Ke Mana pun Kau utus, Kami Pergi Yeremia Pasal 1-10 - Renungan Harian Tahun 2024
Ke Mana pun Kauutus, Kami
Pergi
Yeremia 1:1-19
Nabi-nabi dalam tradisi
Perjanjian Lama dikenal fasih, berani, dan tegas dalam menyampaikan pesan Allah
kepada umat Israel, baik itu teguran, penguatan, maupun penghukuman Allah
kepada umat-Nya. Ada proses serta perjuangan yang harus mereka jalani untuk
menjadi nabi Allah. Mereka menyediakan diri dibentuk Allah. Nabi Yeremia adalah
salah satu nabi yang bergulat dalam proses tersebut.
Pada saat Nabi Yeremia
berkarya, kerajaan Yehuda yang kecil terjebak di tengah-tengah persaingan
kerajaan-kerajaan besar yang berusaha menancapkan kekuasaan di kawasan itu.
Dalam gejolak itu, Yeremia menjalankan perannya. Ia berkarya selama
pemerintahan lima raja terakhir kerajaan Yehuda.
Tugas berat tersebut diterima
oleh Yeremia dalam usia yang cukup muda. Para penafsir Alkitab memperkirakan
bahwa usianya tidak lebih dari 20 tahun. Pantas saja bila pada mulanya Yeremia
merasa belum pantas dan kurang cakap. Sebab, ia masih muda dan tidak pandai
berbicara. Keberatan Yeremia tersebut dijawab oleh Tuhan dengan begitu
mendalam. Tuhan menegaskan, Ia telah mengenal Yeremia sejak Yeremia berada
dalam kandungan. Tuhan yang membentuk dan menetapkan tugas serta panggilan
Yeremia sebagai nabi bagi bangsa-bangsa. Ada rencana Allah atas Yeremia dan
juga bagi setiap manusia ciptaan Allah.
Tuhan hendak mengutus Yeremia
kepada umat-Nya. Dia menghendaki umat-Nya taat dan berserah penuh atas tugas
serta panggilan yang telah ditetapkan-Nya. Yeremia yang pada mulanya mengelak
panggilan tersebut justru diperlengkapi oleh Allah. Tuhan sendiri langsung
menjamah Yeremia.
Kisah pemanggilan Yeremia
mengajarkan kepada kita bahwa Allah memiliki rancangan serta panggilan yang
unik bagi setiap manusia. Kita diciptakan Tuhan untuk memenuhi tugas tersebut.
Mari kita memproses diri agar kita layak untuk dipakai-Nya. Di balik
kekurangan-kekurangan yang ada pada kita, Allah memperlengkapi kita agar dapat
melaksanakan tugas dan perutusan-Nya di dunia ini. Jadi, jangan khawatir.
Mengejar Kesia-siaan
Yeremia 2:1-19
Pengembaraan bangsa Israel di
padang gurun menjadi dasar dari kehidupan iman dan berbangsa orang-orang Israel
dan Yehuda. Allah sendirilah yang menuntun mereka keluar dari tanah Mesir
menuju ke tanah yang dijanjikan-Nya kepada mereka. Perjalanan yang mereka
tempuh tidaklah selalu mulus. Namun, Tuhan senantiasa beserta mereka. Proses
tersebut semakin meneguhkan perjanjian antara Allah dan umat-Nya, antara
pencipta dengan ciptaan.
Dalam sejarahnya, ternyata
Yehuda tidak bisa selalu mengingat dan bersyukur akan karya penyertaan Allah.
Mereka sering kali berpaling dari Allah dan malah melakukan perbuatan yang
tidak dikehendaki Allah. Betapa Allah marah dan sedih atas sikap mereka. Allah
menggugat Yehuda karena mereka tidak setia kepada-Nya. Seharusnya, hubungan
antara Allah dan Yehuda berada dalam hubungan yang dekat dan hangat. Hubungan
tersebut digambarkan seperti relasi suami istri. Allah adalah Sang Pengantin
Pria, sementara penduduk Yerusalem adalah pengantin wanita. Namun, kesia-siaan.
Sesungguhnya, tindakan yang
dilakukan oleh Yehuda merupakan kebodohan dan kesia-siaan belaka. Mereka
meninggalkan Allah yang jelas-jelas telah membuktikan Diri di sepanjang sejarah
sebagai satu-satunya Penolong dan Juru Selamat mereka. Dalam sebuah metafora,
tingkah laku Yehuda itu bisa digambarkan sebagai tindakan meninggalkan sumber
air hidup dan menggali kolam sendiri, tetapi kolam itu bocor dan tak bisa
menahan air.
Melihat teguran Allah yang
dialamatkan kepada Yehuda, kita pun dapat merefleksikannya dalam hidup kita.
Allah selalu menyertai kita dalam pengembaraan kehidupan di dunia ini. Namun,
sering kali kita bersikap seperti Yehuda, mengandalkan hikmat dan kemampuan
sendiri untuk menyelesaikan sesuatu, dan meninggalkan Allah. Sedikit saja
terjadi pergumulan, kesetiaan kita kepada Allah pun berubah. Mari kita berbalik
kepada-Nya, karena Dialah satu-satunya sumber hidup dan pertolongan kita.
Pilihan yang Berkenan
Yeremia 2:20-37
Hidup ini penuh dengan
rangkaian pilihan yang membawa konsekuensi masing-masing. Dalam pilihan
tersebut, manusia diundang untuk menyelaraskannya dengan kehendak dan ketetapan
Allah. Setelah sekian lama Allah memelihara bangsa Israel, masih saja bangsa
itu mengkhianati kasih Allah. Dalam bahasa sindiran, Yeremia menyampaikan
firman Tuhan sebagai respons atas sikap dan pilihan hidup Yehuda yang tidak
setia dan menduakan Allah.
Allah telah melepaskan kuk
dari Yehuda, metafora itu menggambarkan pembebasan leluhur mereka dari Mesir.
Dalam tuntunan terang kasih Allah, leluhur mereka telah menjadi bangsa yang
bebas dan belajar untuk mengatur hidupnya sendiri. Namun, mereka
menyalahartikan kebebasan itu. Mereka menolak tunduk kepada Allah dan segala
ketetapan-Nya. Mereka berkubang dalam dosa. Sampai Yehuda disebut bersundal.
Sebagai mempelai perempuan, Yehuda menunjukkan sikap tidak setia.
Yehuda memilih untuk berpaling
kepada ilah-ilah lain. Mereka menyembah benda-benda mati. Para pemuka Yehuda
memosisikan benda-benda itu sebagai ilah. Yeremia menyindir para pemimpin
Yehuda yang mengakui kayu sebagai bapa dan batu sebagai ibu mereka. Kemudian,
dalam perjalanan sejarahnya, pilihan Yehuda terbukti salah. Yehuda justru
mengalami penderitaan dan penindasan. Terbukti bahwa ilah-ilah tempat mereka
berpaling tak dapat menyelamatkan mereka.
Allah menunjukkan bahwa
ketidaksetiaan Yehuda adalah sebuah fakta dalam sejarah. Berulang kali mereka
tidak setia. Para nabi senantiasa mengingatkan Yehuda, namun teguran tersebut
ditanggapi dengan tidak serius. Mereka mengelak dan menyatakan diri tidak
bersalah. Terhadap segala kejahatan tersebut, Allah akan menyatakan
keadilan-Nya. Setiap pilihan pasti mendatangkan konsekuensi.
Teguran bagi kita saat ini:
jalan hidup seperti apakah yang hendak kita pilih? Apakah kehidupan yang
senantiasa memuliakan Allah sebagai Sang Sumber Kehidupan dan Pembebas, atau
justru sebaliknya?
Dengarlah Seruan Pertobatan
Yeremia 3:1-13
Kerajaan Israel setelah
pemerintahan Salomo mengalami perpecahan. Kerajaan Israel di Utara, dan
kerajaan Yehuda di Selatan. Dalam banyak hal dua kerajaan itu amatlah berbeda.
Namun, dalam hal ketidaksetiaan kepada Allah, keduanya sama-sama tidak setia.
Yeremia 3:1-13 adalah bukti dari ketidaksetiaan mereka. Allah menunjukkan
kegeraman dan keadilan-Nya. Akan tetapi, di balik itu semua ada pengampunan
bagi mereka. Pengampunan itu menjadi titik balik dan berita yang melegakan.
Penggambaran relasi antara
Allah dengan umat-Nya yang bagaikan relasi suami dan istri muncul kembali dalam
Yeremia. Ketidaksetiaan umat-Nya digambarkan seperti seorang perempuan yang
menggadaikan tubuhnya kepada orang-orang asing yang ditemui. Metafora tersebut
untuk menggambarkan umat-Nya yang terlalu mudah menyerahkan diri kepada
ilah-ilah asing di mana saja mereka berada. Allah menggambarkan tindakan tersebut
sebagai perbuatan zina yang mencemarkan bangsa itu. Penderitaan dan
kesengsaraan yang mereka alami adalah alam dan lingkungan sekitar Yehuda juga
terkena dampak ulah mereka.
Kerajaan Israel terlebih
dahulu menerima akibat dari ketidaksetiaan mereka. Allah
"menceraikan" Israel dari ikatan perjanjian. Secara historis,
kerajaan Israel lebih dahulu dikalahkan oleh kerajaan Asyur. Sepuluh suku yang
mendiami kerajaan itu dibuang dan diasingkan. Kemudian hari dikenal dengan
istilah sepuluh suku yang hilang. Yehuda tidak belajar dari kesalahan
saudaranya di Utara. Mereka menyembah ilah-ilah lain. Yeremia menyebutkan
mereka menyembah kayu dan batu.
Di balik ketidaksetiaan Israel
dan Yehuda, Allah senantiasa memberi mereka kesempatan untuk bertobat. Seruan
pertobatan dari Allah terus digaungkan kepada Israel. Kembalilah dan Allah
tidak akan murka. Demikianlah kasih Allah kepada umat-Nya.
Seruan pertobatan yang sama
digaungkan kepada kita saat ini. Dengarkanlah dan bertobatlah dari segala dosa
kita.
Kembalilah kepada Allah
Yeremia 3:14-4:4
Banyak hasil penelitian
mengatakan bahwa ikatan cinta kasih antara anak dan orang tua adalah bentuk
ikatan yang teramat kuat. Lantas, bagaimana jika kita dengar dalam Kitab Suci
bahwa sesungguhnya Allah juga memosisikan manusia sebagai anak-Nya?
Dapat kita bayangkan sebuah
relasi yang dekat antara Allah sebagai Bapa dan kita sebagai anak-anak-Nya.
Sayang, manusia sering kali memosisikan dirinya sebagai anak yang tidak tahu
berterima kasih, bahkan berpaling dari Sang Bapa. Lantas, bagaimana sikap Sang
Bapa menanggapi pemberontakan anak-anak-Nya?
Melalui nubuatan Nabi Yeremia
kita melihat kegeraman Allah atas ketidaksetiaan manusia. Ketidaksetiaan itu
digambarkan layaknya istri yang tidak setia atau anak yang memberontak.
Konsekuensi atas perbuatan tersebut adalah penghukuman Allah. Namun, di balik
itu semua ada kemurahan hati Allah yang membangkitkan kehidupan.
Allah menampilkan kemurahan
hati-Nya. Dia menyampaikan kerinduan-Nya agar anak-anak-Nya kembali setia. Allah
memanggil umat Israel dengan panggilan anak-anak murtad, istilah murtad merujuk
kepada seseorang yang berbelok arah dari jalan yang seharusnya. Mereka akan
dikembalikan ke Sion untuk membangun kembali kehidupan di tanah yang telah
dijanjikan Allah. Artinya, Allah menjanjikan pemulihan asalkan mereka bersedia
bertobat dan kembali kepada-Nya.
Proses pertobatan membutuhkan
kerja keras dan komitmen. Allah menginginkan umat Israel sungguh-sungguh serius
meninggalkan cara hidup mereka yang lama. Bukit-bukit pengurbanan tempat mereka
menyembah Baal adalah kesia-siaan. Hanya Allah sumber keselamatan, bukan yang
lain. Dalam Tuhan ada pembaruan kehidupan. Hidup baru mendatangkan berkat bagi
orang di sekitar kita.
Panggilan pembaruan kehidupan
dari Allah juga menyapa kita semua. Dia senantiasa mengetuk hati kita
masing-masing, bahkan dengan kesabaran yang panjang, agar kita kembali
kepada-Nya. Bertobatlah dan perbaruilah hidup kita di dalam-Nya.
Konsekuensi Tindakan
Yeremia 4:5-18
Malapetaka akan menghampiri
Yehuda. Serangan musuh dari Utara akan semakin mendekat. Persoalan bangsa
Yehuda pada saat itu tidak terlepas dari keberadaan mereka di hadapan Tuhan.
Tidak seperti dunia sekuler saat ini yang memisahkan unsur-unsur kehidupan
bangsa dengan keberadaan Tuhan; Yehuda menganggap bahwa segala sesuatu terjadi
berkenaan dengan relasi mereka dengan Allah. Dalam malapetaka yang semakin
mendekat, kerajaan Yehuda diundang untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Kemungkinan, itu semua terjadi karena pemberontakan dan ketidaksetiaan mereka.
Seruan Allah melalui Yeremia membenarkan dugaan tersebut.
Nubuatan Yeremia dimulai
dengan ungkapan meniup sangkakala.
Simbol itu sangat dipahami oleh bangsa Yehuda saat itu. Sangkakala adalah tanda
bagi penduduk kota agar waspada. Sebab, ancaman akan datang. Setelah tiupan
sangkakala, Allah melanjutkan dengan seruan agar bangsa Yehuda menyelamatkan
diri dari bahaya yang akan datang dari Utara. Malapetaka itu akan mendarat di
tanah Yehuda. Tidak disebutkan secara pasti asal malapetaka tersebut. Mungkin
saja Asyur, Mesir atau Babel. Namun, Yeremia melihat bangsa-bangsa itu sebagai
alat yang dipakai Tuhan untuk menghukum umat-Nya.
Dahsyatnya malapetaka yang
akan datang digambarkan laksana singa yang akan memangsa apa yang ada di
hadapannya. Tanah
akan menjadi tandus dan tidak layak untuk didiami. Umat akan berkabung atas
malapetaka itu. Para pemimpin bangsa akan dibuat gentar dan kehilangan
semangat. Menurut Yeremia, hari penghukuman itu akan segera datang dan semuanya
disebabkan oleh tingkah laku Yehuda yang tidak setia.
Nubuatan penghukuman yang akan
ditimpakan kepada Yehuda mengingatkan kita akan keadilan dan kemahakuasaan
Allah. Manusia sering kali angkuh dan tidak mau melihat bahwa segenap
tindakannya disertai konsekuensi tertentu, tidak terkecuali dosa-dosa yang
sering dilakukan. Ingatlah hal itu dalam kehidupan dan tunduklah kepada Tuhan.
Menghargai Anugerah Allah
Yeremia 4:19-31
Yeremia adalah imam sekaligus
nabi yang ditugaskan untuk menyampaikan berita penghakiman atas Yehuda, bangsa
yang Yeremia kasihi. Perikop bacaan kita merupakan catatan pergumulan pribadi
Yeremia ketika ia mendengar deru perang yang menjadi tanda bahwa nubuatan Tuhan
yang disampaikannya akan mendekati waktu penggenapannya. Yeremia merasakan beban yang harus
ditanggung oleh bangsanya dalam penghukuman atas dosa-dosa mereka, dan ia
berharap mereka memerhatikan peringatan akan murka Allah yang nyata.
Keagungan dan kebesaran Allah
adalah realitas yang perlu diperhatikan secara serius. Manusia dalam keberadaan
mereka sering kali meletakkan diri sebagai pusat kehidupan. Dalam pemikiran
itu, mereka meletakkan Allah Pencipta bukan sebagai yang utama. Inilah yang
Yeremia coba ingatkan kepada bangsanya.
Yeremia merenungkan bagaimana
manusia tidak memiliki kekuatan atas semesta. Alam semesta juga tidak mampu
menolong manusia, apalagi menyelamatkan mereka. Kebebalan dan keangkuhan bangsa
Yehuda akan menjadi beban tambahan dalam penghakiman yang akan mereka terima.
Akan tetapi, Yeremia juga
merenungkan bagaimana belas kasih Allah tetap akan diberikan kepada umat-Nya.
Kemurahan Allah dan kasih-Nya kepada ciptaan-Nya itulah yang membuat Allah
memberikan jalan anugerah.
Sebagai Pencipta, Allah berhak
melakukan segala hal yang menjadi wewenang-Nya. Walaupun demikian, Allah tidak
berlaku sebagai diktator yang semena-mena. Allah memberikan kasih ketika
umat-Nya berharap kepada-Nya.
Sebagai orang percaya sering
kali kita tergoda untuk melihat tujuan akhir dari setiap pergumulan secepatnya,
ketimbang setia menjalani proses. Perlu diingat, anugerah disediakan oleh Allah
bukan untuk dipermainkan atau dijadikan alat untuk menyandera Allah.
Sebaliknya, anugerah perlu dilihat sebagai karya kasih Allah untuk menjangkau
umat-Nya yang setia, tetapi tidak berdaya.
Tidak Tahu Berterima Kasih
Yeremia 5:1-9
Allah Israel adalah Allah Yang
Maha Pengampun. Kenyataan ini kita dapati sejak peristiwa kejatuhan manusia
(lih. Kej 3). Namun, Allah juga mahaadil sekaligus mahakasih. Kedua sifat itu
kita temukan dalam peristiwa penghakiman atas Sodom; Allah berdialog dengan
Abraham tentang jumlah orang benar yang ada di sana.
Tuhan mengutus Yeremia untuk
mencari satu orang benar di Yerusalem. Yeremia siap melakukannya, tetapi ia
menghadapi kenyataan yang menggelisahkan hatinya. Dalam penilaian Allah, betapa
manusia siap untuk bersumpah palsu dan tidak mau bertobat kepada-Nya.
Allah bermaksud mendidik
umat-Nya. Kata perzinaan yang tertulis dalam nubuatan Yeremia menggambarkan
pemberontakan manusia terhadap Allah. Sebab, hakikat penyembahan berhala adalah
perzinaan terhadap Allah yang sejati. Perikop ini mengingatkan kita kepada
keadilan Allah yang tidak pilih-pilih maupun berat sebelah. Allah memberikan
penghakiman secara adil, masing-masing menurut sikap umat terhadap Allah.
Dunia saat ini bergulat dengan
pertanyaan tentang kasih dan keadilan Allah. Di tengah hantaman pandemi, dunia
menjadi tidak berdaya. Meskipun berhadapan dengan ketidakberdayaan, kita tidak
boleh melupakan Allah. Sebab, Dia yang menciptakan dunia ini, Dia yang
memelihara semesta, Dia juga yang mengenali setiap hati dan diri manusia.
Allah mencari pribadi-pribadi
yang siap mengakui kebenaran-Nya dan melakukan keadilan menurut kriteria yang
telah ditentukan-Nya. Inilah anugerah; sesungguhnya Allah berkenan memberikan
kasih-Nya kepada kita meskipun kita tidak layak menerimanya. Hanya dengan
menyadari kebesaran, kasih, dan keadilan Allah, orang percaya akan dapat
memberi respons secara tepat.
Sebagai orang percaya kita
diundang untuk merenungkan keagungan, kasih, dan keadilan Allah di dalam hidup
kita supaya kita dapat mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah. Hidup yang
melayani adalah buah dari rasa syukur kita kepada Allah.
Meremehkan Kuasa Allah
Yeremia 5:10-19
Allah menciptakan umat manusia
supaya mereka memuliakan-Nya. Akan
tetapi, keberadaan dosa mengakibatkan manusia mengeraskan hatinya dan menjauh
dari kemuliaan Allah.
Sikap manusia yang menjauh itu
terwujud dalam bentuk sikap meremehkan kuasa Allah. Realitas itulah yang
menjadikan Allah berniat untuk menjatuhkan hukuman atas umat-Nya, supaya mereka
belajar menghargai kuasa-Nya.
Allah berfirman bahwa Dia akan
mendatangkan suatu bangsa dari jauh untuk menyerang kaum Israel. Namun, Allah
tidak membiarkan kaum Israel habis lenyap. Nubuat tersebut menegaskan betapa Allah
berkuasa, termasuk atas kekuatan-kekuatan jahat di dalam dunia ini.
Penghakiman dan hukuman yang
akan diterima Israel dan Yehuda merupakan akibat dari ketidaksetiaan mereka
terhadap Allah. Mereka memungkiri Allah, bahkan memilih untuk memperhambakan
diri kepada allah asing.
Karena mereka sudah menyembah allah asing, maka Allah membiarkan mereka
diperbudak oleh bangsa asing.
Sebagai orang yang percaya
kepada Allah, kita perlu mengakui bahwa tidak mudah bagi kita untuk memahami
penghakiman Allah. Namun demikian, kalau kita merenungkan Allah Yang Mahaagung
dan Yang Mahakuasa, maka tentu kita dapat memahami bahwa kemahakuasaan Allah
tidak tersaingi. Kita dapat memahami bahwa
tujuan penghakiman dan hukuman adalah untuk membawa kita kepada pertobatan.
Keselamatan yang diberikan
Allah mengandung panggilan untuk berkomitmen hidup kudus dan benar di hadapan
Allah yang sejati. Kekuasaan dan kebesaran Allah mengundang kita untuk
menundukkan diri sepenuhnya di bawah kekudusan-Nya. Ketaatan kita kepada Allah
sesuai dengan ketetapan-ketetapan yang telah ditentukan-Nya.
Sebagai orang-orang percaya
yang mendengarkan suara panggilan pertobatan dari Allah, sudah semestinya kita
hidup dalam ketaatan sepenuhnya kepada Allah dan firman-Nya.
Penjebak Sesama
Yeremia 5:20-31
Ketika kita masih kecil, kita
pernah mendengar peringatan jangan bermain api. Peringatan diberikan karena dua
maksud. Pertama, mengingatkan adanya bahaya di sekitar kita. Kedua, supaya kita
berhati-hati ketika mencoba sesuatu yang belum pernah kita ketahui. Umat Allah,
yakni Israel dan Yehuda, keduanya bersalah di hadapan Allah. Maka dari itu,
Allah memberi peringatan kepada mereka bahwa mereka sedang mendatangkan
malapetaka atas diri mereka sendiri.
Baik kerajaan Israel maupun
kerajaan Yehuda melihat kemurahan Allah sebagai hal yang layak mereka terima.
Itulah sebabnya, mereka memandang rendah kasih sayang dan pemeliharaan Allah
yang dicurahkan-Nya atas mereka. Sampai-sampai Allah bertanya kepada mereka,
"... kamu tidak gemetar terhadap Aku?". Kesalahan dan dosa mereka
menghalangi dan menghambat hal-hal baik dari pada mereka. Keadaan itu
diperburuk dengan beberapa orang yang sengaja memengaruhi banyak orang untuk
berpaling dari Allah. Mereka sengaja membuat umat bergantung bukan pada Allah,
melainkan pada mereka. Mereka bermain-main dengan hukum Allah dengan kekuasaan,
kekayaan, dan kekuatan yang mereka miliki. Seperti sangkar menjadi penuh dengan
burung-burung, demikianlah rumah mereka menjadi penuh dengan tipu. Itulah
beberapa hal yang mendatangkan murka Allah atas keturunan Yakub; oleh karena
itu, kengerian tidak dapat mereka hindari.
Kemahakuasaan Allah menegaskan
tentang kuasa Allah atas waktu hidup kita. Tak seorang pun memiliki kuasa untuk
menentukan akhir hidup orang lain, selain atas perkenanan Allah. Maka dari itu,
ketika Allah memperingatkan keturunan Yakub akan waktu kesudahannya, Allah
menekankan pada batasan yang mereka miliki dalam hidup.
Setiap waktu kehidupan adalah
anugerah dan kesempatan yang diberikan oleh Allah, karena setiap waktu
kehidupan akan sampai kepada akhirnya. Kebesaran Allah dinyatakan melalui karya
yang diberikan dan kesempatan yang kita miliki dalam kehidupan ini. Sedikit pun
jangan sia-siakan waktu dari Allah.
Rambu-rambu Kehidupan
Yeremia 6:1-21
Lebih baik terlambat daripada
tidak sama sekali. Nasihat itu sering kali digunakan bilamana kita mengalami
sesuatu yang pada awalnya terasa kurang menyenangkan, tetapi kemudian memberi
kita satu pandangan kehidupan yang mencerahkan. Yeremia berjuang semaksimal
mungkin memperingatkan bangsanya atas bahaya yang akan mereka hadapi. Yeremia
melihat bahwa bahaya itu semakin dekat di depan mata.
Dengan susah payah Nabi
Yeremia menyuarakan firman Tuhan akan penghakiman yang ada di depan mereka,
yakni sebuah hajaran dari Allah untuk mendidik mereka. Berita penghiburan dan penguatan sudah
diberikan beberapa kali, tetapi ditanggapi dengan sinis, bahkan serta-merta
ditolak. Maka dari itu, Allah memandang perlu untuk menjatuhkan hukuman atas
umat-Nya. Hukuman dijatuhkan sebagai satu pelajaran untuk mengingatkan mereka
akan Allah. Hal
itu dilakukan supaya mereka memandang serius ibadah yang bermakna di hadapan
Allah. Selain itu, hukuman merupakan cara untuk menyaring mereka yang taat
kepada Allah. Dengan demikian, penderitaan dan malapetaka bisa menjadi
pelantang suara Allah untuk memanggil umat milik-Nya kembali kepada-Nya.
Nubuatan Nabi Yeremia mengajak
umat untuk menghargai dan menerima didikan dari Tuhan. Secara tersirat, seperti
orang tua yang sedang mendidik anak-anaknya. Makna teologis dari penghukuman
dan pendisiplinan yang dialami oleh orang-orang percaya juga tidak terlepas
dari gambaran relasi orang tua dengan anak-anak. Ada makna yang menekankan
tentang relasi Allah sebagai Bapa dengan umat sebagai anak-anak-Nya.
Didikan yang diberikan Allah
bertujuan untuk menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka
yang dilatih melaluinya. Ada kasih dalam setiap pendisiplinan dari Allah. Ada
anugerah yang senantiasa disiapkan dalam setiap perjalanan kehidupan. Semua itu
dapat kita yakini karena Allah Alkitab adalah Allah yang kekal, yang hadir
dalam setiap detik kehidupan umat-Nya.
Penguji Tungku Perapian
Yeremia 6:22-30
Alkitab diawali dengan
pernyataan mengenai keberadaan Allah, sebagai Pencipta dari awal semua
keberadaan yang ada. Pernyataan ini merupakan sebuah pengakuan iman yang
merujuk bukan kepada kesewenang-wenangan Allah, melainkan justru kepada
kelayakan Allah untuk disembah dan dipuja oleh umat-Nya.
Yeremia diangkat Allah menjadi
penguji untuk menyelidiki dan menguji tingkah langkah umat Allah. Yeremia melihat bagaimana Allah sudah
menjalankan keadilan dalam penghakiman-Nya. Yeremia menyuarakan gemuruh
kedatangan bangsa yang akan datang dari tanah Utara dan keluh kesah bangsanya
yang menjadi lesu tak berdaya. Mereka tidak berdaya karena mengenali bencana
yang akan datang menimpa mereka. Dengan segenap tenaganya, Yeremia menyerukan
suara pertobatan kepada bangsanya. Yeremia berharap bahwa Allah akan
memerhatikan seruan mereka dan memberikan belas kasihan-Nya atas mereka.
Yeremia ibarat penguji tungku
perapian, sedangkan umat ibarat logam yang diuji. Yeremia diajak untuk melihat
hakikat keadilan Allah. Yeremia juga diajak untuk membandingkan keadilan Allah
dengan terang kekudusan-Nya. Lebih jauh lagi, kekudusan keadilan Allah itu
dibandingkan dengan respons umat terhadap firman Allah.
Allah menyatakan betapa umat
yang dikasihi-Nya telah gagal mengikuti jalan-Nya yang tulus dan lurus, yaitu
jalan yang telah ditetapkan-Nya. Alih-alih hidup kudus di jalan Allah, mereka
justru menjadi pemfitnah dan tidak menghargai panggilan Allah. Tidak ada jalan
lain, mereka perlu mengalami hukuman dari Allah. Sebab, Tuhan telah menolak
mereka! Pernyataan tersebut menegaskan tentang batasan anugerah Allah yang
masih memberikan ruang pertobatan bagi umat-Nya. Ketika batasan anugerah itu
dilanggar, maka mereka akan berada dalam murka keadilan Allah.
Meskipun murka, Allah berkenan
menebus dosa-dosa kita. Allah memanggil kita untuk hidup kudus dan memuliakan
nama-Nya. Hidup melalui berbagai macam ujian.
Bertobatlah!
Yeremia 7:1-15
Satu di antara banyak kosa
kata khas Kristen adalah bertobat. Kata ini diambil dari kata dalam bahasa
Yunani metanoia, yang berarti berbalik. Ya, bertobat adalah berbalik 180
derajat.
Bacaan kita hari ini secara
khusus mengajak kita untuk mengingat dan menjalankan pertobatan. Hal pertama
yang sangat menarik dari setiap yang tak bersalah, dan tidak mengikuti allah
lain. Allah meminta agar umat berbalik dari semua tingkah langkah dan perbuatan
mereka yang seperti penyamun; kembali kepada Allah. Hanya ketika umat bersedia
kembali, maka Allah bersedia untuk tetap tinggal di tengah umat dan berkenan
untuk mereka temui. Tetapi bila umat tak proses pertobatan adalah bahwa
bersedia bertobat, maka mereka kesempatan untuk bertobat itu selalu datang dari
Allah. Dialah yang meminta umat untuk bertobat.
Apa hebatnya? Hebatnya adalah
bahwa kesempatan itu menjadi penanda akan kasih Allah yang luar biasa.
Bayangkan bila Allah tak pernah memberi umat-Nya kesempatan untuk bertobat.
Bila kesempatan bertobat tak pernah diberikan, maka kita tak akan pernah
merasakan kasih Allah yang luar biasa. Kita akan binasa, terputus dan hidup di
luar kasih Allah.
Melalui Yeremia, Allah memberi
kesempatan bertobat kepada umat-Nya. Umat diminta berlaku adil dengan tidak
menindas orang asing, anak yatim dan janda, tidak menumpahkan darah orang yang
tak bersalah, dan tidak mengikuti allah lain.
Allah meminta agar umat
berbalik dari semua tingkah langkah dan perbuatan mereka yang seperti penyamun
kembali kepada Allah. Hanya ketika umat bersedia kembali, maka Allah bersedia
untuk tetap tinggal di tengah umat dan berkenan untuk mereka temui. Tetapi bila
umat tak bersedia bertobat, maka mereka akan dibuang dari hadapan Allah.
Manusia memang tempatnya
kesalahan. Oleh karena itu, setiap manusia selalu punya potensi untuk
memberontak terhadap Allah. Namun, hal itu bukan alasan untuk hidup jauh dari
Allah. Sebaliknya, justru karena sadar bahwa setiap manusia berpotensi untuk
melakukan kesalahan, maka hidup dekat dengan Allah harus menjadi keniscayaan.
Hari ini kepada kita semua
dibukakan lagi kesempatan untuk bertobat. Mari kita sadari apa saja dosa-dosa
kita kepada Allah. Mari kita datang kepada-Nya, mengakui semua dosa itu,
meminta pengampunan dan bertobat, agar Allah tetap bersama kita.
Amarah Allah
Yeremia 7:16-20
Allah marah! Mungkinkah?
Bukankah Allah Mahakasih, Maha Pengampun, dan Mahabaik? Bagaimana mungkin Dia
marah? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sah saja untuk diajukan. Faktanya, bacaan
kita hari ini memang menunjukkan bahwa Allah marah. Bahkan amarah-Nya akan
menyala-nyala dengan tidak padam-padam.
Fakta bahwa Allah marah ini
menggentarkan sekaligus menenangkan. Menggentarkan karena semua makhluk akan
terkena akibatnya. Pada saat yang sama juga menenangkan karena kita dapat
memahami perasaan Allah. Ternyata Allah bisa murka. Hal itu baik. Itulah
sebabnya, Yeremia juga dapat menerima kemarahan Allah ketika ia dilarang berdoa
dan memohon bagi umat kepada Allah.
Allah marah sedemikian rupa
karena sikap umat yang menyakiti hati Allah (18). Alih-alih memberi persembahan
kepada Allah yang sudah memelihara hidup mereka selama ini, umat malah
memberikan persembahan kepada ilah lain yang disebut ratu surga, yaitu ilah
yang tidak mereka kenal. Secara sederhana, umat berselingkuh.
Secara manusiawi, kita dapat
memahami kemarahan Allah tersebut. Kita juga dapat menariknya ke dalam
kehidupan kita masing-masing. Adakah di antara kita yang tidak sakit hati, bila
orang yang amat kita cintai berselingkuh terhadap kita? Bila hanya sekali
mungkin kita masih dapat menerimanya kembali. Bagaimana bila terjadi berulang
kali? Hal itulah yang dirasakan oleh Allah sehingga Dia menjadi sangat murka.
Bahkan Dia sampai mengingatkan Yeremia agar tidak mendesak-Nya.
Bila hal itu terjadi dalam
hidup kita saat ini, maka kemarahan Allah adalah akhir dari kehidupan. Tanpa
Allah dalam hidup ini, apalah artinya? Saat ini, mari kita coba untuk memeriksa
seluruh kehidupan kita. Hal apa sajakah dalam hidup ini yang telah menggeser
Allah dari seluruh kehidupan kita? Apakah kita masih memberikan seluruh hidup
ini sebagai persembahan yang kudus bagi Allah?
Periksalah hal-hal yang
menjadi ratu surga dalam hidup kita! Jangan sampai Allah murka dan jangan
biarkan amarah-Nya tidak padam!
Supaya Kamu Berbahagia!
Yeremia 7:21-28
Adakah orang yang tidak ingin
bahagia? Pasti tidak ada, sebab semua orang ingin bahagia. Bahkan orang rela
melakukan apa saja untuk mendapat kebahagiaan.
Kepada kita hari ini
ditunjukkan satu cara yang amat sangat sederhana agar orang dapat bahagia. Akan
tetapi, walau sangat sederhana, bukan berarti mudah untuk dilakukan. Cara
berbahagia adalah dengan mendengar suara Allah dan mengikuti jalan-Nya.
Ketika umat diminta untuk
mendengar, umat juga diminta untuk taat. Ketaatan itu ditunjukkan melalui
kesediaan untuk melakukan apa yang diperintahkan Allah. Dengan sangat jelas
Allah mengatakan melalui Yeremia bahwa umat tidak mau mendengar dan memberi
perhatian. Sebaliknya, mereka malah mengikuti berbagai rancangan dan kedegilan
hati yang jahat.
Mengapa untuk melakukan hal
yang sederhana saja orang sering mengalami kesulitan? Sebab hal yang sederhana
itu membutuhkan kesediaan dan ketaatan kepada Allah. Taat berarti bersedia
menjalani setiap perintah yang diberikan, sepenuhnya tunduk kepada Allah.
Mengenai tunduk dan taat, umat
Yehuda pada waktu itu belum bisa melakukannya. Mereka dikenal sebagai bangsa
yang tegar tengkuk. Mereka tidak mau mendengar setiap perintah Allah yang
disampaikan melalui para nabi-Nya. Mereka
adalah bangsa yang tidak mau mendengarkan suara Tuhan, bahkan walau sudah
berulang kali diingatkan melalui para nabi.
Bisa jadi umat pada masa kini
juga seperti Yehuda, belum bisa taat. Ketidaktaatan adalah tanda umat yang tak
mau mendengar Allah. Umat mengabaikan Allah. Bila umat sudah abai terhadap
Allah, hal itu berarti mereka akan jauh dari kebahagiaan.
Bahagia bukan disebabkan oleh
kesehatan, banyaknya materi, kawan, atau hidup tanpa masalah. Bahagia adalah
ketika orang bersedia mendengar dan melakukan apa yang diperintahkan Allah.
Dengan mendengar dan melakukan perintah Allah, orang akan menjadi bahagia, apa
pun situasi dan kondisinya. Sederhana bukan?
Hindari Neraka
Yeremia 7:29-8:3
Andi Meriem Matalata pernah
memopulerkan sebuah lagu yang berjudul "Lenggak Lenggok Jakarta".
Satu bagian dari lagu itu mengatakan bahwa di Jakarta orang dapat menemukan
bukan hanya surga dunia, tetapi juga neraka dunia.
Gambaran tentang surga dan
neraka memang sangat dekat dan akrab dalam hidup kita. Namun, lazimnya gambaran
tersebut menunjuk kepada tempat yang adanya di luar sana, bukan di dalam dunia.
Menarik sekali, bacaan kita
pada hari ini menunjukkan gambaran tentang neraka yang sangat dekat dengan
kehidupan manusia. Kisah itu terjadi dalam kehidupan bangsa Yehuda pada masa
lalu. Dalam pemberontakannya terhadap Allah, Yehuda mendirikan bukit pengurbanan
yang diberi nama Tofet di Lembah Ben Hinom. Di sana orang membakar anak-anak mereka,
laki-laki dan perempuan. Bukankah itu menggambarkan neraka?
Bukan hanya membakar
anak-anak, mereka juga menajiskan Bait Allah dengan meletakkan patung ilah lain
di dalamnya. Ini pemberontakan yang tak dapat ditolerir. Sebab, apa yang mereka
kerjakan bukan perintah Allah, bahkan itu tak pernah ada dalam hati Allah. Atas
tindakan mereka, Allah menjatuhkan hukuman yang sangat berat. Bagi mereka, tak
ada tempat untuk menguburkan mayat, mayat mereka akan jadi makanan burung, tak ada sukacita, tulang nenek moyang akan dikeluarkan dari
dalam kubur menjadi pupuk dan tak ada harapan. Hukuman itu sangat berat.
Neraka, ternyata dapat dialami
dalam kehidupan manusia sekarang, di bumi ini. Tak perlu menunggu nanti bila
orang sudah mati. Siapa yang menciptakan neraka? Tak lain dan tak bukan adalah
manusia itu sendiri ketika mereka memberontak terhadap Allah.
Hari ini kita diingatkan lagi,
apakah kita sudah menjadi orang-orang yang hidup taat kepada Allah atau justru
menjadi orang-orang yang memberontak kepada Allah? Apabila kita memberontak
terhadap Allah, maka sejatinya kita sudah hidup di dalam neraka. Bertobatlah,
kembali kepada Allah agar kita tidak menjalani kehidupan di dalam neraka!
Palsu
Yeremia 8:4-17
Terhadap diri sendiri setiap
orang selalu menginginkan semua yang asli. Persoalannya, untuk mendapatkan yang
asli dibutuhkan usaha dan biaya yang mahal. Sedikit saja orang yang bersedia
melakukan usaha yang sungguh-sungguh serta mengeluarkan biaya mahal untuk
mendapatkan yang asli.
Celakanya, ada saja
pihak-pihak yang melihat, memanfaatkan, dan mengambil keuntungan dari mereka
yang ingin memiliki semua tanpa usaha dan biaya. Lalu, muncullah berbagai
produk palsu, tak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga non materi. Lebih
celaka lagi, ternyata peminatnya sangat banyak.
Pola seperti itu sudah terjadi
sejak zaman dahulu. Bacaan kita saat ini mencatat bahwa kepalsuan bukanlah hal
yang aneh dan asing. Yehuda enggan untuk kembali kepada yang benar, mereka
semua berpegang pada tipu, tidak
jujur, tidak
merasa malu, dan
menuduh Allah melakukan kejahatan. Dengan semua daftar kejahatan itu, maka tak
ada pilihan lain kecuali mengatakan bahwa Yehuda memang hidup dalam kepalsuan.
Hidup di luar Allah tidak ada kebenaran. Tanpa kebenaran, yang ada hanya
kepalsuan.
Mungkin ada di antara kita
yang pernah mengalami dicibir orang lain karena kita menggunakan barang palsu.
Atau sebaliknya, mencibir orang lain yang menggunakan barang palsu. Untuk
barang yang palsu, orang sulit menerima. Bagaimana bila menyangkut ibadah yang
palsu, apakah Allah menerima?
Secara fisik orang masih
melakukan semua ritual keagamaan. Pergi ke rumah ibadah, berdoa, dan membaca
Kitab Suci. Namun, itu semua sekadar pencitraan untuk menipu orang lain agar
kelihatan baik dan bagus. Bila ibadah yang kita lakukan ternyata palsu, maka
Allah bukan saja akan menolak, tetapi juga memberi hukuman.
Bukan berarti orang tak boleh
pergi ke rumah ibadah, tak boleh berdoa, dan tak boleh baca Kitab Suci. Boleh,
bahkan harus! Namun, lakukanlah semua itu dengan kesungguhan! Lakukan semua itu
karena kita bersyukur kepada Allah, bukan demi kepalsuan diri!
Tak Menyerah
Yeremia 8:18-9:11
Slogan dari pemadam kebakaran
di Indonesia adalah "pantang pulang sebelum padam!" Slogan itu jelas
menyatakan sikap pantang menyerah. Suatu sikap yang sangat terpuji.
Dalam kehidupan nyata, kita
mungkin pernah diberi semangat oleh orang lain atau memberi semangat kepada
orang lain agar tak menyerah. Pernahkah kita mengalami situasi yang tak lagi
dapat kita tanggung? Pernahkah kita menyerah? Bila pernah, ya tak mengapa. Itu
manusiawi.
Namun, pernahkah kita
membayangkan, apa jadinya bila Allah menyerah terhadap pemberontakan yang
terus-menerus dilakukan oleh umat-Nya? Pemberontakan Yehuda pada waktu itu
sudah amat besar dan berat. Bahkan balsam Gilead yang sangat ampuh untuk
menyembuhkan luka pun tak mempan lagi.
Yeremia sangat sedih karena
dosa-dosa yang dilakukan oleh bangsanya. Oleh karena banyaknya dosa bangsa
Yehuda, Yeremia menjadi sakit hati dan berkabung. Ia amat berduka. Berulang kali Yeremia menyerukan bahwa
Allah amat mencintai umat-Nya. Ketika umat berpaling menyembah allah lain, hal
itu menimbulkan sakit hati bagi Allah.
Berulang
kali Allah meminta agar umat kembali kepada-Nya. Namun, mereka tak mau kembali.
Mereka enggan mengenal Tuhan lagi. Oleh karena mereka tidak jera, maka Allah
tidak segan untuk memberi hukuman, bahkan membalas dendam kepada bangsa yang
menyembah allah lain.
Akan tetapi, kasih Allah
sungguh luar biasa. Dia tetap memberi kesempatan umat untuk berbalik
kepada-Nya. Dia mau melebur dan menguji umat-Nya, supaya mereka tidak mengalami
kehancuran.
Allah tak menyerah! Hal itu
bukan berarti bahwa umat bisa terus-menerus hidup seenaknya sendiri. Umat tetap
harus menjalani kehidupan sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah. Bila Allah
tak menyerah, maka itu adalah kesempatan untuk terus memperbaiki diri agar
semakin berkenan di hadapan Allah. Sikap tak menyerah untuk terus hidup sesuai
kehendak Allah harus jadi sikap utama.
Peringatan supaya Mengenal
Tuhan
Yeremia 9:12-26
Nabi Yeremia mengajak
pendengarnya untuk membayangkan kehancuran Yerusalem di masa depan. Ia kemudian
mengajukan pertanyaan reflektif seolah-olah hal itu telah terjadi, "Apakah
sebabnya negeri ini binasa, tandus seperti padang gurun?"
Penyebab utamanya, karena
bangsa Yehuda meninggalkan Tuhan. Mereka meninggalkan Taurat sekaligus
Pribadi-Nya. Dosa itu telah dilakukan selama beberapa generasi. Murka-Nya
sekarang dilampiaskan kepada mereka.
Nabi Yeremia menyampaikan
bahwa penghukuman Allah akan terjadi dalam dua cara. Pertama, penduduk
Yerusalem akan diserang oleh bangsa asing dan banyak yang mati terbunuh. Kedua,
yang tersisa akan dibawa keluar sebagai tawanan atau pengungsi. Ngeri benar
penghakiman Allah.
Sesungguhnya, hal itu tidak
mengherankan. Ratusan tahun sebelumnya, Tuhan telah memperingatkan bangsa itu
melalui Musa dalam Ulangan 29:18 dan Imamat 26:33. Andai saja mereka
mengindahkan peringatan-peringatan itu.
Demi mendorong pertobatan
penduduk Yerusalem, Tuhan menyampaikan sebuah sindiran. Dia menyuruh kaum ibu
untuk mulai mengajarkan cara meratap kepada anak-anak perempuan. Sebab, jumlah kematian yang akan terjadi
begitu besar sehingga para peratap bayaran tidak cukup melayani semua keluarga
yang berduka.
Namun, dalam belas
kasihan-Nya, Tuhan juga menawarkan jalan keluar. Semua malapetaka itu masih
bisa dihindari, jikalau mereka mau belajar mengenal Tuhan. Dia ingin agar
umat-Nya belajar menunjukkan kasih setia, keadilan, dan kebenaran kepada sesama
sebab Dia menyukai semua itu.
Peringatan ini sangat relevan
bagi kita, umat yang hidup pada masa kini. Alkitab mengatakan, menjelang akhir
zaman ada banyak malapetaka besar yang akan terjadi. Celakalah mereka yang
meninggalkan Tuhan! Maka, hendaklah kita bertobat dari sekarang! Marilah kita
belajar menunjukkan kasih setia, keadilan, dan kebenaran kepada sesama! Itulah
yang disukai Tuhan.
Pilih Asli atau Palsu?
Yeremia 10:1-16
Seorang teman mantan teller
sebuah bank terkenal menceritakan pengalamannya mengikuti pelatihan mengenali
uang palsu. Selama tiga hari mereka hanya mempelajari karakteristik uang asli,
bukan yang palsu. Filosofinya, jika terbiasa mengenali yang asli, maka semua
ketidaksesuaian dengan yang asli pastilah palsu. Agaknya, prinsip mengenali
yang asli diabaikan oleh umat Allah pada zaman Yeremia. Selama ratusan tahun,
bangsa Yehuda terjebak pada allah dan ibadah yang palsu.
Tuhan, Yahwe, adalah Allah
yang sejati. Karakteristik-Nya jelas. Dia hidup dan kekal, dapat berbicara, mahabijaksana. Murka-Nya menggentarkan
umat manusia. Ia menciptakan langit dan bumi serta mengatur segala cuaca.
Sebaliknya, semua berhala yang tidak memiliki karakteristik Allah adalah allah
palsu. Berhala-berhala yang disembah Yehuda pada dasarnya benda mati. Tidak ada
nyawa di dalamnya. Mereka terbuat dari kayu yang dipahat, dicat dan dihias
dengan emas atau perak, lalu dikenakan pakaian. Berhala-berhala itu tidak dapat
menciptakan apa pun. Hanya orang bodoh yang beribadah kepada allah palsu.
Tindakan itu adalah perbuatan sia-sia.
Apa akibatnya jika orang
menggunakan uang palsu? Ia mengalami kerugian, sebab uang palsu tidak diterima
masyarakat dan ia bisa dihukum penjara. Namun, bila seseorang menyembah allah
palsu, kerugiannya adalah kebinasaan. Dirinya mendapat hukuman kekal dari Allah
sejati.
Saat ini orang-orang Kristen
mungkin tidak lagi menyembah patung dari kayu atau batu. Akan tetapi, banyak
orang tanpa sadar menyembah berhala-berhala modern, yaitu uang, jabatan,
kekuasaan, popularitas, penampilan fisik, pencapaian atau prestasi, kesuksesan,
status sosial, game-online, hobi, bakat, dan lain-lain. Berbagai hal itu pun
dibenci Tuhan.
Segala yang baik bisa menjadi
berhala bila kita jadikan sebagai yang utama. Berhati-hatilah agar kita tidak
mengganti fokus kepada Allah dengan hal-hal yang fana! Tuhan itu Allah yang
cemburu.
Dihukum Bukan untuk Dibinasakan
Yeremia
10:17-25
Kita
sering mendengar, Tuhan itu panjang sabar. Namun, kita mungkin kurang
menyadari, itu berarti kesabaran-Nya ada batasnya.
Setelah
ratusan tahun menantikan pertobatan Yehuda, Tuhan memutuskan menghukum mereka.
Penduduk Yerusalem akan dibuang ke negeri yang asing. Hal itu akan terjadi
begitu cepat, seolah-olah mereka terlempar keluar dari kotanya. Sang nabi dan
Allah pada dasarnya tidak membenci mereka. Ia justru berempati terhadap
penderitaan yang akan mereka alami. Ia dapat merasakan kehilangan mereka atas
rumah dan keluarga. Namun, Allah menghajar mereka supaya bertobat. Dari sudut
pandang Yeremia, para pemimpinlah yang pertama-tama harus bertobat. Mereka
paling bertanggung jawab atas semua malapetaka itu.
Kalangan
bangsawan dan imam telah lama meninggalkan Tuhan. Akibatnya, seluruh rakyat
menanggung hukuman Allah. Dalam sejarah Yehuda, faktor pemimpin besar
pengaruhnya atas nasib bangsa. Bila rajanya mencintai Tuhan, negeri itu
diberkati. Bila rajanya jahat, negeri itu mendapat kutuk. Tentu, kita tidak
mengatakan bahwa keselamatan umat ditentukan oleh kesalehan pemimpinnya. Akan
tetapi, Allah berkenan mengalirkan anugerah-Nya melalui para pemimpin bangsa.
Kejahatan para pemimpin dan seluruh bangsa Yehuda begitu besar, sehingga Allah
tidak mengampuni mereka. Namun, Yeremia berdoa agar hukuman Allah tidak sampai
membinasakan mereka. Itulah juga rencana Allah. Ia menghukum Yehuda, tetapi
tidak memunahkan mereka. Sisa bangsa itu akan tetap lestari.
Kita
teringat, di tempat lain Allah berfirman "Aku tidak berkenan kepada
kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu
... supaya ia hidup" (lih. Yeh 33:11). Itulah belas kasihan-Nya kepada
manusia berdosa.
Marilah
hari ini kita memeriksa kembali hidup kita! Jika kita bersalah kepada Allah,
dan kepada sesama, mintalah pengampunan dari-Nya! Bertobatlah segera! Mengapa
harus binasa jikalau masih ada waktu untuk bertobat?
Posting Komentar untuk "Ke Mana pun Kau utus, Kami Pergi Yeremia Pasal 1-10 - Renungan Harian Tahun 2024"
Berkomentar yg membangun dan memberkati.