Komunikasi Rasul Paulus dalam Pekabaran Injil
Komunikasi Rasul Paulus dalam Pekabaran Injil
A. LATAR BELAKANG
Paulus, yang awalnya bernama Saulus, adalah seorang Yahudi yang lahir dan dibesarkan di Tarsus, provinsi Kilikia, wilayah Asia Kecil (Kisah Para Rasul 21:39). Dia adalah keturunan suku Benyamin dan termasuk orang Ibrani. Dia adalah warga negara Romawi. Dia hidup selama hampir 7 dekade penting sejak kelahiran Yesus. Dalam Alkitab, dia digambarkan sebagai orang yang kecil, memiliki kelemahan dalam penglihatannya (Galatia 4:15; 16:11), dan tidak terlalu fasih dalam berbicara (2 Korintus 10:10; 11:6) (Catatan 1). Dalam sebuah buku berjudul "Act of Paul", sosok Paulus digambarkan sebagai seorang laki-laki berperawakan kecil tapi kuat, sedikit botak, berhidung seperti kakaktua, dan memiliki kaki yang bengkok. Namun seperti apa perawakan Paulus, belum ada data yang menyebutkannya dengan pasti.
1. Saulus Muda
Saulus dilahirkan di Tarsus, sebuah kota utama dari
provinsi Kilikia, terletak di sebelah timur Asia kecil. Di kota itu, dia
terbiasa melihat kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di lingkungan sekitar. Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika di dalam tulisan-tulisannya, kita bisa
menemukan pantulan dari situasi hidup dan kejadian-kejadian di kota Tarsus.
Misalnya, kilatan cahaya yang menyilaukan yang dipantulkan oleh topi baja dan
tombak tentara Roma di siang terik daerah Laut Tengah. Pengalaman ini
sepertinya menjadi latar belakang ilustrasinya mengenai peperangan orang
Kristen (2 Korintus 10:4). Selain itu, Paulus juga memakai ilustrasi tentang perahu
yang kandas (1 Timotius 1:19), tukang periuk (Roma 9:21), kemenangan (2
Korintus 2:14), untuk membandingkan kemah duniawi dalam kehidupan ini dengan
suatu tempat kediaman di surga -- suatu tempat kediaman kekal yang tidak dibuat
oleh tangan manusia (2 Korintus 5:1).
Paulus adalah warga negara Roma (Kisah Para Rasul
22:25, 28), tetapi ia juga menyebut dirinya "orang Israel dari keturunan
Abraham, dari suku Benyamin" (Roma 11:1). Selain itu, Paulus adalah orang
yang taat terhadap hukum Taurat dan menyebut dirinya seorang Farisi (Filipi
3:5; Kisah Para Rasul 23:6). Pendidikan keagamaannya berakar pada kepatuhan
terhadap Hukum Taurat, sebagaimana diterangkan oleh para rabi Yahudi. Sejak
usia 5 tahun, Paulus sudah dibiasakan untuk membaca Kitab Suci. Pada usia 10
tahun, dia dibiasakan untuk mempelajari Misynah dan berbagai tafsiran tentang
Hukum Taurat, mendalami sejarah, adat-istiadat, dan bahasa bangsanya. Pada usia
13 tahun, dia diharapkan sudah bisa mempertanggungjawabkan ketaatannya pada
Hukum Taurat.
Saulus dari Tarsus melewatkan masa mudanya di
Yerusalem, di bawah pimpinan Gamaliel salah seorang rabi Yahudi yang sangat
termasyhur. Di sana, ia dididik menurut hukum nenek moyangnya (Kisah Para Rasul
22:3). Sebagai calon rabi, Saulus diwajibkan memiliki keterampilan tertentu,
sehingga ke depannya dia bisa mengajar tanpa membebani masyarakat. Paulus
memilih industri yang khas dari kota Tarsus, yaitu membuat tenda dari bulu
domba. Kemahirannya dalam membuat tenda inilah yang nantinya sangat bermanfaat
dalam tugas-tugas misinya.
Setelah menyelesaikan masa belajarnya bersama Gamaliel, Paulus kemungkinan kembali ke Tarsus selama beberapa tahun. Setelah itu, ia kembali ke Yerusalem untuk menganiaya orang-orang Yahudi yang telah menerima ajaran Yesus, orang Nazaret. Paulus sendiri tidak pernah bisa melupakan apa yang pernah ia perbuat kepada orang-orang Yahudi, yang telah menerima ajaran Yesus (1 Korintus 15:9). Bahkan, ia sendiri menjuluki dirinya sebagai "penganiaya jemaat" (Filipi 3:6; Galatia 1:13) dan orang "yang paling berdosa" (1 Timotius 1:15), karena ia telah menganiaya Yesus dan para pengikut-Nya.
2. Pertobatan di Jalan Damsyik
Setelah kematian Stefanus, yang mana Saulus berperan
sebagai salah satu algojo, Saulus berusaha membinasakan jemaat Tuhan dan memasuki
rumah demi rumah, menyeret laki-laki dan perempuan ke luar, dan menyarankan
mereka untuk dimasukkan ke dalam penjara (Kisah Para Rasul 8:3). Karena
penganiayaan ini, murid Kristus tersebar sampai ke seluruh pelosok (Kisah Para
Rasul 8:4). Mengetahui hal itu, ia memutuskan untuk melakukan pengejaran
terhadap para murid Kristus yang tercerai-berai itu. Salah satunya ke Damsyik,
dengan membawa pasukan dan surat kuasa yang memberinya kekuasaan untuk
menangkap dan membawa siapa pun (Kisah Para Rasul 9:2).
Dalam perjalanan menuju Damsyik, suatu peristiwa penting terjadi. Dalam suatu kilatan cahaya yang terang-benderang, Saulus melihat semua kebanggaan dan keangkuhan dirinya dilucuti, dan mendapati dirinya hanya sebagai penganiaya Mesias beserta umat-Nya. Di hadapan Kristus yang hidup, Saulus menyerah. Ia mendengar ada suara yang berkata, "Akulah Yesus yang kau aniaya itu. Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kau perbuat." (Kisah Para Rasul 9:5-6) Sejak peristiwa itu, selama 3 hari ia tidak bisa melihat, tidak makan dan minum (Kisah Para Rasul 9:9). Ananias, seorang murid Tuhan disuruh untuk menumpangkan tangan ke atas Saulus, dan seketika itu Saulus bisa melihat kembali. Mulai saat itu namanya berubah menjadi Paulus.
3. Awal Pelayanan Paulus
Setelah pertobatannya, Paulus
memberikan kesaksian tentang iman barunya di sinagoge di Damsyik. Akan tetapi,
Paulus mengalami banyak pelajaran pahit sebelum dia bisa muncul sebagai seorang
pemimpin jemaat Kristen yang dipercaya dan efektif. Jemaat Kristen masih trauma
dengan masa lalunya yang suka menganiaya jemaat. Mereka mencurigai dan menjauhi
Paulus. Karena merasa tidak diterima oleh jemaat di Damsyik, Paulus pergi ke
Arabia dan beberapa waktu kemudian dia kembali ke Damsyik. Sayangnya, usaha
Paulus untuk melayani Tuhan di Damsyik belum juga berhasil. Pertobatannya yang
sudah berjalan 1-2 tahun belum membuat masyarakat Yahudi yakin bahwa Paulus
benar-benar sudah berubah. Mereka begitu jengkel dan berunding untuk membunuh
Paulus (Kisah Para Rasul 9:23). Untuk menyelamatkan diri, Paulus pergi ke
Yerusalem. Naasnya, di sana pun dia tidak mendapatkan perlakuan yang baik.
Lagi-lagi, dia harus melarikan diri. Setelah itu, Paulus menghilang selama
beberapa tahun. Tahun-tahun pengasingan diri ini memberinya keyakinan yang
matang dan kemampuan rohani yang ia butuhkan untuk pelayanan berikutnya.
Di Antiokhia, banyak orang non-Yahudi yang bertobat dan mengikut Kristus. Mereka perlu dibina. Saat itulah, Barnabas ingat kepada Paulus, dan segera pergi ke Tarsus untuk mencarinya. Barnabas pun memperkenalkan Paulus kepada jemaat dan menghilangkan kecurigaan jemaat kepadanya.
4. Perjalanan Pengabaran Injil
Gereja baru yang sedang berkembang
di Antiokhia mengutus Barnabas dan Paulus sebagai utusan Injil. Tempat
persinggahan mereka yang pertama adalah Salamis di Pulau Siprus, tempat
kelahiran Barnabas. Keberhasilan pengabaran Injil di pulau itu membakar
semangat Paulus dan rekan-rekannya untuk meneruskan usaha mereka ke
daerah-daerah yang lebih sulit. Mereka menuju Perga dan Antiokhia. Di Antokhia,
Paulus menjadi pembicara. Di sana, sebagian orang memercayai pemberitaan Paulus
dan sebagian lagi menolaknya.
Hal ini memicu perlawanan. Awalnya
hal ini hanya terjadi di Antiokhia, namun selanjutnya menjalar ke Ikonium dan
Listra. Di Listra, ia dilempari batu dan ditinggalkan di luar kota. Orang-orang
yang melemparinya dengan batu menduga bahwa dia sudah mati, jadi mereka
meninggalkannya begitu saja. Namun, ternyata Paulus masih hidup. Setelah itu,
dia pergi ke Derbe. Kunjungan Paulus dan Barnabas ke Derbe mengakhiri
perjalanan mereka yang pertama. Namun, tidak lama kemudian, Paulus memutuskan
untuk menelusuri kembali rute yang sulit itu untuk menguatkan, memberi
semangat, dan mengorganisasi kelompok-kelompok Kristen yang telah berhasil
didirikannya bersama Barnabas. Paulus berencana untuk mendirikan jemaat-jemaat Kristen
di kota-kota utama dalam wilayah Kerajaan Romawi. Ia tidak mau meninggalkan
orang-orang yang sudah ia bawa bertobat itu tanpa pemimpin rohani yang memadai.
Dalam perjalanan pengabaran Injil
tersebut, Paulus juga memikirkan hubungan antara orang-orang non-Yahudi yang
telah bertobat dengan kalangan orang Yahudi Kristen. Meskipun telah bertobat,
orang-orang percaya non-Yahudi ini tetap dianggap kelas "dua",
sehingga menghalangi mereka untuk menjadi "anggota penuh" jemaat
Yahudi. Paulus bersama Barnabas pergi ke Yerusalem untuk membicarakan masalah
ini dengan para pemimpin gereja di sana. Paulus berhasil memikat hati banyak
orang dengan pemaparan pandangannya mengenai masalah tersebut. Setelah
persidangan di Yerusalem, Paulus dan Barnabas tinggal beberapa saat di
Antiokhia (Kisah Para Rasul 15:35).
Sayangnya, di sana terjadi dua
peristiwa yang meretakkan hubungan kerja Paulus dengan Barnabas dan Petrus.
Awalnya, Petrus mendukung pandangan Paulus untuk membebaskan orang non-Yahudi
dari aturan makan orang Yahudi, bahkan memberikan teladan dengan cara makan
bersama-sama orang non-Yahudi. Namun, selanjutnya Petrus mengundurkan diri dan
menjauhi mereka (Galatia 2:12). Barnabas pun turut terseret dengan Petrus.
Inilah peristiwa pertama yang meretakkan hubungan mereka. Peristiwa kedua
adalah Paulus menentang Barnabas untuk membawa serta Yohanes Markus dalam
perjalanan penginjilan mereka. Hal ini menimbulkan perselisihan yang tajam
(Kisah Para Rasul 15:39). Alhasil, mereka selanjutnya mengambil rute yang
berbeda dalam perjalanan penginjilan. Hal ini justru membuat Injil tersebar
lebih luas.
Dalam pelayanan selanjutnya, Paulus
ditemani oleh Silas. Mereka berjalan mengelilingi Siria dan Kilikia sambil
menguatkan jemaat-jemaat di situ. Setelah itu, mereka pergi ke Derbe dan
Listra. Di Listra, Paulus bertemu dengan Timotius yang kemudian dipilihnya
untuk membantu Paulus dalam pelayanannya. Selanjutnya, Paulus melakukan
perjalanan misinya melewati kota-kota utama Makedonia -- dari Filipi ke
Tesalonika, Berea, Athena, dan Korintus.
Setelah Paulus melayani orang-orang non-Yahudi selama hampir 3 tahun di Yerusalem, Paulus kembali ke Antiokhia. Dari sana, dia menuju ke Galatia, Frigia, Derbe, Listra, Ikonium, dan Antiokhia. Setelah itu, ia memutuskan untuk menginjil secara intensif di Efesus. Di Efesus inilah Paulus menunjukkan pelayanannya yang paling sukses dan paling luas. Akan tetapi, ini merupakan tahun-tahun paling berat baginya. Ia harus menghidupi dirinya sendiri dengan membuat dan menjual tenda-tenda. Pagi-pagi benar dia mulai membuat tenda, siang harinya dia mengajar dan memberitakan Injil, kemungkinan hingga malam hari. Dia melakukan hal ini setiap hari selama 2 tahun. Setelah melewatkan tiga kali musim dingin di Efesus, Paulus kemudian pergi ke Korintus lalu ke Roma.
B. METODE KOMUNIKASI DALAM MISI RASUL PAULUS
Rasul Paulus mungkin adalah misionaris yang paling berhasil sepanjang
zaman. Dari setiap perjalanan misi yang dia lakukan, berita Injil
deperdengarkan di dunia Roma dan jemaat-jemaat yang berkembang didirikan. Dari
misi yang dilakukan Paulus lahir pekabar-pekabar Injil yang baru. Tentu saja
keberhasilan dalam pelayanan Rasul Paulus didukung banyak faktor. Tentu Roh Kuduslah
yang bekerja dalam kehidupan Paulus dan dalam setiap pemberitaannya. Roh Kudus
yang membuat seseorang menerima dan berubah oleh berita Injil itu. Hal ini
diakuinya dalam banyak kesempatan dalam surat-suratnya.
Hal lain yang
mendukung kesuksesan misi itu adalah strategi Rasul Paulus dalam perjalanan
misinya. Perencanaan yang hebat disertai kuasa Roh Kudus menghasilkan tuaian
yang besar dalam misi itu. Strategi menyangkut tempat, rute, dan metode
penyampaian Injil itu. Satu hal lagi yang perlu ditambahkan disini adalah
Paulus dalam setiap perjalanannya tidak pernah sendirian. Artinya dia tidak
bekerja sendiri, melainkan melakukan pekerjaan tim.
1.
Pemilihan
Tempat
Dalam ketiga perjalanan misinya sebagian besar
kota-kota provinsi Roma sudah disinggahi. Namun kita bisa lihat bahwa Paulus
selektif dalam memilih tempat dimana dia akan memberitakan Injil.
a. Di kota
(pusat-pusat komunikasi)
Kota-kota merupakan pusat pertemuan kebudayaan, dengan
masyarakatnya yang majemuk. Kota merupakan tempat terkumpulnya informasi dan
pusat penyebaran informasi yang sangat cepat. Dalam pelayanan Pekabaran Injil
yang dilakukan Paulus, dia selalu memilih kota-kota besar di daerah kekaisaran
Romawi. Tentu saja Paulus bisa memilih daerah pinggiran atau pedesaan untuk
penginjilannya. Namun itu tidak dilakukannya, justru Paulus memanfaatkan rute
dan jalan-jalan antar kota yang dibangun kekaisaran Roma.
Penyebaran informasi selalu dari daerah kecil (desa) ke kota. Ketika berita Injil itu mulai tumbuh di kota maka berita itu akan menyebar di daerah-daerah sekitarnya.
b. Sinagoge
Misi penginjilan Paulus terutama adalah kepada bangsa
non Yahudi. Namun dalam setiap misinya, ia tidak pernah melupakan bangsanya.
Memberitakan Injil di sinagoge-sinagoge adalah hal yang biasa (Kisah 17:1-2).
Sinagoge merupakan pusat ibadah orang Yahudi. Mereka yang tersebar di seluruh
kekaisaran Romawi membentuk kumpulan sosial sendiri, dimana sinagoge menjadi
pusat kehidupan sehari-hari orang Yahudi, baik dalam hal agama maupun hal
sosial kemasyarakatan.
Melihat pentingnya sinagoge, Paulus selalu mengunjungi
sinagoge di setiap kota yang dikunjunginya. Sinagoge menjadi pusat komunikasi
dan penyebaran informasi dalam masyarakat Yahudi. Sehingga berita Injil akan
cepat tersebar diantara orang Yahudi.
c. Kuil-kuil
berhala
Kuil-kuil berhala tidak luput juga dari penginjilan
Rasul Paulus. Sebagai tempat berkumpulnya masyarakat Yunani, Paulus
menggunakannya sebagai tempat pemberitaannya. Kuil-kuil berhala pada masa
itu
d. Dipasar-pasar (Kis 17:17)
Pasar sebagai pusat ekonomi, menjadi tempat
berkumpulnya masyarakat dari berbagai kalangan. Suatu berita akan berkembang
dan menyebar dengan cepat di pasar-pasar Romawi. Dalam proses pemberitaannya
Paulus memanfaatkan keadaan ini, dengan tujuan penyebaran berita Injil
itu.
e. Ruang kuliah
dan dunia filsafat orang Yunani.
Budaya Yunani yang menyenangi filsafat dan
pengetahuan-pengetahuan yang baru, dapat dilihat dalam pola pendidikan mereka.
Pada zaman itu di dunia Yunani telah ada wadah-wadah untuk mendapatkan pendidikan
filsafat. Dalam Alkitab kita bisa baca adanya ruang kuliah Tiranus (Kis 19:9),
Stoa (Kis 17:, dan lain lain. Dan orang - orang yang
berkecimpung dalam dunia filsafat adalah orang yang berpengaruh dalam
masyarakat Yunani. Mereka adalah pemimpin-pemimpin dalam masyarakat.
Rasul Paulus melihat peluang untuk mempengaruhi
golongan ini, dan pada waktunya nanti bisa mempengaruhi masyarakat kecil. Di
ruang kuliah Tiranus, setiap hari Paulus berbicara mengenai Injil. Proses
komunikasi yang terjadi dalam ruang kuliah ini merupakan suatu peluang untuk
berlanjutnya kepada receiver berikutnya.
2. Metode Penyampaian
a. Memulai berkomunikasi/pemberitaan dari
pola pikir pendengar.
di Athena (Kis
17:16-34) Rasul Paulus memulai pemberitaannya dengan apa yang dipikirkan oleh
pendengarnya. Di depan sidang Aeropagus, Paulus membuka pembicaraan dengan
membahas “allah yang tidak di kenal” yang topik yang menarik bagi semua anggota
Aeropagus. Kota Athena merupakan pusat pendidikan filsafat pada masa itu.
Berbagai macam aliran filsafat tumbuh subur di kota ini antara lain golongan
Epikuros, aliran Stoa yang didirikan Zeno (336-264) SM). Di kota ini semua
orang sibuk dengan ajaran atau hal-hal yang baru (Kis 17:21), sehingga ketika
Paulus datang dengan berita yang dibawanya mereka mau mendengarnya.
Paulus
memanfaatkan keingintahuan dan minat orang Athena. Memang komunikasi itu
dimulai dengan pola pikir dari para pendengar yaitu tentang allah mereka. Namun
Rasul Paulus tetap mempertahankan inti dari berita yang dia bawa yaitu Tuhan
Yesus Kristus yang mati dan bangkit untuk keselamatan manusia.
b. Kontekstualisasi dengan keadaan tempat dan waktu.
di sinagoge dia
mulai dengan membaca Perjanjian Lama (Kis 17:2-3) di Athena dimulai dengan
allah yang tidak dikenal (Kis 17). Itulah gambaran kontekstualisasi Paulus
dalam pekabarannya. Dengan orang Yahudi topik pembicaraannya adalah Taurat
Musa, dengan orang Yunani dia bicara tentang filsafat Yunani, dan dengan
penyembah berhala Paulus memulai pembicaraan dengan apa yang mereka pikirkan.
c.
Diskusi/berdebat
Paulus tidak hanya menyampaikan berita Injil dengan
cara-cara diplomasi saja. Disaat tertentu ketika dia ditantang untuk berdebat
dia juga mau dengan gigih menyampaikan keyakinannya. Di Efesus dia terlibat
dalam perdebatan dengan orang-orang Efesus tentang makna Injil Kristen (Kis
19:9).
d. Khotbah dan ceramah
Khotbah sebagai
bentuk komunikasi massa, merupakan salah satu metode komunikasi yang dipakai
oleh Paulus dalam pekabarannya.
3.
Surat-Surat
Sebagai Bentuk Komunikasi Non-Verbal
Dalam bahasa Yunani surat adalah “epistole”, dan bentuk
Latin epistula yang
mengartikan setiap jenis surat: mula-mula setiap komunikasi tertulis dari
seorang kepada orang lain, atau secara pribadi perseorangan ataupun secara
resmi. Demetrius (abad 1 SM) menyebut surat sebagai: setengah percakapan berdua
Sepertiga kitab-kitab dalam Perjanjian Baru adalah
surat-surat kiriman. Baik dari pribadi kepada pribadi maupun pribadi kepada
jemaat. Sebagian besar diantaranya ditulis oleh Rasul Paulus. Surat kiriman
menjadi salah satu bentuk komunikasi yang dipakainya untuk mengkomunikasikan
firman Tuhan.
Setidak-tidaknya tiga belas surat kiriman Paulus
terpelihara hingga kini. Dalam surat-suratnya Paulus menulis berbagai macam
pokok-pokok Kekristenan. Pengajaran dalam surat kiriman Paulus dikelompokkan
menjadi:
1.
Surat-surat mengenai akhir zaman (I
dan II Tesalonika)
2. Surat-surat
mengenai ajaran Keselamatan (I dan II Korintus, Galatia, Roma)
3. Surat-surat
mengenai Kristus (Kolose, Filemon, Efesus, dan Filipi)
4. Surat-surat
mengenai gereja (I dan II Timotius, Titus.
Metode Paulus mengkomunikasikan ajaran-ajaran
Kekristenan, dengan menggunakan surat-surat sangat efektif. Karena dalam
surat-surat itu pokok-pokok pengajaran bisa disampaikan secara panjang lebar.
Dan surat-surat itu bisa dibacakan secara berulang-ulang diantara
jemaat-jemaat. Berita yang disampaikan lewat surat bisa menjangkau banyak orang
dalam waktu yang panjang. Bahkan berita yang disampaikan Rasul Paulus dalam
surat-suratnya masih bisa kita baca sampai saat ini.
Metode
komunikasi surat juga menembus batasan-batasan yang ada antara informan dan receiver. Ketika Paulus ada dalam
penjara dia menulis surat kepada jemaat-jemaat. Jadi surat menjadi alat yang
efektif untuk menyampaikan pesannya ketika penjara membatasinya untuk
mengunjungi jemaat tersebut. Demikian juga ketika dia jauh tidak bisa
mengunjung suatu jemaat, maka surat menjadi alat yang penting dalam
pemberitaannya.
C. KESIMPULAN
Jadi komunikasi Rasul Paulus dalam pekabaran injil,
pertama-tama dia membuat strategi dan mencari tempat untuk menyampaikan
kebenaran Firman Tuhan. Dia mulai masuk ke dalam kota dan di pasar-pasar maupun
di tempat-tempat penyembahan berhala di situ dia mulai beradaptasi kepada semua
orang dan menjalain hubungan kepada orang Yahudi maupun orang Non Yahudi, dalam
proses komunikasi rasul paulus lama kelamaan dia bisa menarik perhatian dan
membuat percaya banyak orang Yahudi dan penganut agama Yahudi di kota itu.
Walupun demikian rasul paulus banyak menghadapi tantangan dan tekan dari orang
Yahudi dimana mulai iri hati dan membantah semua perkataan paulus serta
orang-orang Yahudi menghasut para perempuan terkemuka dan para pembesar kota
sampai akhirnya mereka menganiaya dan mengusir paulus (Kis. 13:50-52).
Namun demikian Rasul Paulus tidak patah semangat untuk
mengabarkan injil, dan dia pun meninggalkan tempat itu dan dia pergi ke Ikonium
bersama muridnya (Barnabas). Di tempat itu paulus mulai mewartakan kebenara dan
Injil keselamatan di rumah Ibadat Yahudi di Ikonium di situ dia membuat banyak
orang menjadi percaya, orang Yahudi
maupun orang Yunani (Kis. 14:1-7). Walaupun harus berhadapan dengan orang-orang
Yahudi yang mengacau (penghasut orang-orang non-Yahudi), paulus selalu
mewartakan injil dengan berani bahkan dalam pekabaran injil rasul paulus banyak
orang yang mendukung dia, akibat cara beradaptasinya dan komunikasinya kepada
semua orang.
____________________________________
YM SETO MARSUNU, PAULUS
sukacita rasul Kristus, KANISIUS, Yogyakarta 2003
St, Darmawijaya, Pr. Geladi
rohani bersama Rasul Paulus, KANISIUS, Yogyakarta 2008
R. Budiman, Tafsiran
Alkitab surat-surat pastoral I&II Timotius dan Titus, PT BPK Gunung
Mulia, Jakarta 2008
Posting Komentar untuk "Komunikasi Rasul Paulus dalam Pekabaran Injil"
Berkomentar yg membangun dan memberkati.