada umat-Nya. Ada proses serta perjuangan yang harus mereka jalani untuk menjadi nabi Allah. Mereka menyediakan diri dibentuk Allah. Nabi Yeremia adalah salah satu nabi yang bergulat dalam proses tersebut.

Pada saat Nabi Yeremia berkarya, kerajaan Yehuda yang kecil terjebak di tengah-tengah persaingan kerajaan-kerajaan besar yang berusaha menancapkan kekuasaan di kawasan itu. Dalam gejolak itu, Yeremia menjalankan perannya. Ia berkarya selama pemerintahan lima raja terakhir kerajaan Yehuda.

Tugas berat tersebut diterima oleh Yeremia dalam usia yang cukup muda. Para penafsir Alkitab memperkirakan bahwa usianya tidak lebih dari 20 tahun. Pantas saja bila pada mulanya Yeremia merasa belum pantas dan kurang cakap. Sebab, ia masih muda dan tidak pandai berbicara. Keberatan Yeremia tersebut dijawab oleh Tuhan dengan begitu mendalam. Tuhan menegaskan, Ia telah mengenal Yeremia sejak Yeremia berada dalam kandungan. Tuhan yang membentuk dan menetapkan tugas serta panggilan Yeremia sebagai nabi bagi bangsa-bangsa. Ada rencana Allah atas Yeremia dan juga bagi setiap manusia ciptaan Allah.

Tuhan hendak mengutus Yeremia kepada umat-Nya. Dia menghendaki umat-Nya taat dan berserah penuh atas tugas serta panggilan yang telah ditetapkan-Nya. Yeremia yang pada mulanya mengelak panggilan tersebut justru diperlengkapi oleh Allah. Tuhan sendiri langsung menjamah Yeremia.

Kisah pemanggilan Yeremia mengajarkan kepada kita bahwa Allah memiliki rancangan serta panggilan yang unik bagi setiap manusia. Kita diciptakan Tuhan untuk memenuhi tugas tersebut. Mari kita memproses diri agar kita layak untuk dipakai-Nya. Di balik kekurangan-kekurangan yang ada pada kita, Allah memperlengkapi kita agar dapat melaksanakan tugas dan perutusan-Nya di dunia ini. Jadi, jangan khawatir.

 

Mengejar Kesia-siaan

Yeremia 2:1-19

 

Pengembaraan bangsa Israel di padang gurun menjadi dasar dari kehidupan iman dan berbangsa orang-orang Israel dan Yehuda. Allah sendirilah yang menuntun mereka keluar dari tanah Mesir menuju ke tanah yang dijanjikan-Nya kepada mereka. Perjalanan yang mereka tempuh tidaklah selalu mulus. Namun, Tuhan senantiasa beserta mereka. Proses tersebut semakin meneguhkan perjanjian antara Allah dan umat-Nya, antara pencipta dengan ciptaan.

Dalam sejarahnya, ternyata Yehuda tidak bisa selalu mengingat dan bersyukur akan karya penyertaan Allah. Mereka sering kali berpaling dari Allah dan malah melakukan perbuatan yang tidak dikehendaki Allah. Betapa Allah marah dan sedih atas sikap mereka. Allah menggugat Yehuda karena mereka tidak setia kepada-Nya. Seharusnya, hubungan antara Allah dan Yehuda berada dalam hubungan yang dekat dan hangat. Hubungan tersebut digambarkan seperti relasi suami istri. Allah adalah Sang Pengantin Pria, sementara penduduk Yerusalem adalah pengantin wanita. Namun, kesia-siaan.

Sesungguhnya, tindakan yang dilakukan oleh Yehuda merupakan kebodohan dan kesia-siaan belaka. Mereka meninggalkan Allah yang jelas-jelas telah membuktikan Diri di sepanjang sejarah sebagai satu-satunya Penolong dan Juru Selamat mereka. Dalam sebuah metafora, tingkah laku Yehuda itu bisa digambarkan sebagai tindakan meninggalkan sumber air hidup dan menggali kolam sendiri, tetapi kolam itu bocor dan tak bisa menahan air.

Melihat teguran Allah yang dialamatkan kepada Yehuda, kita pun dapat merefleksikannya dalam hidup kita. Allah selalu menyertai kita dalam pengembaraan kehidupan di dunia ini. Namun, sering kali kita bersikap seperti Yehuda, mengandalkan hikmat dan kemampuan sendiri untuk menyelesaikan sesuatu, dan meninggalkan Allah. Sedikit saja terjadi pergumulan, kesetiaan kita kepada Allah pun berubah. Mari kita berbalik kepada-Nya, karena Dialah satu-satunya sumber hidup dan pertolongan kita.

 

Pilihan yang Berkenan

Yeremia 2:20-37

 

Hidup ini penuh dengan rangkaian pilihan yang membawa konsekuensi masing-masing. Dalam pilihan tersebut, manusia diundang untuk menyelaraskannya dengan kehendak dan ketetapan Allah. Setelah sekian lama Allah memelihara bangsa Israel, masih saja bangsa itu mengkhianati kasih Allah. Dalam bahasa sindiran, Yeremia menyampaikan firman Tuhan sebagai respons atas sikap dan pilihan hidup Yehuda yang tidak setia dan menduakan Allah.

Allah telah melepaskan kuk dari Yehuda, metafora itu menggambarkan pembebasan leluhur mereka dari Mesir. Dalam tuntunan terang kasih Allah, leluhur mereka telah menjadi bangsa yang bebas dan belajar untuk mengatur hidupnya sendiri. Namun, mereka menyalahartikan kebebasan itu. Mereka menolak tunduk kepada Allah dan segala ketetapan-Nya. Mereka berkubang dalam dosa. Sampai Yehuda disebut bersundal. Sebagai mempelai perempuan, Yehuda menunjukkan sikap tidak setia.

Yehuda memilih untuk berpaling kepada ilah-ilah lain. Mereka menyembah benda-benda mati. Para pemuka Yehuda memosisikan benda-benda itu sebagai ilah. Yeremia menyindir para pemimpin Yehuda yang mengakui kayu sebagai bapa dan batu sebagai ibu mereka. Kemudian, dalam perjalanan sejarahnya, pilihan Yehuda terbukti salah. Yehuda justru mengalami penderitaan dan penindasan. Terbukti bahwa ilah-ilah tempat mereka berpaling tak dapat menyelamatkan mereka.

Allah menunjukkan bahwa ketidaksetiaan Yehuda adalah sebuah fakta dalam sejarah. Berulang kali mereka tidak setia. Para nabi senantiasa mengingatkan Yehuda, namun teguran tersebut ditanggapi dengan tidak serius. Mereka mengelak dan menyatakan diri tidak bersalah. Terhadap segala kejahatan tersebut, Allah akan menyatakan keadilan-Nya. Setiap pilihan pasti mendatangkan konsekuensi.

Teguran bagi kita saat ini: jalan hidup seperti apakah yang hendak kita pilih? Apakah kehidupan yang senantiasa memuliakan Allah sebagai Sang Sumber Kehidupan dan Pembebas, atau justru sebaliknya?

 

Dengarlah Seruan Pertobatan

Yeremia 3:1-13

 

Kerajaan Israel setelah pemerintahan Salomo mengalami perpecahan. Kerajaan Israel di Utara, dan kerajaan Yehuda di Selatan. Dalam banyak hal dua kerajaan itu amatlah berbeda. Namun, dalam hal ketidaksetiaan kepada Allah, keduanya sama-sama tidak setia. Yeremia 3:1-13 adalah bukti dari ketidaksetiaan mereka. Allah menunjukkan kegeraman dan keadilan-Nya. Akan tetapi, di balik itu semua ada pengampunan bagi mereka. Pengampunan itu menjadi titik balik dan berita yang melegakan.

Penggambaran relasi antara Allah dengan umat-Nya yang bagaikan relasi suami dan istri muncul kembali dalam Yeremia. Ketidaksetiaan umat-Nya digambarkan seperti seorang perempuan yang menggadaikan tubuhnya kepada orang-orang asing yang ditemui. Metafora tersebut untuk menggambarkan umat-Nya yang terlalu mudah menyerahkan diri kepada ilah-ilah asing di mana saja mereka berada. Allah menggambarkan tindakan tersebut sebagai perbuatan zina yang mencemarkan bangsa itu. Penderitaan dan kesengsaraan yang mereka alami adalah alam dan lingkungan sekitar Yehuda juga terkena dampak ulah mereka.

Kerajaan Israel terlebih dahulu menerima akibat dari ketidaksetiaan mereka. Allah "menceraikan" Israel dari ikatan perjanjian. Secara historis, kerajaan Israel lebih dahulu dikalahkan oleh kerajaan Asyur. Sepuluh suku yang mendiami kerajaan itu dibuang dan diasingkan. Kemudian hari dikenal dengan istilah sepuluh suku yang hilang. Yehuda tidak belajar dari kesalahan saudaranya di Utara. Mereka menyembah ilah-ilah lain. Yeremia menyebutkan mereka menyembah kayu dan batu.

Di balik ketidaksetiaan Israel dan Yehuda, Allah senantiasa memberi mereka kesempatan untuk bertobat. Seruan pertobatan dari Allah terus digaungkan kepada Israel. Kembalilah dan Allah tidak akan murka. Demikianlah kasih Allah kepada umat-Nya.

Seruan pertobatan yang sama digaungkan kepada kita saat ini. Dengarkanlah dan bertobatlah dari segala dosa kita.

 

Kembalilah kepada Allah

Yeremia 3:14-4:4

 

Banyak hasil penelitian mengatakan bahwa ikatan cinta kasih antara anak dan orang tua adalah bentuk ikatan yang teramat kuat. Lantas, bagaimana jika kita dengar dalam Kitab Suci bahwa sesungguhnya Allah juga memosisikan manusia sebagai anak-Nya?

Dapat kita bayangkan sebuah relasi yang dekat antara Allah sebagai Bapa dan kita sebagai anak-anak-Nya. Sayang, manusia sering kali memosisikan dirinya sebagai anak yang tidak tahu berterima kasih, bahkan berpaling dari Sang Bapa. Lantas, bagaimana sikap Sang Bapa menanggapi pemberontakan anak-anak-Nya?

Melalui nubuatan Nabi Yeremia kita melihat kegeraman Allah atas ketidaksetiaan manusia. Ketidaksetiaan itu digambarkan layaknya istri yang tidak setia atau anak yang memberontak. Konsekuensi atas perbuatan tersebut adalah penghukuman Allah. Namun, di balik itu semua ada kemurahan hati Allah yang membangkitkan kehidupan.

Allah menampilkan kemurahan hati-Nya. Dia menyampaikan kerinduan-Nya agar anak-anak-Nya kembali setia. Allah memanggil umat Israel dengan panggilan anak-anak murtad, istilah murtad merujuk kepada seseorang yang berbelok arah dari jalan yang seharusnya. Mereka akan dikembalikan ke Sion untuk membangun kembali kehidupan di tanah yang telah dijanjikan Allah. Artinya, Allah menjanjikan pemulihan asalkan mereka bersedia bertobat dan kembali kepada-Nya.

Proses pertobatan membutuhkan kerja keras dan komitmen. Allah menginginkan umat Israel sungguh-sungguh serius meninggalkan cara hidup mereka yang lama. Bukit-bukit pengurbanan tempat mereka menyembah Baal adalah kesia-siaan. Hanya Allah sumber keselamatan, bukan yang lain. Dalam Tuhan ada pembaruan kehidupan. Hidup baru mendatangkan berkat bagi orang di sekitar kita.

Panggilan pembaruan kehidupan dari Allah juga menyapa kita semua. Dia senantiasa mengetuk hati kita masing-masing, bahkan dengan kesabaran yang panjang, agar kita kembali kepada-Nya. Bertobatlah dan perbaruilah hidup kita di dalam-Nya.

 

Konsekuensi Tindakan

Yeremia 4:5-18

 

Malapetaka akan menghampiri Yehuda. Serangan musuh dari Utara akan semakin mendekat. Persoalan bangsa Yehuda pada saat itu tidak terlepas dari keberadaan mereka di hadapan Tuhan. Tidak seperti dunia sekuler saat ini yang memisahkan unsur-unsur kehidupan bangsa dengan keberadaan Tuhan; Yehuda menganggap bahwa segala sesuatu terjadi berkenaan dengan relasi mereka dengan Allah. Dalam malapetaka yang semakin mendekat, kerajaan Yehuda diundang untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kemungkinan, itu semua terjadi karena pemberontakan dan ketidaksetiaan mereka. Seruan Allah melalui Yeremia membenarkan dugaan tersebut.

Nubuatan Yeremia dimulai dengan ungkapan meniup sangkakala. Simbol itu sangat dipahami oleh bangsa Yehuda saat itu. Sangkakala adalah tanda bagi penduduk kota agar waspada. Sebab, ancaman akan datang. Setelah tiupan sangkakala, Allah melanjutkan dengan seruan agar bangsa Yehuda menyelamatkan diri dari bahaya yang akan datang dari Utara. Malapetaka itu akan mendarat di tanah Yehuda. Tidak disebutkan secara pasti asal malapetaka tersebut. Mungkin saja Asyur, Mesir atau Babel. Namun, Yeremia melihat bangsa-bangsa itu sebagai alat yang dipakai Tuhan untuk menghukum umat-Nya.

Dahsyatnya malapetaka yang akan datang digambarkan laksana singa yang akan memangsa apa yang ada di hadapannya. Tanah akan menjadi tandus dan tidak layak untuk didiami. Umat akan berkabung atas malapetaka itu. Para pemimpin bangsa akan dibuat gentar dan kehilangan semangat. Menurut Yeremia, hari penghukuman itu akan segera datang dan semuanya disebabkan oleh tingkah laku Yehuda yang tidak setia.

Nubuatan penghukuman yang akan ditimpakan kepada Yehuda mengingatkan kita akan keadilan dan kemahakuasaan Allah. Manusia sering kali angkuh dan tidak mau melihat bahwa segenap tindakannya disertai konsekuensi tertentu, tidak terkecuali dosa-dosa yang sering dilakukan. Ingatlah hal itu dalam kehidupan dan tunduklah kepada Tuhan.

 

Menghargai Anugerah Allah

Yeremia 4:19-31

 

Yeremia adalah imam sekaligus nabi yang ditugaskan untuk menyampaikan berita penghakiman atas Yehuda, bangsa yang Yeremia kasihi. Perikop bacaan kita merupakan catatan pergumulan pribadi Yeremia ketika ia mendengar deru perang yang menjadi tanda bahwa nubuatan Tuhan yang disampaikannya akan mendekati waktu penggenapannya. Yeremia merasakan beban yang harus ditanggung oleh bangsanya dalam penghukuman atas dosa-dosa mereka, dan ia berharap mereka memerhatikan peringatan akan murka Allah yang nyata.

Keagungan dan kebesaran Allah adalah realitas yang perlu diperhatikan secara serius. Manusia dalam keberadaan mereka sering kali meletakkan diri sebagai pusat kehidupan. Dalam pemikiran itu, mereka meletakkan Allah Pencipta bukan sebagai yang utama. Inilah yang Yeremia coba ingatkan kepada bangsanya.

Yeremia merenungkan bagaimana manusia tidak memiliki kekuatan atas semesta. Alam semesta juga tidak mampu menolong manusia, apalagi menyelamatkan mereka. Kebebalan dan keangkuhan bangsa Yehuda akan menjadi beban tambahan dalam penghakiman yang akan mereka terima.

Akan tetapi, Yeremia juga merenungkan bagaimana belas kasih Allah tetap akan diberikan kepada umat-Nya. Kemurahan Allah dan kasih-Nya kepada ciptaan-Nya itulah yang membuat Allah memberikan jalan anugerah.

Sebagai Pencipta, Allah berhak melakukan segala hal yang menjadi wewenang-Nya. Walaupun demikian, Allah tidak berlaku sebagai diktator yang semena-mena. Allah memberikan kasih ketika umat-Nya berharap kepada-Nya.

Sebagai orang percaya sering kali kita tergoda untuk melihat tujuan akhir dari setiap pergumulan secepatnya, ketimbang setia menjalani proses. Perlu diingat, anugerah disediakan oleh Allah bukan untuk dipermainkan atau dijadikan alat untuk menyandera Allah. Sebaliknya, anugerah perlu dilihat sebagai karya kasih Allah untuk menjangkau umat-Nya yang setia, tetapi tidak berdaya.

 

Tidak Tahu Berterima Kasih

Yeremia 5:1-9

 

Allah Israel adalah Allah Yang Maha Pengampun. Kenyataan ini kita dapati sejak peristiwa kejatuhan manusia (lih. Kej 3). Namun, Allah juga mahaadil sekaligus mahakasih. Kedua sifat itu kita temukan dalam peristiwa penghakiman atas Sodom; Allah berdialog dengan Abraham tentang jumlah orang benar yang ada di sana.

 

Tuhan mengutus Yeremia untuk mencari satu orang benar di Yerusalem. Yeremia siap melakukannya, tetapi ia menghadapi kenyataan yang menggelisahkan hatinya. Dalam penilaian Allah, betapa manusia siap untuk bersumpah palsu dan tidak mau bertobat kepada-Nya.

Allah bermaksud mendidik umat-Nya. Kata perzinaan yang tertulis dalam nubuatan Yeremia menggambarkan pemberontakan manusia terhadap Allah. Sebab, hakikat penyembahan berhala adalah perzinaan terhadap Allah yang sejati. Perikop ini mengingatkan kita kepada keadilan Allah yang tidak pilih-pilih maupun berat sebelah. Allah memberikan penghakiman secara adil, masing-masing menurut sikap umat terhadap Allah.

Dunia saat ini bergulat dengan pertanyaan tentang kasih dan keadilan Allah. Di tengah hantaman pandemi, dunia menjadi tidak berdaya. Meskipun berhadapan dengan ketidakberdayaan, kita tidak boleh melupakan Allah. Sebab, Dia yang menciptakan dunia ini, Dia yang memelihara semesta, Dia juga yang mengenali setiap hati dan diri manusia.

Allah mencari pribadi-pribadi yang siap mengakui kebenaran-Nya dan melakukan keadilan menurut kriteria yang telah ditentukan-Nya. Inilah anugerah; sesungguhnya Allah berkenan memberikan kasih-Nya kepada kita meskipun kita tidak layak menerimanya. Hanya dengan menyadari kebesaran, kasih, dan keadilan Allah, orang percaya akan dapat memberi respons secara tepat.

Sebagai orang percaya kita diundang untuk merenungkan keagungan, kasih, dan keadilan Allah di dalam hidup kita supaya kita dapat mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah. Hidup yang melayani adalah buah dari rasa syukur kita kepada Allah.

 

Meremehkan Kuasa Allah

Yeremia 5:10-19

 

Allah menciptakan umat manusia supaya mereka memuliakan-Nya. Akan tetapi, keberadaan dosa mengakibatkan manusia mengeraskan hatinya dan menjauh dari kemuliaan Allah.

Sikap manusia yang menjauh itu terwujud dalam bentuk sikap meremehkan kuasa Allah. Realitas itulah yang menjadikan Allah berniat untuk menjatuhkan hukuman atas umat-Nya, supaya mereka belajar menghargai kuasa-Nya.

Allah berfirman bahwa Dia akan mendatangkan suatu bangsa dari jauh untuk menyerang kaum Israel. Namun, Allah tidak membiarkan kaum Israel habis lenyap. Nubuat tersebut menegaskan betapa Allah berkuasa, termasuk atas kekuatan-kekuatan jahat di dalam dunia ini.

Penghakiman dan hukuman yang akan diterima Israel dan Yehuda merupakan akibat dari ketidaksetiaan mereka terhadap Allah. Mereka memungkiri Allah, bahkan memilih untuk memperhambakan diri kepada allah asing. Karena mereka sudah menyembah allah asing, maka Allah membiarkan mereka diperbudak oleh bangsa asing.

Sebagai orang yang percaya kepada Allah, kita perlu mengakui bahwa tidak mudah bagi kita untuk memahami penghakiman Allah. Namun demikian, kalau kita merenungkan Allah Yang Mahaagung dan Yang Mahakuasa, maka tentu kita dapat memahami bahwa kemahakuasaan Allah tidak tersaingi. Kita dapat memahami bahwa tujuan penghakiman dan hukuman adalah untuk membawa kita kepada pertobatan.

Keselamatan yang diberikan Allah mengandung panggilan untuk berkomitmen hidup kudus dan benar di hadapan Allah yang sejati. Kekuasaan dan kebesaran Allah mengundang kita untuk menundukkan diri sepenuhnya di bawah kekudusan-Nya. Ketaatan kita kepada Allah sesuai dengan ketetapan-ketetapan yang telah ditentukan-Nya.

Sebagai orang-orang percaya yang mendengarkan suara panggilan pertobatan dari Allah, sudah semestinya kita hidup dalam ketaatan sepenuhnya kepada Allah dan firman-Nya.

 

Penjebak Sesama

Yeremia 5:20-31

 

Ketika kita masih kecil, kita pernah mendengar peringatan jangan bermain api. Peringatan diberikan karena dua maksud. Pertama, mengingatkan adanya bahaya di sekitar kita. Kedua, supaya kita berhati-hati ketika mencoba sesuatu yang belum pernah kita ketahui. Umat Allah, yakni Israel dan Yehuda, keduanya bersalah di hadapan Allah. Maka dari itu, Allah memberi peringatan kepada mereka bahwa mereka sedang mendatangkan malapetaka atas diri mereka sendiri.

Baik kerajaan Israel maupun kerajaan Yehuda melihat kemurahan Allah sebagai hal yang layak mereka terima. Itulah sebabnya, mereka memandang rendah kasih sayang dan pemeliharaan Allah yang dicurahkan-Nya atas mereka. Sampai-sampai Allah bertanya kepada mereka, "... kamu tidak gemetar terhadap Aku?". Kesalahan dan dosa mereka menghalangi dan menghambat hal-hal baik dari pada mereka. Keadaan itu diperburuk dengan beberapa orang yang sengaja memengaruhi banyak orang untuk berpaling dari Allah. Mereka sengaja membuat umat bergantung bukan pada Allah, melainkan pada mereka. Mereka bermain-main dengan hukum Allah dengan kekuasaan, kekayaan, dan kekuatan yang mereka miliki. Seperti sangkar menjadi penuh dengan burung-burung, demikianlah rumah mereka menjadi penuh dengan tipu. Itulah beberapa hal yang mendatangkan murka Allah atas keturunan Yakub; oleh karena itu, kengerian tidak dapat mereka hindari.

Kemahakuasaan Allah menegaskan tentang kuasa Allah atas waktu hidup kita. Tak seorang pun memiliki kuasa untuk menentukan akhir hidup orang lain, selain atas perkenanan Allah. Maka dari itu, ketika Allah memperingatkan keturunan Yakub akan waktu kesudahannya, Allah menekankan pada batasan yang mereka miliki dalam hidup.

Setiap waktu kehidupan adalah anugerah dan kesempatan yang diberikan oleh Allah, karena setiap waktu kehidupan akan sampai kepada akhirnya. Kebesaran Allah dinyatakan melalui karya yang diberikan dan kesempatan yang kita miliki dalam kehidupan ini. Sedikit pun jangan sia-siakan waktu dari Allah.

 

Rambu-rambu Kehidupan

Yeremia 6:1-21

 

Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Nasihat itu sering kali digunakan bilamana kita mengalami sesuatu yang pada awalnya terasa kurang menyenangkan, tetapi kemudian memberi kita satu pandangan kehidupan yang mencerahkan. Yeremia berjuang semaksimal mungkin memperingatkan bangsanya atas bahaya yang akan mereka hadapi. Yeremia melihat bahwa bahaya itu semakin dekat di depan mata.

Dengan susah payah Nabi Yeremia menyuarakan firman Tuhan akan penghakiman yang ada di depan mereka, yakni sebuah hajaran dari Allah untuk mendidik mereka. Berita penghiburan dan penguatan sudah diberikan beberapa kali, tetapi ditanggapi dengan sinis, bahkan serta-merta ditolak. Maka dari itu, Allah memandang perlu untuk menjatuhkan hukuman atas umat-Nya. Hukuman dijatuhkan sebagai satu pelajaran untuk mengingatkan mereka akan Allah. Hal itu dilakukan supaya mereka memandang serius ibadah yang bermakna di hadapan Allah. Selain itu, hukuman merupakan cara untuk menyaring mereka yang taat kepada Allah. Dengan demikian, penderitaan dan malapetaka bisa menjadi pelantang suara Allah untuk memanggil umat milik-Nya kembali kepada-Nya.

Nubuatan Nabi Yeremia mengajak umat untuk menghargai dan menerima didikan dari Tuhan. Secara tersirat, seperti orang tua yang sedang mendidik anak-anaknya. Makna teologis dari penghukuman dan pendisiplinan yang dialami oleh orang-orang percaya juga tidak terlepas dari gambaran relasi orang tua dengan anak-anak. Ada makna yang menekankan tentang relasi Allah sebagai Bapa dengan umat sebagai anak-anak-Nya.

Didikan yang diberikan Allah bertujuan untuk menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih melaluinya. Ada kasih dalam setiap pendisiplinan dari Allah. Ada anugerah yang senantiasa disiapkan dalam setiap perjalanan kehidupan. Semua itu dapat kita yakini karena Allah Alkitab adalah Allah yang kekal, yang hadir dalam setiap detik kehidupan umat-Nya.

 

Penguji Tungku Perapian

Yeremia 6:22-30

 

Alkitab diawali dengan pernyataan mengenai keberadaan Allah, sebagai Pencipta dari awal semua keberadaan yang ada. Pernyataan ini merupakan sebuah pengakuan iman yang merujuk bukan kepada kesewenang-wenangan Allah, melainkan justru kepada kelayakan Allah untuk disembah dan dipuja oleh umat-Nya.

Yeremia diangkat Allah menjadi penguji untuk menyelidiki dan menguji tingkah langkah umat Allah. Yeremia melihat bagaimana Allah sudah menjalankan keadilan dalam penghakiman-Nya. Yeremia menyuarakan gemuruh kedatangan bangsa yang akan datang dari tanah Utara dan keluh kesah bangsanya yang menjadi lesu tak berdaya. Mereka tidak berdaya karena mengenali bencana yang akan datang menimpa mereka. Dengan segenap tenaganya, Yeremia menyerukan suara pertobatan kepada bangsanya. Yeremia berharap bahwa Allah akan memerhatikan seruan mereka dan memberikan belas kasihan-Nya atas mereka.

Yeremia ibarat penguji tungku perapian, sedangkan umat ibarat logam yang diuji. Yeremia diajak untuk melihat hakikat keadilan Allah. Yeremia juga diajak untuk membandingkan keadilan Allah dengan terang kekudusan-Nya. Lebih jauh lagi, kekudusan keadilan Allah itu dibandingkan dengan respons umat terhadap firman Allah.

Allah menyatakan betapa umat yang dikasihi-Nya telah gagal mengikuti jalan-Nya yang tulus dan lurus, yaitu jalan yang telah ditetapkan-Nya. Alih-alih hidup kudus di jalan Allah, mereka justru menjadi pemfitnah dan tidak menghargai panggilan Allah. Tidak ada jalan lain, mereka perlu mengalami hukuman dari Allah. Sebab, Tuhan telah menolak mereka! Pernyataan tersebut menegaskan tentang batasan anugerah Allah yang masih memberikan ruang pertobatan bagi umat-Nya. Ketika batasan anugerah itu dilanggar, maka mereka akan berada dalam murka keadilan Allah.

Meskipun murka, Allah berkenan menebus dosa-dosa kita. Allah memanggil kita untuk hidup kudus dan memuliakan nama-Nya. Hidup melalui berbagai macam ujian.

 

Bertobatlah!

Yeremia 7:1-15

 

Satu di antara banyak kosa kata khas Kristen adalah bertobat. Kata ini diambil dari kata dalam bahasa Yunani metanoia, yang berarti berbalik. Ya, bertobat adalah berbalik 180 derajat.

Bacaan kita hari ini secara khusus mengajak kita untuk mengingat dan menjalankan pertobatan. Hal pertama yang sangat menarik dari setiap yang tak bersalah, dan tidak mengikuti allah lain. Allah meminta agar umat berbalik dari semua tingkah langkah dan perbuatan mereka yang seperti penyamun; kembali kepada Allah. Hanya ketika umat bersedia kembali, maka Allah bersedia untuk tetap tinggal di tengah umat dan berkenan untuk mereka temui. Tetapi bila umat tak proses pertobatan adalah bahwa bersedia bertobat, maka mereka kesempatan untuk bertobat itu selalu datang dari Allah. Dialah yang meminta umat untuk bertobat.

Apa hebatnya? Hebatnya adalah bahwa kesempatan itu menjadi penanda akan kasih Allah yang luar biasa. Bayangkan bila Allah tak pernah memberi umat-Nya kesempatan untuk bertobat. Bila kesempatan bertobat tak pernah diberikan, maka kita tak akan pernah merasakan kasih Allah yang luar biasa. Kita akan binasa, terputus dan hidup di luar kasih Allah.

Melalui Yeremia, Allah memberi kesempatan bertobat kepada umat-Nya. Umat diminta berlaku adil dengan tidak menindas orang asing, anak yatim dan janda, tidak menumpahkan darah orang yang tak bersalah, dan tidak mengikuti allah lain.

Allah meminta agar umat berbalik dari semua tingkah langkah dan perbuatan mereka yang seperti penyamun kembali kepada Allah. Hanya ketika umat bersedia kembali, maka Allah bersedia untuk tetap tinggal di tengah umat dan berkenan untuk mereka temui. Tetapi bila umat tak bersedia bertobat, maka mereka akan dibuang dari hadapan Allah.

Manusia memang tempatnya kesalahan. Oleh karena itu, setiap manusia selalu punya potensi untuk memberontak terhadap Allah. Namun, hal itu bukan alasan untuk hidup jauh dari Allah. Sebaliknya, justru karena sadar bahwa setiap manusia berpotensi untuk melakukan kesalahan, maka hidup dekat dengan Allah harus menjadi keniscayaan.

Hari ini kepada kita semua dibukakan lagi kesempatan untuk bertobat. Mari kita sadari apa saja dosa-dosa kita kepada Allah. Mari kita datang kepada-Nya, mengakui semua dosa itu, meminta pengampunan dan bertobat, agar Allah tetap bersama kita.

 

Amarah Allah

Yeremia 7:16-20

 

Allah marah! Mungkinkah? Bukankah Allah Mahakasih, Maha Pengampun, dan Mahabaik? Bagaimana mungkin Dia marah? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sah saja untuk diajukan. Faktanya, bacaan kita hari ini memang menunjukkan bahwa Allah marah. Bahkan amarah-Nya akan menyala-nyala dengan tidak padam-padam.

Fakta bahwa Allah marah ini menggentarkan sekaligus menenangkan. Menggentarkan karena semua makhluk akan terkena akibatnya. Pada saat yang sama juga menenangkan karena kita dapat memahami perasaan Allah. Ternyata Allah bisa murka. Hal itu baik. Itulah sebabnya, Yeremia juga dapat menerima kemarahan Allah ketika ia dilarang berdoa dan memohon bagi umat kepada Allah.

Allah marah sedemikian rupa karena sikap umat yang menyakiti hati Allah (18). Alih-alih memberi persembahan kepada Allah yang sudah memelihara hidup mereka selama ini, umat malah memberikan persembahan kepada ilah lain yang disebut ratu surga, yaitu ilah yang tidak mereka kenal. Secara sederhana, umat berselingkuh.

Secara manusiawi, kita dapat memahami kemarahan Allah tersebut. Kita juga dapat menariknya ke dalam kehidupan kita masing-masing. Adakah di antara kita yang tidak sakit hati, bila orang yang amat kita cintai berselingkuh terhadap kita? Bila hanya sekali mungkin kita masih dapat menerimanya kembali. Bagaimana bila terjadi berulang kali? Hal itulah yang dirasakan oleh Allah sehingga Dia menjadi sangat murka. Bahkan Dia sampai mengingatkan Yeremia agar tidak mendesak-Nya.

Bila hal itu terjadi dalam hidup kita saat ini, maka kemarahan Allah adalah akhir dari kehidupan. Tanpa Allah dalam hidup ini, apalah artinya? Saat ini, mari kita coba untuk memeriksa seluruh kehidupan kita. Hal apa sajakah dalam hidup ini yang telah menggeser Allah dari seluruh kehidupan kita? Apakah kita masih memberikan seluruh hidup ini sebagai persembahan yang kudus bagi Allah?

Periksalah hal-hal yang menjadi ratu surga dalam hidup kita! Jangan sampai Allah murka dan jangan biarkan amarah-Nya tidak padam!

 

Supaya Kamu Berbahagia!

Yeremia 7:21-28

 

Adakah orang yang tidak ingin bahagia? Pasti tidak ada, sebab semua orang ingin bahagia. Bahkan orang rela melakukan apa saja untuk mendapat kebahagiaan.

Kepada kita hari ini ditunjukkan satu cara yang amat sangat sederhana agar orang dapat bahagia. Akan tetapi, walau sangat sederhana, bukan berarti mudah untuk dilakukan. Cara berbahagia adalah dengan mendengar suara Allah dan mengikuti jalan-Nya.

Ketika umat diminta untuk mendengar, umat juga diminta untuk taat. Ketaatan itu ditunjukkan melalui kesediaan untuk melakukan apa yang diperintahkan Allah. Dengan sangat jelas Allah mengatakan melalui Yeremia bahwa umat tidak mau mendengar dan memberi perhatian. Sebaliknya, mereka malah mengikuti berbagai rancangan dan kedegilan hati yang jahat.

Mengapa untuk melakukan hal yang sederhana saja orang sering mengalami kesulitan? Sebab hal yang sederhana itu membutuhkan kesediaan dan ketaatan kepada Allah. Taat berarti bersedia menjalani setiap perintah yang diberikan, sepenuhnya tunduk kepada Allah.

Mengenai tunduk dan taat, umat Yehuda pada waktu itu belum bisa melakukannya. Mereka dikenal sebagai bangsa yang tegar tengkuk. Mereka tidak mau mendengar setiap perintah Allah yang disampaikan melalui para nabi-Nya. Mereka adalah bangsa yang tidak mau mendengarkan suara Tuhan, bahkan walau sudah berulang kali diingatkan melalui para nabi.

Bisa jadi umat pada masa kini juga seperti Yehuda, belum bisa taat. Ketidaktaatan adalah tanda umat yang tak mau mendengar Allah. Umat mengabaikan Allah. Bila umat sudah abai terhadap Allah, hal itu berarti mereka akan jauh dari kebahagiaan.

Bahagia bukan disebabkan oleh kesehatan, banyaknya materi, kawan, atau hidup tanpa masalah. Bahagia adalah ketika orang bersedia mendengar dan melakukan apa yang diperintahkan Allah. Dengan mendengar dan melakukan perintah Allah, orang akan menjadi bahagia, apa pun situasi dan kondisinya. Sederhana bukan?

 

Hindari Neraka

Yeremia 7:29-8:3

 

Andi Meriem Matalata pernah memopulerkan sebuah lagu yang berjudul "Lenggak Lenggok Jakarta". Satu bagian dari lagu itu mengatakan bahwa di Jakarta orang dapat menemukan bukan hanya surga dunia, tetapi juga neraka dunia.

Gambaran tentang surga dan neraka memang sangat dekat dan akrab dalam hidup kita. Namun, lazimnya gambaran tersebut menunjuk kepada tempat yang adanya di luar sana, bukan di dalam dunia.

Menarik sekali, bacaan kita pada hari ini menunjukkan gambaran tentang neraka yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Kisah itu terjadi dalam kehidupan bangsa Yehuda pada masa lalu. Dalam pemberontakannya terhadap Allah, Yehuda mendirikan bukit pengurbanan yang diberi nama Tofet di Lembah Ben Hinom. Di sana orang membakar anak-anak mereka, laki-laki dan perempuan. Bukankah itu menggambarkan neraka?

Bukan hanya membakar anak-anak, mereka juga menajiskan Bait Allah dengan meletakkan patung ilah lain di dalamnya. Ini pemberontakan yang tak dapat ditolerir. Sebab, apa yang mereka kerjakan bukan perintah Allah, bahkan itu tak pernah ada dalam hati Allah. Atas tindakan mereka, Allah menjatuhkan hukuman yang sangat berat. Bagi mereka, tak ada tempat untuk menguburkan mayat, mayat mereka akan jadi makanan burung, tak ada sukacita, tulang nenek moyang akan dikeluarkan dari dalam kubur menjadi pupuk dan tak ada harapan. Hukuman itu sangat berat.

Neraka, ternyata dapat dialami dalam kehidupan manusia sekarang, di bumi ini. Tak perlu menunggu nanti bila orang sudah mati. Siapa yang menciptakan neraka? Tak lain dan tak bukan adalah manusia itu sendiri ketika mereka memberontak terhadap Allah.

Hari ini kita diingatkan lagi, apakah kita sudah menjadi orang-orang yang hidup taat kepada Allah atau justru menjadi orang-orang yang memberontak kepada Allah? Apabila kita memberontak terhadap Allah, maka sejatinya kita sudah hidup di dalam neraka. Bertobatlah, kembali kepada Allah agar kita tidak menjalani kehidupan di dalam neraka!

 

Palsu

Yeremia 8:4-17

 

Terhadap diri sendiri setiap orang selalu menginginkan semua yang asli. Persoalannya, untuk mendapatkan yang asli dibutuhkan usaha dan biaya yang mahal. Sedikit saja orang yang bersedia melakukan usaha yang sungguh-sungguh serta mengeluarkan biaya mahal untuk mendapatkan yang asli.

Celakanya, ada saja pihak-pihak yang melihat, memanfaatkan, dan mengambil keuntungan dari mereka yang ingin memiliki semua tanpa usaha dan biaya. Lalu, muncullah berbagai produk palsu, tak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga non materi. Lebih celaka lagi, ternyata peminatnya sangat banyak.

Pola seperti itu sudah terjadi sejak zaman dahulu. Bacaan kita saat ini mencatat bahwa kepalsuan bukanlah hal yang aneh dan asing. Yehuda enggan untuk kembali kepada yang benar, mereka semua berpegang pada tipu, tidak jujur, tidak merasa malu, dan menuduh Allah melakukan kejahatan. Dengan semua daftar kejahatan itu, maka tak ada pilihan lain kecuali mengatakan bahwa Yehuda memang hidup dalam kepalsuan. Hidup di luar Allah tidak ada kebenaran. Tanpa kebenaran, yang ada hanya kepalsuan.

Mungkin ada di antara kita yang pernah mengalami dicibir orang lain karena kita menggunakan barang palsu. Atau sebaliknya, mencibir orang lain yang menggunakan barang palsu. Untuk barang yang palsu, orang sulit menerima. Bagaimana bila menyangkut ibadah yang palsu, apakah Allah menerima?

Secara fisik orang masih melakukan semua ritual keagamaan. Pergi ke rumah ibadah, berdoa, dan membaca Kitab Suci. Namun, itu semua sekadar pencitraan untuk menipu orang lain agar kelihatan baik dan bagus. Bila ibadah yang kita lakukan ternyata palsu, maka Allah bukan saja akan menolak, tetapi juga memberi hukuman.

Bukan berarti orang tak boleh pergi ke rumah ibadah, tak boleh berdoa, dan tak boleh baca Kitab Suci. Boleh, bahkan harus! Namun, lakukanlah semua itu dengan kesungguhan! Lakukan semua itu karena kita bersyukur kepada Allah, bukan demi kepalsuan diri!

 

Tak Menyerah

Yeremia 8:18-9:11

 

Slogan dari pemadam kebakaran di Indonesia adalah "pantang pulang sebelum padam!" Slogan itu jelas menyatakan sikap pantang menyerah. Suatu sikap yang sangat terpuji.

Dalam kehidupan nyata, kita mungkin pernah diberi semangat oleh orang lain atau memberi semangat kepada orang lain agar tak menyerah. Pernahkah kita mengalami situasi yang tak lagi dapat kita tanggung? Pernahkah kita menyerah? Bila pernah, ya tak mengapa. Itu manusiawi.

Namun, pernahkah kita membayangkan, apa jadinya bila Allah menyerah terhadap pemberontakan yang terus-menerus dilakukan oleh umat-Nya? Pemberontakan Yehuda pada waktu itu sudah amat besar dan berat. Bahkan balsam Gilead yang sangat ampuh untuk menyembuhkan luka pun tak mempan lagi.

Yeremia sangat sedih karena dosa-dosa yang dilakukan oleh bangsanya. Oleh karena banyaknya dosa bangsa Yehuda, Yeremia menjadi sakit hati dan berkabung. Ia amat berduka. Berulang kali Yeremia menyerukan bahwa Allah amat mencintai umat-Nya. Ketika umat berpaling menyembah allah lain, hal itu menimbulkan sakit hati bagi Allah. Berulang kali Allah meminta agar umat kembali kepada-Nya. Namun, mereka tak mau kembali. Mereka enggan mengenal Tuhan lagi. Oleh karena mereka tidak jera, maka Allah tidak segan untuk memberi hukuman, bahkan membalas dendam kepada bangsa yang menyembah allah lain.

Akan tetapi, kasih Allah sungguh luar biasa. Dia tetap memberi kesempatan umat untuk berbalik kepada-Nya. Dia mau melebur dan menguji umat-Nya, supaya mereka tidak mengalami kehancuran.

Allah tak menyerah! Hal itu bukan berarti bahwa umat bisa terus-menerus hidup seenaknya sendiri. Umat tetap harus menjalani kehidupan sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah. Bila Allah tak menyerah, maka itu adalah kesempatan untuk terus memperbaiki diri agar semakin berkenan di hadapan Allah. Sikap tak menyerah untuk terus hidup sesuai kehendak Allah harus jadi sikap utama.

 

Peringatan supaya Mengenal Tuhan

Yeremia 9:12-26

 

Nabi Yeremia mengajak pendengarnya untuk membayangkan kehancuran Yerusalem di masa depan. Ia kemudian mengajukan pertanyaan reflektif seolah-olah hal itu telah terjadi, "Apakah sebabnya negeri ini binasa, tandus seperti padang gurun?"

Penyebab utamanya, karena bangsa Yehuda meninggalkan Tuhan. Mereka meninggalkan Taurat sekaligus Pribadi-Nya. Dosa itu telah dilakukan selama beberapa generasi. Murka-Nya sekarang dilampiaskan kepada mereka.

Nabi Yeremia menyampaikan bahwa penghukuman Allah akan terjadi dalam dua cara. Pertama, penduduk Yerusalem akan diserang oleh bangsa asing dan banyak yang mati terbunuh. Kedua, yang tersisa akan dibawa keluar sebagai tawanan atau pengungsi. Ngeri benar penghakiman Allah.

Sesungguhnya, hal itu tidak mengherankan. Ratusan tahun sebelumnya, Tuhan telah memperingatkan bangsa itu melalui Musa dalam Ulangan 29:18 dan Imamat 26:33. Andai saja mereka mengindahkan peringatan-peringatan itu.

Demi mendorong pertobatan penduduk Yerusalem, Tuhan menyampaikan sebuah sindiran. Dia menyuruh kaum ibu untuk mulai mengajarkan cara meratap kepada anak-anak perempuan. Sebab, jumlah kematian yang akan terjadi begitu besar sehingga para peratap bayaran tidak cukup melayani semua keluarga yang berduka.

Namun, dalam belas kasihan-Nya, Tuhan juga menawarkan jalan keluar. Semua malapetaka itu masih bisa dihindari, jikalau mereka mau belajar mengenal Tuhan. Dia ingin agar umat-Nya belajar menunjukkan kasih setia, keadilan, dan kebenaran kepada sesama sebab Dia menyukai semua itu.

Peringatan ini sangat relevan bagi kita, umat yang hidup pada masa kini. Alkitab mengatakan, menjelang akhir zaman ada banyak malapetaka besar yang akan terjadi. Celakalah mereka yang meninggalkan Tuhan! Maka, hendaklah kita bertobat dari sekarang! Marilah kita belajar menunjukkan kasih setia, keadilan, dan kebenaran kepada sesama! Itulah yang disukai Tuhan.

 

Pilih Asli atau Palsu?

Yeremia 10:1-16

 

Seorang teman mantan teller sebuah bank terkenal menceritakan pengalamannya mengikuti pelatihan mengenali uang palsu. Selama tiga hari mereka hanya mempelajari karakteristik uang asli, bukan yang palsu. Filosofinya, jika terbiasa mengenali yang asli, maka semua ketidaksesuaian dengan yang asli pastilah palsu. Agaknya, prinsip mengenali yang asli diabaikan oleh umat Allah pada zaman Yeremia. Selama ratusan tahun, bangsa Yehuda terjebak pada allah dan ibadah yang palsu.

Tuhan, Yahwe, adalah Allah yang sejati. Karakteristik-Nya jelas. Dia hidup dan kekal, dapat berbicara, mahabijaksana. Murka-Nya menggentarkan umat manusia. Ia menciptakan langit dan bumi serta mengatur segala cuaca. Sebaliknya, semua berhala yang tidak memiliki karakteristik Allah adalah allah palsu. Berhala-berhala yang disembah Yehuda pada dasarnya benda mati. Tidak ada nyawa di dalamnya. Mereka terbuat dari kayu yang dipahat, dicat dan dihias dengan emas atau perak, lalu dikenakan pakaian. Berhala-berhala itu tidak dapat menciptakan apa pun. Hanya orang bodoh yang beribadah kepada allah palsu. Tindakan itu adalah perbuatan sia-sia.

Apa akibatnya jika orang menggunakan uang palsu? Ia mengalami kerugian, sebab uang palsu tidak diterima masyarakat dan ia bisa dihukum penjara. Namun, bila seseorang menyembah allah palsu, kerugiannya adalah kebinasaan. Dirinya mendapat hukuman kekal dari Allah sejati.

Saat ini orang-orang Kristen mungkin tidak lagi menyembah patung dari kayu atau batu. Akan tetapi, banyak orang tanpa sadar menyembah berhala-berhala modern, yaitu uang, jabatan, kekuasaan, popularitas, penampilan fisik, pencapaian atau prestasi, kesuksesan, status sosial, game-online, hobi, bakat, dan lain-lain. Berbagai hal itu pun dibenci Tuhan.

Segala yang baik bisa menjadi berhala bila kita jadikan sebagai yang utama. Berhati-hatilah agar kita tidak mengganti fokus kepada Allah dengan hal-hal yang fana! Tuhan itu Allah yang cemburu.

 

Dihukum Bukan untuk Dibinasakan

Yeremia 10:17-25

 

Kita sering mendengar, Tuhan itu panjang sabar. Namun, kita mungkin kurang menyadari, itu berarti kesabaran-Nya ada batasnya.

Setelah ratusan tahun menantikan pertobatan Yehuda, Tuhan memutuskan menghukum mereka. Penduduk Yerusalem akan dibuang ke negeri yang asing. Hal itu akan terjadi begitu cepat, seolah-olah mereka terlempar keluar dari kotanya. Sang nabi dan Allah pada dasarnya tidak membenci mereka. Ia justru berempati terhadap penderitaan yang akan mereka alami. Ia dapat merasakan kehilangan mereka atas rumah dan keluarga. Namun, Allah menghajar mereka supaya bertobat. Dari sudut pandang Yeremia, para pemimpinlah yang pertama-tama harus bertobat. Mereka paling bertanggung jawab atas semua malapetaka itu.

Kalangan bangsawan dan imam telah lama meninggalkan Tuhan. Akibatnya, seluruh rakyat menanggung hukuman Allah. Dalam sejarah Yehuda, faktor pemimpin besar pengaruhnya atas nasib bangsa. Bila rajanya mencintai Tuhan, negeri itu diberkati. Bila rajanya jahat, negeri itu mendapat kutuk. Tentu, kita tidak mengatakan bahwa keselamatan umat ditentukan oleh kesalehan pemimpinnya. Akan tetapi, Allah berkenan mengalirkan anugerah-Nya melalui para pemimpin bangsa. Kejahatan para pemimpin dan seluruh bangsa Yehuda begitu besar, sehingga Allah tidak mengampuni mereka. Namun, Yeremia berdoa agar hukuman Allah tidak sampai membinasakan mereka. Itulah juga rencana Allah. Ia menghukum Yehuda, tetapi tidak memunahkan mereka. Sisa bangsa itu akan tetap lestari.

Kita teringat, di tempat lain Allah berfirman "Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu ... supaya ia hidup" (lih. Yeh 33:11). Itulah belas kasihan-Nya kepada manusia berdosa.

Marilah hari ini kita memeriksa kembali hidup kita! Jika kita bersalah kepada Allah, dan kepada sesama, mintalah pengampunan dari-Nya! Bertobatlah segera! Mengapa harus binasa jikalau masih ada waktu untuk bertobat?

Posting Komentar untuk "Ke Mana pun Kau utus, Kami Pergi Yeremia Pasal 1-10 - Renungan Harian Tahun 2024"