DAYA TARIK YOGA DAN KONSEPNYA SERTA LECTIO DIVINA.
1. KONSEP YOGA
Yoga berasal dari bahasa Sansekerta, “YUJ”,
yang berarti menghubungkan. Dalam
sudut pandang kebathinan, Yoga dapat diartikan sebagai suatu proses dimana
yogi-yogi (pelaku yoga) dapat menyadari bahwa ada persamaan antara Jivatma dan
Paramatma. Para Resi mengatakan bahwa Jivatma adalah kebahagiaan di dalam dirinya
sendiri yang lahir berulang-ulang dan mencari kebahagiaan dimana-mana seperti
halnya seseorang yang menggunakan perhiasan kalung yang terbuat dari emas,
namun ia mencarinya kemana-mana. Jivatma lahir kembali adalah karena
keterikatannya kepada keduniawian. Ketika Jivatma terikat dalam ikatan samsara,
namun memperoleh pengetahuan yang sejati, maka ia akan memahami bahwa Jivatma
dan Paramatma adalah satu dan sama, saat itulah Jivatma akan memperoleh
kelepasan yang terakhir, bebas dari ikatan keduniawaian. Sukma manusia dibawa ke dalam kesadaran
persatuan dengan Allah. Yoga adalah ilmu pengetahuan yang mengajarkan cara
menghubungkan jiwa manusia dengan Allah. Yoga adalah ilmu pengetahuan suci yang
melepaskan jiwa dari dunia perasaan dan benda-benda dan mempersatukan dengan kebahagiaan
yang bebas (ananta anand),
ketentraman agung (parama santi).
Yoga memberikan kebebasan dalam asampranata
samadhi dengan membasmi segala pikiran dan mental yang telah ada
sebelumnya. Ketika berbicara tentang samadhi, maka tak ada samadhi yang dapat
dicapai tanpa membangunkan Kundalini. Jika seorang yogi
mencapai tingkatan yang tertinggi, semua karmanya terbakar habis dan ia
mencapai kebebasan dari Roda Mati Hidup.[1]
Kundalini berasal dari bahasa Sansekerta yang
berarti gulungan. Dalam keadaan tidur (belum bangkit dan belum aktif),
kundalini berbentuk gulungan 3½ lingkaran yang terletak di sumsum tulang
belakang manusia, tepatnya di bawah tulang ekor (perinum). Ketika kundalini
sudah bangkit dan aktif ia akan merambat naik melalui jalur sushumna, menembus
semua chakra dan akhirnya keluar dari chakra mahkota. Pada saat merambat naik,
kundalini akan membersihkan semua jalur-jalur energi yang dilaluinya dan saat
itu, anda akan merasakan sensasi-sensasi tertentu ditubuh anda.
Pengetahuan tentang kundalini sudah
berumur kurang lebih tujuh ribu tahun. Kundalini merupakan bagian dari ajaran Tantra yang
berkembang di India dan Tibet. Ajaran ini tidak diajarkan secara luas, hanya
terbatas pada murid-murid yang terpilih. Pengetahuan ini diturunkan secara langsung
dari guru spiritual kepada
muridnya untuk menghindari jatuhnya pengetahuan ini kepada orang-orang yang
berkesadaran rendah dan kepada mereka yang hanya mencari kesaktian. Karena itu
selama beberapa ribu tahun ilmu pengetahuan kuno ini tidak pernah
didokumentasikan. Setelah beberapa ribu tahun, setahap demi setahap para guru
mulai menuliskan rahasia-rahasia ini agar pengetahuan ini tidak akan hilang
seluruhnya. Mereka menuliskannya dalam bahasa yang disamarkan. Dalam berbagai
macam kiasan, simbol, kode sehingga tulisan tersebut tidak dapat disalah
gunakan oleh para pencari yang tidak layak mempelajarinya. Pada saat ini
kundalini dapat dikatakan sebagai energi. Tujuh ribu tahun yang lalu kundalini
tidak dapat digambarkan dalam istilah energi karena pada saat itu pengertian
akan energi belum ditemukan. Kundalini juga disebut sebagai Kundali-shakti
(kekuatan Kundali). Kata Kundalini atau Kundali digunakan oleh aliran yoga
dalam pengertian teknis dan dapat pula disebut sebagai kekuatan dalam bentuk spiral
atau energi. [2]
Kundalini dapat dibangun dengan berbagai cara, atau dapat
dikatakan memiliki banyak nama, yaitu Raja Yoga, Hatta Yoga, dll. Dalam
kundalini yoga, bukan saja samadhi yang diutamakan, tetapi juga dengan
memusatkan kekuatan jiwa yang membawa di dalamnya penguasaan raga dan cipta
(pikiran). Inilah yang membuat kundalini yoga mampu menjadikan yogi sebagai purna yogi.
2. YOGA DALAM BEBERAPA PANDANGAN
LAIN
2.1. Pandangan Islam
Yoga tengah digandrungi masyarakat di perkotaan. Sanggar-sanggar
yoga aneka rupa pun berdiri, mulai dari yang di gedung elite sampai di lokasi
biasa. Tak sedikit umat muslim yang ikut yoga. Bagi mereka yang muslim, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan soal fatwa yoga yang dikeluarkan pada 2009
lalu. "Ini hasil ijtima ulama komisi fatwa se-Indonesia di Padang panjang
Sumatera Barat 2009," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam, Rabu
(24/12/2014). Menurut Niam, ada sejumlah keputusan terkait yoga yang ditelurkan
dalam ijtima ulama itu, yakni:
1.
Yoga yang murni ritual dan spiritual agama lain, hukum
melakukannya bagi orang Islam adalah haram.
2.
Yoga yang mengandung meditasi dan mantra atau
spiritual dan ritual ajaran agama lain hukumnya haram, sebagai langkah
preventif (sadd al-dzari'ah).
3.
Yoga yang murni olahraga pernafasan untuk kepentingan
kesehatan hukumnya mubah (boleh). [3]
Di
Indonesia, gerakan yoga sudah banyak mengalami perubahan. Aktivitas yoga lebih
ditekankan pada olah tubuh melalui pernafasan dan gerakan-gerakan tubuh tanpa
aktivitas spiritual agama tertentu.
2.2. Pandangan Sekuler Olah Tubuh dan Psikologis
Daya tarik yoga berkembang di Australia dan seluruh dunia namun
penelitian baru yang dirilis menunjukkan bahwa hal itu tidak seaman yang
diyakini sebelumnya. Sebuah studi gabungan yang dilakukan oleh University of
Sydney dan Mercy College di New York telah menemukan bahwa 10 persen orang yang
berlatih yoga mengalami nyeri muskuloskeletal sementara 21 persen dari mereka
yang belajar mengalami rasa sakit lebih jauh terhadap luka yang ada.
Menurut
jajak pendapat Roy Morgan tahun 2016, yoga, yang berasal dari India kuno,
adalah aktivitas olahraga dan kebugaran dengan pertumbuhan tercepat di
Australia, dengan lebih dari dua juta orang Australia berpartisipasi secara
reguler. Namun salah satu penulis studi yang melihat tingkat cedera bagi mereka
yang berlatih yoga, Associate Professor Evangelos Pappas dari Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Sydney, mengatakan kepada Xinhua bahwa studinya merupakan
pertama kalinya bahwa risiko berpartisipasi dalam kebugaran Aktivitas telah
digariskan. "Kami ingin menilai secara obyektif manfaat yoga dalam hal
nyeri muskuloskeletal dan juga risikonya," kata Pappas. "Studi kami
menemukan bahwa kejadian rasa sakit yang disebabkan oleh yoga lebih dari 10
persen per tahun, yang sebanding dengan tingkat cedera semua cedera olahraga
yang digabungkan di antara populasi yang aktif secara fisik. Namun orang
menganggapnya sebagai aktivitas yang sangat aman." Data baru menunjukkan
bahwa tingkat cedera bagi mereka yang berlatih yoga hampir 10 kali lebih tinggi
dari apa yang telah dilaporkan sebelumnya. Pakar percaya bahwa diperlukan lebih
banyak interaksi antara komunitas yoga dan pakar medis. "Studi kami
menyoroti pentingnya komunikasi yang sangat terbuka dan jujur dalam segitiga
praktisi yoga, guru yoga dan profesional kesehatan," kata Pappas.
Praktik
yoga membutuhkan banyak pose yang rumit dan berat. Studi tersebut menemukan
bahwa banyak dari luka yang dilukai diisolasi pada "ekstremitas atas"
pasien (tangan, siku, pergelangan tangan, bahu), dan menyarankan hal ini dapat
terjadi karena berat badan ditempatkan pada anggota badan. Tapi Pappas
memperjelas bahwa yoga masih merupakan alat yang sangat efektif untuk
digunakan bersamaan dengan terapi lain untuk menghilangkan luka dan rasa sakit.[4]
Dari
sudut pandang psikologis, meditasi dan yoga diyakini dapat mengasah asih,
membuat egoisme mereka yang mempraktikkannya jadi berkurang, empati terhadap
kemanusiaan pun bertambah. Tetapi sebuah studi baru dalam jurnal Psychological
Science membantah gagasan bahwa praktik dua olah tubuh itu "menenangkan
ego" dan melahirkan rasa rendah hati. Para peneliti di University Mannheim
di Jerman dan University of Southampton di Inggris menemukan ini lewat
pengamatan terhadap 93 siswa yoga. Quartz melaporkan, peneliti meminta mereka
mengisi kuesioner selama 15 minggu.
Setiap
penilaian dirancang untuk mengukur tiga hasil: superioritas, narsisisme
komunal, dan rasa percaya diri. Salah satu cara lain adalah dengan mewawancarai
peserta, bagaimana mereka membandingkan diri dengan siswa lain di kelas. Dari
jawaban itu peneliti menilai seberapa mereka berhubungan dengan frasa narsisis,
seperti "Saya akan dikenal karena perbuatan baik yang akan saya
lakukan". Peneliti juga menilai dan menilai tingkat kepercayaan diri
peserta. Secara keseluruhan, para peserta ditemukan merasa sudah mengalami
peningkatan diri lebih tinggi, satu jam setelah kelas yoga. Namun, kondisinya
tidak demikian pada mereka yang tidak melakukan yoga dalam 24 jam terakhir.
Para
peneliti kemudian mereplikasi eksperimen. Kali ini sampelnya 162 orang yang
berlatih meditasi. Kali ini peserta meditasi diminta mengisi kuesioner yang
sama selama empat pekan. Ternyata, hasilnya sama. Peserta yang baru saja
bermeditasi lebih cenderung setuju dengan pernyataan seperti "Dibandingkan
dengan rata-rata peserta studi ini, saya bebas dari bias." Jadi alih-alih
menenangkan ego, studi menemukan bahwa yoga dan meditasi cenderung benar-benar
melambungkannya. “Menenangkan ego adalah elemen sentral dari filosofi yoga dan
Buddhisme. Unsur itu, dan implikasi yang diduga, membutuhkan pemikiran ulang
yang serius,” tulis para peneliti. Para peneliti mengungkap, menenangkan ego
sering dijadikan penjelasan manfaat-manfaat kesejahteraan praktik menyelaraskan
pikiran dan tubuh. "Sebaliknya, kami mengamati bahwa praktik menyelaraskan
tubuh dan pikiran memicu perbaikan diri dan dorongan ini--pada
gilirannya--meningkatkan kesejahteraan."
Para
peneliti mencatat, gagasan bahwa yoga dan meditasi membuat Anda lebih rendah
hati bertentangan dengan prinsip self-centrality, yang menyatakan bahwa
"mempraktikkan keterampilan apa pun memupuk self-central, dan
self-centrality melahirkan perbaikan diri.
Ini
menjelaskan mengapa ada orang di kelas yoga Anda yang rutin latihan setiap hari
menganggap dirinya paling benar dan lebih baik daripada orang lain, karena dia
tidak minum alkohol atau makan junk food.
Bagaimanapun,
bukan berarti praktik yoga dan meditasilah sumber masalahnya.
Para
peneliti mencatat bahwa cara seseorang melakukan yoga dan meditasi di sini
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Buddhis. Aktivitas olah tubuh di sini lebih
diarahkan untuk mengurangi kecemasan dan membuat seseorang lebih fleksibel
secara fisik dan mental. Sementara di tempat asalnya yoga dan meditasi
dimaksudkan membantu seseorang mengasah sisi spiritualitas sehingga dapat
mengurangi ego. Lagipula, sebenarnya tidak jelas apakah yoga dan meditasi
benar-benar meningkatkan ego, atau orang-orang yang aktif mempraktikkan olah
tubuh tersebut memang punya kecenderungan ego lebih tinggi. Belum lagi, orang
yang rasa percaya dirinya rendah sebenarnya bisa diuntungkan oleh aktivitas
yang melambungkan ego.
Apapun, kedua praktik tersebut bisa punya manfaat kesehatan yang sangat besar. Studi terbaru menemukan bahwa berlatih yoga dapat meningkatkan kesehatan otak dan mengurangi depresi. Penelitian lain menemukan bahwa melakukan hanya 10 menit meditasi per hari dapat membantu orang tetap fokus dan awas sampai usia lanjut. Sementara Tai Chi, yang sering disebut sebagai meditasi lewat gerakan, telah ditemukan secara signifikan meningkatkan metabolisme otak dan meningkatkan tingkat pemulihan otot-otot kaki orang dewasa yang lebih tua. Jadi jika Anda berpikir teman-teman Anda yang hobi yoga dan meditasi menganggap diri lebih "baik" daripada Anda, mungkin itu benar. Hanya saja itu mungkin karena kelas yoga mereka tidak mengekang ego seperti yogi yang sebenarnya.[5]
3.
ANALISA
Tak akan habis sumber yang kita dapatkan untuk
dapat mengenali praktik spiritualisme yoga yang bagaikan magnet bagi banyak
orang dari berbagai usia, jenis kelamin dan status sosial di belahan bumi
manapun. Bahkan ada tulisan yang mengulas tentang popularitas yoga yang
meningkat sebagai awal kebangkitan Hindu di dunia. Entahkah berasal dari Hindu
atau Budha, di mana keduanya menyatakan yoga adalah praktik spiritualisme
mereka masing-masing, tetapi faktanya yoga sangat mempengaruhi kehidupan banyak
orang.
Telah dituliskan sebelumnya, bahwa yoga
sebenarnya adalah ilmu pengetahuan yang mengajarkan cara menghubungkan jiwa
manusia dengan Allah, dengan cara samadhi (meditasi) di mana yogi (pelaku yoga)
mampu menguasai jiwa, pikiran dan raganya hingga mencapai satu titik puncak
yang dapat membebaskan yogi dari roda kehidupan dan kematian (reinkarnasi),
yang disebut purna yoga.
3.1.
YOGA
YANG MUDAH DITERIMA
Yang menjadi pertanyaan kita, mengapa yoga
begitu populer di tengah masyarakat global? Padahal dari beberapa sumber
tulisan di atas diketahui bahwa yoga sebagai salah satu cabang olah tubuh
ternyata memiliki resiko yang cukup tinggi dari sisi kesehatan atau medis. Yoga
bukanlah praktik olah tubuh sesempurna promosinya. Dari sisi psikologi pun,
cara olah pikir dan jiwa yoga melalui meditasi dan penenangan jiwa dalam
praktiknya tidak membuat seseorang menjadi mudah mengendalikan egonya.
Sebaliknya kebanyakan dari praktisi yoga menjadi lebih narsis dan merasa lebih
spiritual dibandingkan orang yang tidak melakukan praktik yoga. Bahkan para
ulama umat Islam sebenarnya menyadari bahwa praktik yoga memiliki kecenderungan
melakukan ritualisme agama selain Islam, sehingga merasa perlu mengeluarkan
fatwa melarang jika bukan hanya olah tubuh yang dipraktikkan.
Walau mungkin saja obyektifitas
pandangan-pandangan ini memiliki prosentase dan sangat terbuka untuk
diperdebatkan boleh tidaknya dilakukan, namun dengan adanya banyak pandangan yang
pro dan kontra saja, seharusnya sudah membuat kita sebagai orang Kristen perlu
mewaspadai praktik olah tubuh dan spiritualisme yoga ini bagi iman Kristen.
Semua orang rata-rata berpikiran sama, yaitu
bahwa tujuan dari semua perbuatan ialah untuk mencapai kebahagiaan bagi dirinya
sendiri. Tujuan yang paling tinggi dan yang paling akhir seharusnya untuk
mencapai kebahagiaan yang kekal, tak terbatas, tak berhenti dan yang agung.
Kebahagian itu hanya dapat dicapai di dalam jiwa (Atman). Maka dari itu carilah
di dalam dirimu kebahagiaan yang abadi. Jangan pergi ke sorga dan jangan
termakan iklan murahan sorga sebagaimana yang selama ini kita dengar.
Berbanggalah sebagai Hindu karena kita mengetahui sorga yang sesungguhnya,
Tuhan melalui Veda telah memberikan kita gambaran yang sangat lengkap tentang
alam semesta ini, gambaran yang jauh lebih komplit dibandingkan “iklan tetangga
kita” selama ini. Dan “jangan takut pergi ke neraka”, tentunya ketidaktakutan
ini bukan karena berani dihukum di neraka, tapi karena kita bebas dari dosa, ke
neraka bukan untuk dihukum, tapi mungkin sebagai petugas yang menghukum atau
sebagai sadhu (orang suci) yang memberikan pelajaran rohani terhadap roh-roh
yang sedang dihukum di neraka sehingga mereka dapat mencapai kehidupan yang
lebih tinggi dan bahkan insaf akan Tuhan. Ini adalah propaganda Hinduisme yang sangat
menggiurkan bagi banyak orang karena semua berpusat kepada diri sendiri (anthropocentris).
Titik tolak
filsafat manusia berpangkal dari dalam, dimana secara global manusia menyadari
bahwa suatu keseluruhan fenomena pengertian, perasaan, ketegangan, rencana, keputusan,
dan pelaksanaan merupakan kesatuan besar yang dihubungkan dan berpusat pada
satu fenomena sentral, yaitu aku. Aku
merupakan dasar dan kandungan bagi seluruh fenomena yang ada.[6]
Idealisme inilah yang sebenarnya diusung oleh Hinduisme dan Buddhisme yang
menjadi daya tarik bagi manusia zaman ini yang enggan untuk ditundukkan oleh Otoritas
di luar dirinya (Allah). Sehingga, praktik yang nampak sangat spiritual seperti
yoga, di mana seseorang bisa mengendalikan dirinya dengan kemampuannya sendiri
baik tubuh, jiwa dan rohnya, hingga mencapai puncak yaitu menjadi satu dengan
Allah, sangat populer dan mudah diterima.
3.2.
YOGA DAN KEKRISTENAN
Jelas bahwa yoga bukan hanya sebatas
praktik olah tubuh dan pikiran yang terpisah dari hal-hal spiritualisme. Yoga
adalah ritual keagamaan yang berpusat pada diri sendiri (anthropocentric) yang
dibalut dengan olah tubuh dan pikiran yang tampaknya baik dan netral serta
bersifat universal. Yoga membuka peluang seluas mungkin bagi diri manusia
mengendalikan segala otoritas yang ada. Selama dirinya mampu menguasai
kundalini yoga dengan sempurna, maka Allah akan menyatu dengan dirinya.
Dalam setiap keadaan, suatu sifat akan dihapuskan dan digantikan dengan sifat yang lain. Begitu pula bila engkau dekat dengan Tuhan, bila engkau disayang Tuhan, engkau akan memperoleh kasihNya dan segera semua sifat burukmu akan lenyap digantikan oleh sifat-sifat baik yang merupakan pengejawantahan Tuhan. Kembangkanlah kasihmu sehingga engkau selalu makin dekat dan makin dicintai oleh Tuhan. Cara yang termudah untuk mendekatkan diri pada Tuhan ialah dengan mengingat. Pikirkanlah Tuhan saja dan bagaimana caranya agar lebih dekat dan lebih dikasihi olehNya. Dalam jalan bhakti tidak cukup hanya mencintai Tuhan saja, tetapi engkau juga harus melakukan perbuatan-perbuatan yang menyenangkan Tuhan sehingga engkau dapat membangkitkan cinta Tuhan dan merasakan kasihNya kepadamu.[7]
Jika di dalam kekristenan,
kita mengenalnya dengan konsep Manusia
Baru, di mana ketika seseorang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan
dan Juruselamatnya secara pribadi, maka dia akan dilahirbarukan dan diubahkan
menjadi manusia baru yang telah diciptakan menurut kehendak Allah dalam
kebenaran dan kekudusan yang sebenarnya. (Efesus 4:22-24). Perbedaan yang
sangat jelas adalah orang percaya berpusat kepada Kristus (Christocentric).
Tanpa melakukan ritual apapun yang mengikat kita dengan berbagai syarat dan
cara, Kristus telah membebaskan kita dari belenggu dosa yang berujung kepada
maut (Titus 3:4-5). Pikiran kita tidak dibawa kepada Allah tetapi pikiran Allah
di dalam Kristuslah yang dipakaikan di dalam kita (Filipi 2:5). Orang percaya
benar-benar dibebaskan dari segala belenggu baik dosa maupun cara menyelesaikan
dosa.
Itu sebabnya, berhati-hatilah dengan
praktik-praktik yoga yang sebenarnya sedang menyeret kita untuk kembali
dibelenggu oleh kebebasan bersyarat jika ingin terhubung kembali dengan Allah.
Kita sudah hidup di dalam Allah dan Allah di dalam kita (Galatia 2:20).
Berhati-hatilah dengan filsafat kosong yang tidak menurut Kristus (Kolose 2:8).
PENUTUP
Dari
seluruh sumber pustaka yang diambil dan hasil analisa kelompok yang telah
dilakukan, maka melalui makalah ini dapat kami simpulkan bahwa:
1. Yoga adalah kegiatan ritual spiritual Hinduisme/Buddhisme
yang dibalut dalam praktik olah tubuh, pikiran, dan jiwa manusia.
2. Yoga
adalah kegiatan yang bersifat anthropocentric.
3. Yoga
tidak selaras dengan kekristenan yang bersifat Christocentric.
4. Yoga
dapat menyeret orang percaya untuk kembali kepada belenggu dosa yang meniadakan
kasih karunia Allah di dalam Kristus.
5. Yoga tidak direkomendasikan untuk orang Kristen.
Lectio
Divina, apakah itu?
Tradisi Gereja Katolik mengenal apa yang disebut sebagai “lectio divina” untuk membantu kita umat beriman untuk sampai kepada persahabatan yang mendalam dengan Tuhan. Caranya ialah dengan mendengarkan Tuhan berbicara kepada kita melalui sabda-Nya. “Lectio” sendiri adalah kata Latin yang artinya “bacaan”. ((Lih. M. Basil Pennington, Lectio Divina, (New York: A Crossroad Book, 1998), p. 1)). Maka “lectio divina” berarti bacaan ilahi atau bacaan rohani. Bacaan ilahi/ rohani ini terutama diperoleh dari Kitab Suci. Maka memang, lectio divina adalah cara berdoa dengan membaca dan merenungkan Kitab Suci untuk mencapai persatuan dengan Tuhan Allah Tritunggal. Di samping itu, dengan berdoa sambil merenungkan Sabda-Nya, kita dapat semakin memahami dan meresapkan Sabda Tuhan dan misteri kasih Allah yang dinyatakan melalui Kristus Putera-Nya. Melalui Lectio divina, kita diajak untuk membaca, merenungkan, mendengarkan, dan akhirnya berdoa ataupun menyanyikan pujian yang berdasarkan sabda Tuhan, di dalam hati kita.
Penghayatan sabda Tuhan ini akan membawa kita kepada kesadaran akan kehadiran Allah yang membimbing kita dalam segala kegiatan kita sepanjang hari. Jika kita rajin dan tekun melaksanakannya, kita akan mengalami eratnya persahabatan kita dengan Allah. Suatu pengalaman yang begitu indah tak terlukiskan!
EMPAT HAL DALAM PROSES LECTIO DIVINA
Meskipun terjemahan bebas dari kata lectio adalah bacaan, proses yang terjadi dalam Lectio divina bukan hanya sekedar membaca. Proses lectio divina ini menyangkut empat hal, yaitu: lectio, meditatio, oratio dan contemplatio. ((Lih. Ibid., p. 57, 88)).
1. Lectio
Membaca
di sini bukan sekedar membaca tulisan, melainkan juga membuka keseluruhan diri
kita terhadap Sabda yang menyelamatkan. Kita membiarkan Kristus, Sang Sabda,
untuk berbicara kepada kita, dan menguatkan kita, sebab maksud kita membaca
bukan sekedar untuk pengetahuan tetapi untuk perubahan dan perbaikan diri kita.
Maka saat kita sudah menentukan bacaan yang akan kita renungkan (misalnya bacaan
Injil hari itu, atau bacaan dari Ibadat Harian), kita dapat membacanya dengan
kesadaran bahwa ayat-ayat tersebut sungguh ditujukan oleh Tuhan kepada kita.
2. Meditatio
Meditatio
adalah pengulangan dari kata-kata ataupun frasa dari perikop yang kita baca,
yang menarik perhatian kita. Ini bukan pelatihan pemikiran intelektual di mana
kita menelaah teksnya, tetapi kita menyerahkan diri kita kepada pimpinan Allah,
pada saat kita mengulangi dan merenungkan kata-kata atau frasa tersebut di
dalam hati. Dengan pengulangan tersebut, Sabda itu akan menembus batin kita
sampai kita dapat menjadi satu dengan teks itu. Kita mengingatnya sebagai
sapaan Allah kepada kita.
3. Oratio
Doa
adalah tanggapan hati kita terhadap sapaan Tuhan. Setelah dipenuhi oleh Sabda yang
menyelamatkan, maka kita memberi tanggapan. Maka seperti kata St. Cyprian,
“Melalui Kitab Suci, Tuhan berbicara kepada kita, dan melalui doa kita
berbicara kepada Tuhan.” Maka dalam lectio divina ini, kita mengalami
komunikasi dua arah, sebab kita berdoa dengan merenungkan Sabda-Nya, dan
kemudian kita menanggapinya, baik dengan ungkapan syukur, jika kita menemukan
pertolongan dan peneguhan; pertobatan, jika kita menemukan teguran; ataupun
pujian kepada Tuhan, jika kita menemukan pernyataan kebaikan dan kebesaran-Nya.
4.
Contemplatio
Saat
kita dengan setia melakukan tahapan-tahapan ini, akan ada saatnya kita
mengalami kedekatan dengan Allah, di mana kita berada dalam hadirat Allah yang
memang selalu hadir dalam hidup kita. Kesadaran kontemplatif akan kehadiran
Allah yang tak terputus ini adalah sebuah karunia dari Tuhan. Ini bukan hasil
dari usaha kita ataupun penghargaan atas usaha kita. St. Teresa menggambarkan
keadaan ini sebagai doa persatuan dengan
Allah/ prayer of union di mana kita “memberikan diri kita secara total kepada
Allah, menyerahkan sepenuhnya kehendak kita kepada kehendak-Nya.” ((St. Teresa
of Avila, The Way of Perfection, text prepared by Kieran Kavanaugh, OCD,
Washington DC: ICS Publication, 2000), p. 358.))
Ke-empat fase ini membuat kelengkapan lectio divina. Jika lectio diumpamakan sebagai fase perkenalan, maka meditatio adalah pertemanan, oratio persahabatan dan contemplatio sebagai persatuan.
BAGAIMANA CARANYA MEMULAI LECTIO DIVINA
Karena maksud dari lectio divina adalah untuk menerapkan Sabda Allah dalam kehidupan kita, dan dengan demikian hidup kita diubah dan dipimpin olehnya, maka langkah-langkah lectio divina adalah sebagai berikut:
1.
Ambillah sikap doa, bawalah diri kita dalam hadirat Allah. Resapkanlah
kehadiran Tuhan di dalam hati kita. Mohonlah agar Tuhan sendiri memimpin dan
mengubah hidup kita melalui bacaan Kitab Suci hari itu.
2.
Mohonlah kepada Roh Kudus untuk membantu kita memahami perikop itu dengan
pengertian yang benar.
3.
Bacalah perikop Kitab Suci tersebut secara perlahan dan dengan seksama, jika
mungkin ulangi lagi sampai beberapa kali.
4.
Renungkan untuk beberapa menit, akan satu kata atau ayat atau hal-hal yang
disampaikan dalam perikop tersebut dan tanyakanlah kepada diri kita sendiri,
“Apakah yang diajarkan oleh Allah melalui perikop ini kepadaku?”
5.
Tutuplah doa dengan satu atau lebih resolusi/keputusan praktis yang akan kita
lakukan, dengan menerapkan pokok-pokok ajaran yang disampaikan dalam perikop
tersebut di dalam hidup dan keadaan kita sekarang ini.
Memang, pada akhirnya, lectio divina ini tidak akan banyak berguna jika kita berhenti pada meditatio/ permenungan, tapi tanpa langkah selanjutnya. Kita harus menanggapi apa yang Tuhan sampaikan lewat sabda-Nya, dan membuat keputusan tentang apakah yang akan kita lakukan selanjutnya, setelah menerima pengajaran-Nya. Maka langkah berikut, kita dapat mengadakan percakapan/ oratio yang akrab dengan Tuhan Yesus, entah berupa ucapan syukur, pertobatan, atau permohonan, yang semua dilakukan atas dasar kesadaran kita akan besarnya kasih Tuhan kepada kita.
Kesadaran akan kasih Kristus inilah yang sedikit demi sedikit mengubah kita, dan mendorong kita untuk juga memperbaiki diri, supaya dapat mengikuti teladan-Nya untuk hidup mengasihi orang-orang di sekitar kita, terutama anggota keluarga kita sendiri: suami, istri, orang tua, dan anak-anak. Kasih-Nya ini pula yang membangkitkan di dalam hati kita rasa syukur, atas pengampunan dan pertolongan-Nya pada kita. Dengan memandang kepada Yesus, kita dapat melihat dengan jujur ke dalam diri kita sendiri, untuk menemukan hal-hal yang masih harus kita perbaiki, agar kita dapat hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai murid- murid-Nya.
Jika melalui lectio divina akhirnya kita mampu mengalahkan kehendak diri sendiri untuk mengikuti kehendak Allah, maka kita perlu sungguh bersyukur. Sebab sesungguhnya, ini adalah karya Roh Kudus yang nyata dalam hidup kita. Perubahan hati, atau pertobatan terus menerus yang menghantar kita lebih dekat kepada Tuhan dengan sendirinya mempersiapkan kita untuk bersatu dengan-Nya dalam contemplatio. Dalam contemplatio ini, hanya ada Allah saja di dalam hati dan pikiran kita. Kerajaan-Nya memenuhi hati kita, sehingga kehendak-Nya sepenuhnya menjadi kehendak kita. “Jadilah padaku ya Tuhan, menurut kehendak-Mu….” Dan dalam keheningan dan kedalaman batin kita masuk dalam persatuan dengan Dia.
Jika arti doa yang sesungguhnya adalah “turun dengan pikiran kita menuju ke dalam hati, dan di sana kita berdiri di hadapan wajah Tuhan, yang selalu hadir, selalu memandang kita, di dalam diri kita.” ((Henri J.M. Nouwen, The Way of the Heart, (New York: Ballantine Books, 1991), p.59)), maka contemplatio adalah puncak doa. Ini adalah saat di mana kita memandang Yesus dengan pandangan iman: “Aku memandang Dia dan Dia memandangku.” ((KGK 2715)) Pandangan kepada Yesus ini adalah suatu bentuk penyangkalan diri, di mana kita tidak lagi menghendaki sesuatu yang lain daripada kehendak Allah. Dengan pandangan ini kita mempercayakan seluruh diri kita ke dalam tangan-Nya, dan kita semakin terdorong untuk mengasihi dan mengikuti Dia yang terlebih dahulu mengasihi kita.
APA BUAH-BUAH DARI LECTIO DIVINA?
Buah-buah dari Lectio divina adalah Compassio dan Operatio. ((lih. M. Basil Pennington, Lectio Divina, Ibid., p. 89)). Dengan persatuan kita dengan Tuhan, maka kita membuka diri juga untuk lebih memperhatikan dan mengasihi sesama dan ciptaan Tuhan yang lain. Kita juga didorong untuk melakukan tindakan nyata untuk membantu sesama yang membutuhkan pertolongan, ataupun untuk selalu mengusahakan perdamaian dengan semua orang. Dengan demikian perbuatan kita menjadi kesatuan dengan doa kita, atau dengan perkataan lain kita memiliki perpaduan sikap Maria dan Martha (lih. Luk 10:38-42).
Mari, memulai perjalanan iman dengan Lectio divina
Jika kita membaca pengalaman para orang kudus, kita mengetahui bahwa banyak dari mereka menerapkan lectio divina dalam kehidupan rohani mereka. Diakui bahwa perjalanan menuju contemplatio bukan sesuatu yang mudah, karena memerlukan disiplin dan kesetiaan kita untuk menyediakan waktu untuk berdoa. Namun demikian, sesungguhnya setiap orang dapat mulai menerapkan lectio divina ini dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak orang keliru jika berpikir bahwa membaca dan merenungkan Alkitab secara pribadi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu yang tingkat pendidikan yang tinggi tentang Alkitab. Kenyataannya, sebagian besar perikop Kitab Suci tidak sulit di-interpretasikan. Bahkan perikop yang mengandung ayat yang sulit sekalipun, akan tetap berguna untuk direnungkan. Maka sesungguhnya, tidak ada alasan bagi kita untuk malas membaca dan merenungkan Kitab Suci. Kita dapat menggunakan ayat-ayat Kitab Suci untuk berdoa dan untuk menjadi penuntun sikap kita sehari-hari. Membaca atau menghafalkan ayat- ayat Alkitab adalah sesuatu yang baik, tetapi alangkah lebih baik jika kita meresapkannya dan membiarkan hidup kita terus menerus diubah olehnya. Tentu, ke arah yang lebih baik, agar kita semakin dapat mengikuti teladan Kristus Tuhan kita.
BAHAYA PRAKTEK LECTIO DIVINA
Prinsip-prinsip lectio divina diungkapkan sekitar tahun 220, yang kemudian dipraktekkan oleh para biarawan Katolik, terutama pada masa monastik dari Santo Pachomius, Agustinus, Basil, dan Benedict. Saat ini, praktek lectio divina sangat populer di kalangan umat Katolik dan Gnostik, yang diterima sebagai bagian integral dari kebaktian di aliran Emerging Church.
Tentu saja, hubungan antara membaca Alkitab dan berdoa memang sangat dianjurkan; bahwa dua kegiatan ini harus selalu dilakukan bersama-sama. Namun, bahaya yang melekat dalam praktek semacam ini, dan kesamaannya yang cukup mengherankan dengan meditasi transendental dan ritual berbahaya lainnya, harus dipertimbangkan dengan cermat. Dalam praktek ini, si pelaku memiliki potensi untuk mengejar pengalaman mistik semata, di mana tujuannya adalah untuk membebaskan pikiran dan memberdayakan dirinya sendiri.
Orang Kristen harus menggunakan Alkitab untuk mengejar pengetahuan tentang Allah, kebijaksanaan, dan kekudusan melalui makna teks yang objektif, dengan tujuan mengubahkan pemikiran mereka agar sesuai dengan kebenaran. Allah berkata umat-Nya binasa karena kurangnya pengetahuan (Hos 4:6), bukan karena kurangnya pertemuan pribadi yang bersifat mistik dengan-Nya. Mereka yang melakukan pendekatan supranatural terhadap teks Alkitab cenderung untuk melepaskan teks tersebut dari konteks dan makna sebenarnya. Mereka menggunakannya dengan cara dan pengalaman yang subjektif dan individualistis, yang sebenarnya tidak pernah dimaksudkan oleh teks tersebut. Di sinilah lectio dan Gnostisisme berbagi kesamaan.
Kristen Gnostisisme merupakan kepercayaan yang meyakini bahwa seseorang harus memiliki "gnosis" (dari bahasa Yunani Gnosko yang berarti "mengetahui") atau pengetahuan batin yang bersifat mistis, yang diperoleh setelah seseorang melalui proses inisiasi dengan baik. Hanya sedikit yang bisa memiliki pengetahuan mistis ini. Tentu, gagasan memiliki pengetahuan yang khusus ini sangat menarik dan membuat si "orang-berpengetahuan" ini merasa penting dan unik, seolah-olah dia memiliki pengalaman khusus dengan Allah yang tidak dimiliki oleh orang lain.
"Orang-berpengetahuan khusus” ini percaya bahwa kebanyakan orang tidak memiliki pengetahuan spiritual dan menganggap hanya mereka yang benar-benar "tercerahkan" yang bisa mengalami Allah. Karenanya, hal-hal seperti reintroduksi kontemplatif, atau pemusatan pikiran (centering), doa – praktek meditasi yang berfokus untuk memiliki pengalaman mistis dengan Allah – menyusup masuk ke dalam Gereja. Doa kontemplatif mirip dengan latihan meditasi yang digunakan agama-agama Timur dan aliran New Age, yang tidak memiliki dasar apapun dalam Alkitab, meskipun para pendoa kontemplatif ini memang menggunakan Alkitab sebagai titik awalnya.
Selanjutnya, jelas terlihat adanya bahaya yang mengintai ketika kita mulai membuka pikiran dan mendengarkan suara-suara. Para pendoa kontemplatif begitu berhasrat untuk mendengar sesuatu – apa saja – sehingga mereka seringkali kehilangan objektivitas untuk membedakan mana-mana yang suara Allah, pikiran mereka sendiri, dan setan yang menyusup masuk ke dalam pikiran mereka. Setan dan antek-anteknya selalu berhasrat untuk menerobos masuk ke dalam pikiran manusia tanpa ketahuan. Membuka pikiran kita dengan cara-cara tersebut mengundang bencana. Kita tidak boleh lupa bahwa Setan selalu mencari mangsa, berupaya melahap jiwa kita (1 Ptr 5:8). Mereka dapat muncul sebagai malaikat terang (2 Kor 11:14), membisikkan tipu muslihatnya ke dalam pikiran yang lengah dan terbuka.
Pada akhirnya, serangan terhadap doktrin mengenai memadainya Alkitab (the sufficiency of Scripture) merupakan karakteristik yang jelas dari lectio divina. Saat Alkitab menyatakan bahwa semua isi di dalamnya sudah memadai untuk menuntun seseorang menjalani kehidupan Kristennya (2 Tim 3:16), para penganut lectio ini malahan menyangkalnya. Mereka yang melakukan praktek doa "percakapan" ini berusaha mencari wahyu tambahan dari Allah. Seolah-olah meminta-Nya untuk mengabaikan apa yang telah Dia ungkapkan kepada umat manusia. Seolah-olah Allah akan mengingkari seluruh janji-janji-Nya tentang Firman-Nya yang kekal. Mazmur 19:7-14 berisi pernyataan definitif tentang memadainya Alkitab. Alkitab itu "sempurna, menyegarkan jiwa." Alkitab itu "tepat, menyukakan hati." Alkitab itu "murni, membuat mata bercahaya." Alkitab itu "benar" dan "adil semuanya." Alkitab "lebih indah daripada emas." Jika apa yang Allah maksudkan memang dinyatakan Mazmur ini, maka tidak ada kebutuhan lagi untuk wahyu tambahan. Meminta-Nya untuk memberikan satu wahyu tambahan merupakan penyangkalan atas apa yang telah Dia ungkapkan.
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru merupakan firman dari Allah untuk dipelajari, direnungkan, didoakan, dan diingat demi pengetahuan dan makna obyektif yang dimilikinya. Termasuk soal otoritas dari Allah yang mereka wakili, bukannya untuk pengalaman mistik atau perasaan dari kekuatan pribadi dan kedamaian batin yang dapat mereka timbulkan. Pengetahuanlah yang harus terlebih dulu ada; maka pengalaman dan kedamaian akan timbul sebagai produk sampingan dari pengetahuan dan komunikasi yang benar dengan Allah. Selama seseorang memegang pandangan ini mengenai Alkitab dan doa, maka dia akan melakukan meditasi dan doa yang benar; sama seperti yang diperintahkan kepada para pengikut Kristus yang percaya pada Alkitab.
Sumber
:
www.katolista.org/lectio-divina
https://www.gotquestions.org/Indonesia/lectio-divina.html
[1] Swami Sivananda, Kundalini Yoga,
-, hlm. 46
[2] https://kilaumas56.wordpress.com/2012/09/15/pengertian-dan-manfaat-kundalini/
[3] http://news.detik.com/berita/2786233/umat-muslim-yang-hobi-yoga-silakan-perhatikan-fatwa-mui-ini
[4] https://cantik.tempo.co/read/891572/pro-kontra-benarkah-yoga-tak-aman-100-persen/full&view=ok
[5] https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/rutin-yoga-dan-meditasi-ego-pun-meningkat
[6] Anton Bakker, Antropologi
Metafisik, 2000, hlm. 24
[7] A. Drucker, Intisari Bhagawad
Gita, 1996, hlm. 23
Posting Komentar untuk "DAYA TARIK YOGA DAN KONSEPNYA SERTA LECTIO DIVINA."
Berkomentar yg membangun dan memberkati.