Konsep Serupa Dan Segambar Dalam Perjanjian Baru
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Identitas seseorang adalah hal
yang paling penting dalam kehidupan pribadi seorang manusia maka itu setiap
orang mengalami beberapa fase dalam hidupnya yang berhubungan dengan
identitasnya. Fase pertama yaitu fase pencarian jati diri kemudian merasa sudah
menemukannya, orang tersebut akan beranjak ke fase pembuktian diri di berbagai
aspek kehidupan entah itu pekerjaan, hobby, talenta, dsb tujuannya untuk diakui
orang lain dan mendapatkan pujian, berlanjut lagi pada fase matang dimana
manusia tersebut sudah merasa ‘inilah aku’ dengan sebagaimana dirinya, semacam
sudah pasti antara kelebihan dan kekurangan karakternya.
Problemnya dalam setiap fase yang harus dilalui setiap orang menimbulkan dua dampak yaitu positif dan negatif. Dampak positifnya adalah setiap orang memiliki energi atau semangat untuk berjuang memperoleh identitas yang baik,benar dan berguna bagi sesamanya di jalan yang tepat atau dalam arti tidak merugikan, menjatuhkan, merusak orang lain demi tujuan atau kepentingan pribadi, hal ini berlaku sebaliknya bagi dampak negatifnya. Pelaku penyebab dari munculnya dampak positif adalah mereka yang sudah mengenal kebenaran, siapakah identitasnya sejak semula ia diciptakan Tuhan sedangkan mereka yang bersikap negatif, tidak memahami konsep tersebut.
Salah satu konsep mengenai identitas diri yang kontroversial dalam kekristenan adalah konsep serupa dan segambar dengan Allah. Hal ini cukup menarik untuk dibahas karena ada pendapat yang mengatakan bahwa serupa dan segambar dengan Allah dalam diri manusia adalah bermakna sama persis secara fisik lalu ada juga yang mengatakan bahwa konsep ini sudah tidak berlaku sebab manusia telah jatuh ke dalam dosa dan masih banyak lagi maka itu makalah ini disusun untuk menjabarkan secara jelas dan Alkitabiah tentang konsep tersebut dalam konteks teologi perjanjian baru namun hal yang menarik dari makalah ini adalah usaha menemukan dan menjelaskan titik temu konsep serupa dan segambar dengan Allah dalam PL dan PB.
A.
PANDANGAN-PANDANGAN
TENTANG SERUPA DAN SEGAMBAR
1.
Pandangan
Bapa-bapa Gereja
o
Irenius
dan Tertulian mereka
membedakan antara “gambar” dan “rupa” Allah. Menurut mereka bahwa “gambar”
terkait dalam tubuh manusia. sedangkan “rupa” berkaitan dengan sifat spritual
manusia
o
Clement
dan Alexandria dan Origen
menolak pengertian tentang analogi dari tubuh dan menganggap bahwa kata
“gambar” menunjukkan ciri-ciri khas manusia dan kata “rupa” menunjukkan
kualitas yang tidak esensial bagi manusia, tetapi dapat dibudidayakan atau
terhilang.
o
Menurut
Pelagius dan para pengikutnya,
gambar hanya berarti bahwa manusia diberkati dengan pikiran, sehingga ia dapat
mengenal Allah.
2. Pandangan Para Reformator
Mereka menolak pembedaan antara gambar
dan rupa:
o Menurut Luther, dia tidak mencari gambar dan rupa Allah
dalam penampakan fisik manusia, seperti misalnya rasional atau moral, tetapi
semuanya di dalam kebenaran yang sebenarnya.
o Calvin, menyatakan bahwa gambar dan rupa Allah mencakup segala
sesuatu bahwa sifat dasar mansia mengatasi segala sifat binatang[1]
3. Pandangan Gereja
a. Pandangan Gereja Reformed.
o Dabney mengatakan bahwa gambar dan rupa Allah tidak termasuk
dalam segala sesuatu yang mutlak esensial pada sifat manusia, sebab kehilangan
gambar dan rupa Allah itu akan membawa kehancuran sifat manusia.
o Mc Pherson menegaskan bahwa gambar dan rupa Allah
itu adalah milik sifat esensial manusia. Jika gambar dan rupa Allah itu hilang
maka manusia akan berhenti jadi manusia. Teologi Reformed mengemukakan bahwa
gambar dan rupa Allah ini adalah membentuk esensi manusia.
b. Pandangan Gereja Lutheran.
Konsep gereja Lutheran yang masih dipegang sampai sekarang tentang gambar dan rupa Allah berbeda dengan reologi Reformed. Teologi Lutheran sebagian besar memiliki konsep tentang gambar dan rupa Allah dengan membatasinya hanya sebagai kualitas spritual yang dikaruniakan kepada manusia , yaitu apa yang disebut sebagai kebenaran asali.
Barth lebih menyetujui bahwa gambar dan
rupa Allah bukan saja dirusakkan, tetapi menjadi hilang sama sekali karena
dosa.
4. Pandangan Gereja Roma Katolik.
Mereka berpendapat bahwa ketika Allah
menciptakan, Ia memberi manusia sejumlah karunia natural, seperti:
spiritualitas, jiwa dan kekekalan tubuh. Kerohanian, kebebasan berkehendak, dan
kekekalan adalah pemberian natural dan semua ini membentuk gambar dan rupa
alamiah manusia. lebih lagi Allah menyesuaikan kekuatan natural manusia satu dengan
yang lain, menempatkan yang lebih rendah di bawah yang lebih tinggi. Pandangan
Katolik membedakan gambar dan rupa. Gambar adalah gambar alamiah milik
manusia sebagai makhluk yang dciptakan termasuk di dalamnya ialah kerohanian,
kebebasan, dan kekekalan. Rupa adalah gambar moral yang bukan milik
manusia pada saat ia diciptakan tetapi yang pada mula sekali ditambahkan dengan
cepat pada manusia.[2]
5. Pandangan Relasional.
Menurut pandangan ini, gambar Allah
bukanlah suatu unsur yang dilimpahkan ke dalam seorang manusia, melainkan
kemampuan manusia untuk menjaga relasi dengan Allah dan orang-orang lain,
dengan kata lain hubungan relasional manusia adalah perwujudan gambar Allah.
6. Pandangan Fungsional.
Gambar Allah bukanlah karateristik dasar
ataupun kemampuan untuk membangun relasi-relasi. Mereka yang menganut pandangan
fungsional ini berpendapat bahwa gambar Allah diwujud nyatakan di dalam tujuan
atau fungsi manusia. Fungsi umat mansusia tidak hanya mengacu pada kemampuan
umat manusia untuk menciptakan dan menggunakan sarana-sarana, berpartisipasi di
dalam aktivitas-aktivitas keagamaan, dan memformulasikan ekspresi-ekspresi
artistik, melainkan mengacu pada kemampuan yang lebih luas, yang diberikan Allah
untuk menampilkan karya-karya natur ilahi.
7. Pandangan Neo Ortodoks.[3]
Karl Barth yang sering disebut-sebut sebagai bapak
neo-ortodoks mengungkapkan pemahamannya bahwa gambar dan rupa Allah tidak
terdapat di dalam intelek atau rasio seseorang. Barth menolak untuk menempatkan
gambar Allah di dalam setiap bentuk deskripsi antropologis keberadaan manusia,
baik itu strukturnya, wataknya, kapasitasnya dan lain-lain. Fakta bahwa kita
diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa Allah memberikan
karunia kepada manusia yang dengannya laki-laki dan perempuan mempunyai
kemungkinan untuk mengalami perjumpaan.
Maka hubungan perjumpaan ini sebagai
Imago Dei karena hubungan perjumpaan yang sama juga terjadi di antara Allah dan
manusia. Allah merupakan keberadaan yang menjumpai kita dan masuk ke dalam
hubungan aku-kamu dengan kita. Bahwa manusia diciptakan dengan kapasitas untuk
memiliki hubungan yang serupa dengan sesamanya, menunjukkan bahwa ia diciptakan
menurut gambar dan rupa Allah. Dari antara penulis neo-ortodoks, konsep Brunner
agak mirip dengan pandangan Katolik. Brunner berpendapat, ada gambar yang resmi
yang tak dapat hilang pada waktu kejatuhan Adam, karena gambar menjadikan
manusia sebagai manusia. Brunner juga melihat sebuah gambar yang bersifat
materi yang telah hilang pada waktu kejatuhan. Brunner mengatakan bahwa Imago
Dei pertama-tama terletak dalam hubungan manusia dengan Allah, tanggungjawabnya
kapada Allah dan kemungkinan adanya persekutuan dengan Allah. Pemahamannya
adalah bahwa Allah yang berkehendak untuk memuliakan diriNya sendiri,
menghendaki manusia menjadi makhluk yang menanggapi panggilan kasihNya dengan
tanggapan kasih yang penuh syukur.
8. Pandangan dari kaum awam : Putra dari
Ufuk Timur mengatakan bahwa.
a. Manusia diciptakan menurut gambar dan
rupa Allah, berarti Allah memiliki Tubuh, Jiwa dan roh seperti manusia.
b.
Manusia
ada di dalam alam semesta maka kita harus yakin dan percaya bahwa Allah juga
adalah manusia Yang pertama dan terutama dari segala manusia.
Dari
kedua hal diatas dia menyimpulkan bahwa “ Tuhan Allah” adalah manusia pertama
sebelum segalanya ada, dan dari gambar dan rupa-Nya, Dia
menciptakan adam-manusia itu.
c.
Adam
Sebelum ada Hawa dan sebelum mereka jaruh dalam Dosa, Adam begitu mirip dengan
Tuhan, dia katakan bahwa Adam itu kembarannya Tuhan, itulah alasannya iblis itu
hanya mampu memperdayai hawa, tetepi tidak bisa memperdayai adam.
d.
Substansi
pengertian Gambar dan Rupa Allah adalah bahwa Tuhan Allah telah menjadi manusia
sejak semula sebelum segala sesuatunya ada dan dan dalam rangka penyelamatan
manusia dan untuk menyatakan kemuliaan-Nya sebagai Allah yang bisa turun ke
dalam Kerajaan Maut dan berkuasa atas Maut. Dia bangkit kembali dalam
kemuliaan-Nya sebagai Tuhan Allah.
9. Pandangan dari Anabaptis.
Anababtis berpendapat bahwa manusia
pertama sebagai manusia duniawi yang terbatas belum merupakan gambar dan rupa
Allah, tetapi untuk menjadi serupa dan segambar dengan Allah itu harus melalui
kelahiran kembali.
10. Pandangan dariTeolog Liberal.
Teolog Liberal menekankan bahwa karena
manusia merupakan makhluk yang diciptakan menurut gambar Allah, berarti hidup
manusia itu suci sehingga kita bisa melakukan apa yang harus dilakukan di bumi
dan untuk bumi. Karena seseorang memiliki kapasitas untuk mengasihi orang lain,
maka ia pasti memiliki Imago Dei dalam dirinya.
B.
KONSEP
SERUPA DAN SEGAMBAR DALAM ALKITAB
1.
Konsep
Serupa Dan Segambar Dengan Allah Dalam Perjanjian Lama.
a.
Pengertian
Tselem dan Demut – Kejadian 1:26
Ada
beberapa buku Commentary yang menyatakan bahwa kata "Kita" adalah
ucapan Allah kepada bala tentara Surga dan ucapan Allah tsb dikemukakan dalam
satu "Sidang Ilahi."[4] "Baiklah
Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita", Bentuk jamak oknum
pertama "kita", itu agaknya harus diterangkan demikian : bahwa Sang
Pencipta berfirman sebagai Raja Sorgawi dihadapan bala tentara Sorgawi. Pada
Alkitab bagian lain ungkapan ini tampil, bahwa makhluk-makhluk roh
(malaikat-malaikat) yang melayani hadir di dekatNya (bandingkan Kejadian 3:22,
24; 11:7, dan 18:21; bandingkan dengan Kejadian 18:2; 19:1 dan Yesaya 6:8 ).[5]
Manusia
dan makhluk-makhluk roh sorgawi (malaikat-malaikat), sama-sama adalah makhluk
berpribadi yang diikutsertakan dalam hubungan historis yang bertanggung jawab
dengan Allah. Gambar Allah ini tidak dapat hilang dan tidak dapat dikurangi,
tetapi arah kesusilaannya dapat dibalik. Gambar itu mengambil bentuknya yang
benar, sudah barang tentu, dalam persesuaiannya dengan kehendak Allah yang
kudus. Selanjutnya mengenai hal ini juga ditulis serupa dan segambar berarti
"senada" yakni, "Baiklah Kita menjadikan manusia" adalah
narasi yang menggambarkan Allah sebagai meminta dewan surgawi untuk memusatkan
perhatian mereka kepada suatu rencana penciptaan manusia dan meminta mereka
memusatkan perhatian pada peristiwa ini.[6]
"Menurut gambar", Ibrani: צֶלֶם-
TSELEM "dan rupa kita", Ibrani: דְּמוּת-DEMUT.
Artinya
: "Gambar" dan "rupa" disini tidak memaknakan kepada
sesuatu hal secara fisik, tetapi lebih kepada sifat dan otoritas. Allah
berpribadi, malaikat berpribadi, maka manusia berpribadi. Karena memiliki roh, maka manusia juga
merupakan satu person, berarti satu oknum.
a.
Sifat 'Oknum' itu mempunyai keunikan tersendiri, yaitu :
·
Mempunyai sifat kekekalan
·
Mempunyai eksistensi yang tidak berhenti
keberadaannya
·
Mempunyai kesadaran tentang keberadaan diri
sendiri.
Untuk mempermudah keunggulan manusia
maka dijabarkan Perbandingan Manusia dan Hewan karena manusia itu begitu rumit
dan mempunyai pengetahuan yang begitu mendalam, jauh melebihi semua jenis
makhluk yang diciptakan di bumi.
Manusia |
Hewan |
1. Pemikiran : Manusia akan memikirkan,
merasakan, dan menginginkan hal-hal hingga kekekalan. 2. Kesadaran : Manusia sebagai manusia
sadar bahwa dia ada. 3. Perasaan : Manusia mempunyai emosi/
perasaan yang jauh lebih mendalam dan penuh pengertian. 4. Bisa mendefinisikan kasih |
1. Anjing memiliki pengetahuan anjing,
memiliki perasaan anjing, dan memiliki kemauan anjing dan semuanya hanya
berkaitan dengan kebutuhan jasmaniahnya saja. 2. Kesadaran : hewan hanya sadar diri
dalam kaitan kebutuhan hidupnya saja. 3. Binatang tidak bisa mendefinisikan
kasih. |
b.
Otoritas: Manusia
dan makhluk-makhluk roh sorgawi (malaikat-malaikat), sama-sama adalah makhluk
berpribadi yang diikutsertakan dalam hubungan historis yang bertanggung jawab
dengan Allah. Manusia diberi mandat oleh Allah di bumi, melaksanakan dan
bertanggung-jawab sesuai kehendak Sang Khalik (Kej 1: 28).
o
Gambar
Allah ini tidak dapat hilang dan tidak dapat dikurangi, tetapi
arah kesusilaannya (hubungannya/ interaksinya) dapat dibalik. Manusia adalah
makhluk yang dapat dikunjungi serta dapat berhubungan dan bersekutu
dengan Khaliknya. Sebaliknya Allah dapat mengharapkan manusia untuk
menanggapi-Nya dan bertanggung jawab kepadaNya. Manusia diberi kuasa
untuk memiliki hak memilih, bahkan hingga ke tingkat "tidak
mentaati" Khaliknya.
o
Gambar
itu mengambil bentuknya yang benar, sudah barangtentu, dalam persesuaiannya
dengan kehendak Allah yang kudus. "Gambar" dan "Rupa",
sekalipun dua istilah ini kelihatannya "sinonim" namun disini
ditampilkan untuk menunjukkan suatu "penegasan," bahwa makhluk
"manusia" itu mulia, dan tampaknya tidak dimaksudkan untuk
menyampaikan aspek yang berbeda dari diri Allah. Jelas bahwa manusia memiliki kedudukan
mulia karena dijadikan dari suatu "image" khusus dari kemuliaanNya
sendiri.
Selanjutnya makna serupa dan segambar
dalam Perjanjian Lama ini dijelaskan dalam pengertian
Imago Dei dan Similitudo Dei.
Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, dan Alkitab juga menggambarkan Allah dengan memakai organ tubuh manusia atau disebut anthropomorphism seperti Mata Allah melihat kehidupan manusia, Tangan Allah menopang kehidupan manusia, Kaki Allah bertakhta di bumi, dsb. Hakikat kemanusiaan kita adalah citra Allah (Kejadian 1:26-27). Citra Allah itu meliputi gambar Allah (imago dei) dan teladan Allah (similitudo dei).
a. Imago Dei.
Kata Ibrani tselem diterjemahkan sebagai imago dalam bahasa latin image (gambar) dalam bahasa Inggris , tselem artinya ukiran, patung, wujud yang kelihatan (segi jasmani).
Diciptakan menurut gambar Allah merupakan salah satu titik awal teologis yang mendasar dimana iman Kriten dimulai ketika kita membahas tempat manusia di alam semesta, karena gambar Allah yang kita miliki ini maka kita percaya bahwa setiap kehidupan manusia adalah kudus.
Di satu sisi, Imago Dei tidak
terpengaruh oleh Kejatuhan Dosa karena Manusia diciptakan sebagai gambar
Allah, wakil-Nya di bumi dan saat kejatuhan, manusia masih ImagoDei,
wakil-Nya di bumi. Hal ini di dukung oleh beberapa ayat dalam Kejadian.
Kejadian
5: 1, setelah Kejatuhan , mengacu pada manusia sebagai Imago Dei, dan
mengacu pada Adam menyampaikan bahwa gambar dan rupa untuk anak-anaknya.
Kejadian
9: 6 menuliskan tentang larangan terhadap pembunuhan juga menarik fakta bahwa
manusia masih Imago Dei kemudian adanya hukuman untuk pembunuhan
seseorang adalah kematian karena manusia adalah Imago Dei.
Pengaruh Kejatuhan bukan pada kemampuan
manusia secara benar mewakili Allah di bumi, manusia sebagai spesies dan
sebagai individu, memerintah bumi dalam nama-Nya menurut kehendak-Nya namun
saat memberontak terhadap otoritas Allah, Adam dan Hawa kehilangan hubungan
mereka dengan Allah. Allah adalah sumber dari segala kehidupan dan
persekutuan yangmemberi kehidupan antara Allah dan manusia, diperlukan untuk
berfungsinya sebagai wakil Allah, ini dilambangkan dengan pohon kehidupan.
Dengan diusir dari taman Eden, manusia kehilangan akses kepada Allah, sumber
kehidupan mereka. Kerenggangan ini mengakibatkan ketidakmampuan untuk
mengetahui dan melakukan kehendak Allah sebagai wakilnya.[7]
b. Similitudo Dei
Pada saat diciptakan Adam dan Hawa bukan
hanya segambar dengan Allah tetapi juga memantulkan tabiat Allah.
Kata ibrani demut diterjemahkan sebagai similitudo dalam
bahasa latin dan likeness (rupa) dalam bahasa inggris,
“similitudo Dei artinya teladan Allah, demut berarti keserupaan
(segi batin), yakni sebakat, setabiat, sewatak.[8] Ini
menyatakan bahwa sebenarnya sifat-Nya yang kudus itupun diturunkan
kepada mahkota ciptaan-Nya yaitu manusia pada waktu penciptaan.
c. Konsep Gambar Allah Kejadian 1:26, 27
dan Kejadian 9:5.
Istilah ‘gambar Allah’,
Alkitab menyoroti kehidupan manusia sebagai kehidupan yang unik maka itu ada
banyak pihak yang berusaha menganalisa dan memberikan pengertian mengenai hal
tersebut.
Filsafat
Dalam beberapa aliran filsafat,
istilah ‘gambar Allah’ itu pada umumnya mengacu pada ratio (rasio, akal budi,
nalar) manusia. Konsep-konsep teologis yang dipengaruhi oleh pemikiran filsafat
itu ada banyak yang berkata: manusia adalah gambar Allah karena dia
mempunyai rasio.
Pemikiran
memberi manusia kedudukan yang unggul.[9]
Manusia adalah makhluk yang mempunyai
pemikiran, refleksi, ia adalah makhluk yang dapat mengembangkan bermacam-macam
paham dan gagasan. Kejadian 1:26-28’gambar Allah’ dalam konteks ini ada 3 hal
yaitu.
1. Bukan jenis.
Bukan ‘menurut jenisnya’ , melainkan
‘menurut gambar dan rupa Allah. Rupanya ada hubungan istimewa di antara manusia
dan Allah, yang tidak terdapat diantara binatang dan penciptanya. Manusia
adalah ‘makhluk teologis’, artinya manusia tidak dapat dipahami lepas dari
‘aslinya’,yaitu Allah.
Eksitensi manusia tidak semata-mata
tampil atas latar ‘umat manusia’. sesungguhnya manusia tampil atas latar
eksitensi Allah. Makhluk adalah makhluk ‘dihadapan Allah’. Yang menjadi ciri
khas eksitensinya adalah panggilan Allah kepadanya agar berdiri di hadapan-Nya.
Karena itu manusia lebih daripada manusia saja, karena manusia disebut ‘gambar
Allah’ maka manusia adalah makhluk yang menggambarkan Allah. Manusia
bukanlah hasil ciptaan manusia, manusia bukan hasil ciptaan masyarakat, manusia
bukan unsur dari suatu ideologi, tetapi manusia adalah bagian dari rencana
Tuhan.
2. Dimensi Teologis.
Dalam hal ini ada banyak pertanyaan
‘gambar Allah dalam diri manusia terdiri dari unsur apa? apakah karena rasio,
atau karena kehendaknya yang bebas atau karena tanggung jawab yang dimilikinya
atau kerena menusia menguasai lingkungannya?
Gambar Allah terletak terutama dalam ‘dimensi tologis; kehidupan manusia artinya, kehidupan manusia mendapat perhatian Allah yang khusus dan karena itu manusia menjadi gambar Allah. Gambar Allah terletak dalam hubungan manusia dengan Allah. Gambar Allah tidak usah di cari dalam diri manusia sendiri seakan-akan gambar itu dibentuk oleh salah satu unsur dalam diri manusia. Sebaliknya , sifat manusia sebagai gambar Allah itu berarti manusia keluar dari dirinya, untuk menemui dirinya di dalam Allah. Dalam kehendak Allah Ia menempatkan manusia di hadapan-Nya, Allah menghendaki manusia sebagai makhluk yang berada dalam komunikasi dengan Dia.
2.
Konsep
Serupa Dan Segambar Dengan Allah Dalam Perjanjian Baru.
Dalam Perjanjian Baru, Gambar Allah yang
sempurna terdapat pada Yesus Kristus, hal ini terlihat dari:
o Kemuliaan Kristus: Melihat kemuliaan Kristus sama dengan melihat kemuliaan Allah.
o Kasih Kristus: Gambar Allah dipahami melalui kasihNya dalam pribadi Kristus bagi umat manusia. dalam kasih. Kasih yang luar biasa dan hanya sanggup dikerjakan oleh Allah adalah karya penebusan bagi umat berdosa dimana manusia berdosa harusnya dihukum yapi karna kasihNya melalui Kematian Kristus, hubungan Allah dna manusia diperdamaikan.
Kristus sebagai standard hidup orang percaya = Untuk menyandang gambar Allah yang tampak sempurna dalam Kristus ini, manusia yang telah jatuh ke dalam dosa perlu dibarui setiap saat. Konteks pembaruan ini berkaitan erat dengan proses penebusan dan pengudusan. Hal ini penting karena manusia yang tetap menyandang gambar Allah meskipun telah jatuh ke dalam dosa, harus terus diperbarui dan dipulihkan dalam proses pengudusan hingga mencapai keadaan yang sempurna seperti Kristus (1Kor. 15:49; 1Yoh. 3:2).
Alkitab mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Allah namun dari ayat-ayat Perjanjian Baru, makna dari serupa dan segambar dengan Allah adalah mengacu pada kehidupan orang percaya yang dalam sifat, perilaku, perkataanya semakin mengikuti teladan Kristus sehingga dapat menjadi berkat bagi sesamanya dan mendatangkan kemuliaan bagi nama Tuhan, singkatnya pada point ini akan dijelaskan dua hal Inkarnasi dan Imago Dei. [10]
a. Yakobus 3:9
Perjanjian Baru juga mengakui dan
menegaskan bahwa bahwa manusia tetap Imago Dei. Yakobus 3: 9 menggunakan
konsep gambar dan rupa dalam banyak cara yang sama seperti Kejadian 9: 6 ketika
menggunakan Imago Dei sebagai alasan untuk larangan mengutuk dan fitnah.
Tapi yang lebih umum adalah penerapan Perjanjian Baru dari Imago Dei kepada
Kristus sendiri.
b. Kolose 1:15.
Motif imago Dei digunakan untuk menggambarkan sifat Kristus. Kata Imago ditulis dalam kata eivkw,n (eikon) yang berarti gambar (images) keserupaan (likeness).[11]
Ø Allah
Latar belakang ayat-ayat adalah Kejadian
1:26-28 dan tujuannya adalah untuk mengidentifikasi Kristus dengan Adam.
"Gambar Tuhan yang tak terlihat" gema gagasan imago sebagai
representasi. Allah, yang tak terlihat, terungkap lebih lengkap dalam Kristus,
yang mewakili Dia. Dalam memanggil Kristus "yang sulung" atas
ciptaan, penulis surat (Rasul Paulus) menekankan keunggulan-Nya, kekuasaan-Nya
atas segala sesuatu. Menjadi yang pertama lahir dari antara orang mati berarti
keunggulan-Nya membentang di atas semua alam;
atas ciptaan, atas Gereja, bahkan lebih dari kematian. Imago Dei sebagai
berasal dari Kristus dalam bagian ini cocok dengan pemahaman tentang imago
sebagai wakil.[12]
Ø Manusia
Manusia sebagai Imago Dei adalah
untuk menjembatani kesenjangan antara Allah yang transenden dan ciptaan-Nya.
Ø Kristus
Kristus sebagai imago menjembatani
kesenjangan antara Allah yang kudus dan ciptaan-Nya yang jatuh. Kristus telah
datang, sebagai imago yang benar, untuk memulihkan hubungan-hubungan dan
memungkinkan manusia untuk sekali lagi berfungsi sebagai imago. Kekuasaannya
membentang di atas semua ciptaan, atas semua manusia dan bahkan atas kematian
itu sendiri. Oleh karena itu ia mampu mendamaikan manusia dan ciptaan Allah,
yang ia wakili.[13]
Ø Pengaruh Kejatuhan terhadap Konsep
Serupa dan Segambar.
Kejatuhan tidak menghapus imago tapi memisahkan hubungan manusia dengan Allah, diri sendiri dan alam yang memungkinkan mereka untuk berfungsi dengan baik sebagai Imago Dei. Imago Dei itu tidak hilang di Kejatuhan, sesuatu yang hilang ketika kejatuhan adalah kemampuan manusia untuk benar mewakili Allah karena keterasingan mereka dari Dia, dari satu sama lain dan dari penciptaan.
c. Kolose 3:7-11.
Ayat-ayat ini adalah panggilan bagi
mereka yang menjadi milik Kristus untuk meninggalkan cara lama mereka hidup dan
mengambil cara-cara baru.
o Cara-cara lama adalah cara manusia lama,
atau kemanusiaan lama Manusia lama tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai imago.
o Cara-cara baru adalah cara manusia baru,
atau kemanusiaan baru dan terdiri dari orang-orang yang sedang diperbaharui
oleh Kristus. Manusia baru sedang diperbarui setiap hari dan mulai berfungsi
dengan baik.
o Tujuan dari pembaharuan ini adalah
pengetahuan; pengetahuan akan kehendak Allah dan pengetahuan akan Allah
sendiri. Pembaharuan ini dikatakan sesuai dengan gambar Sang Pencipta. Dalam
konteks Kolose, ini mungkin menunjuk pada Kristus sendiri. Dalam proses
diperbaharui, orang Kristen diperbaharui ke dalam gambar Kristus.[14]
o Pembaharuan
- Tradisional: Kekuasaan
Bagian ini telah digunakan untuk
mempromosikan pandangan struktural imago, membuat pembaharuan terkait dengan
kemampuan manusia yang Kristus miliki dalam kesempurnaan sehingga manusia juga
disempurnakan. Dia sudah imago Dei dan dia sudah berkuasa. Oleh karena
itu pertumbuhan di imago bagi orang Kristen tidak dapat berarti pertumbuhan
dalam kekuasaan; kekuasaan kita hanya akan datang ketika Kristus kembali.[15]
- Didefiniskan sebagai perwakilan
Ketika imago didefinisikan
sebagai perwakilan, bukan hanya sekedar kekuasaan, bagian ini sesuai dengan
fungsi imago yang baik yang mana ditekankan pada keputusan menanggalkan
kemanusiaan lama dan mengenakan manusia baru dan hal ini penting sebab
hakikat manusia adalah menjadi wakil Allah yang tepat.
- Cara Pembaharuan : Perkembangan menuju
pengetahuan tentang Tuhan yaitu mengenal Allah dan kehendak-Nya.
- Proses Pembaharuan : Manusia yang sedang
diperbaharui dalam pengetahuan akan Allah dapat mulai berfungsi sebagai
wakilNya karena sudah diperdamaikan dengan Dia. Semua yang ada di dalam Kristus
adalah satu; tidak ada perbedaan yang dibuat karena kategori manusia. Sama
seperti semua manusia adalah Imago Dei, semua orang percaya diperbarui
sebagai Imago Dei.[16]
- Dampak dari Pembaharuan : Menjadi wakil
Allah yang tepat / sesuai standar Allah pada mulanya (ketika manusia
diciptakan) di bumi .
Dari dua pasal dalam Kolose di
atas, Kristus sebagai plenior sensus[17] dari imago dei,
artinya :
o
Di dalam Kristus, kita melihat apa sesungguhnya
yang dimaksudkan dengan kemanusiaan yakni manusia dirancangkan untuk menjadi
wakil Allah di bumi, kehadiran sesuatu yang transenden di dunia ciptaan-Nya.
o
Kristus
datang sebagai wakil Allah yang benar, untuk membangun kembali otoritas Allah
di bumi dan Dia menjembatani kesenjangan, bukan antara Allah yang transenden dan dunia diciptakan
tetapi antara Allah yang kudus dan dunia yang penuh dosa.
o
Ketaatan
Krsitus memperbaiki kesalahan Adam yang tidaktaatm sehingga Ia membuka jalan
bagi manusia untuk mendapatkan kembali kemampuan untuk berfungsi sebagai imago
dei. Kristus adalah imago sejati dan manusia dapat sekali lagi menyadari
imago hanya melalui Dia.[18]
o Penyempurnaan Manusia pada kedatangan Kristus yang Kedua kali yaitu kemanusiaan baru telah diperbaharui ke dalam Imago Dei sejati, tapi fungsi penuh dan lengkap sebagai wakil Allah belum terealisasi karena masih ada waktu menunggu pembaruan penuh dan lengkap dari manusia dan kemanusiaan. Hanya dengan demikian hubungan antara Allah dan manusia akan dipulihkan sehingga kita bisa dengan sempurna mengetahui dan melakukan kehendak Allah sebagai wakil-Nya dalam penciptaan baru dan manusia akan didamaikan sepenuhnya satu sama lain sehingga kita secara bersama mendapat Imago Dei dalam penciptaan baru serta ciptaan sendiri dapat dipulihkan sehingga tidak lagi menolak kekuasaan manusia.[19]
d. 1 Korintus 15:45
Dalam 1 Korintus 15:45 membandingkan Adam pertama dan Adam Terakhir dikatakan Istilah “rupa yang alamiah” (ton eikona tou choikou) ayat ini tidak banyak menyinggung kemuliaan Adam pertama sebagai gambar Allah, tetapi lebih kepada fakta bahwa ia berasal dari tanah,sehingga lebih merefleksikan Kejadian 2:7 (1 Kor. 15:45) dari pada Kejadian 1:25. Kata “Rupa” disini dengan sebutan manusia pertama sebagai gambar (Allah ) di Kejadian 1. Ia memberi rupa ini sebagai manusia duniawi yang berasal dari debu tanah. Tetapi bagaimanapun ia tetap menyandang “gambar” ini, dan bisa dikatakan bahwa sebagai penyandang Gambar Allah ia menghasilkan keturunan menurut gambar dan rupanya (Kej. 5:1 di rujuk dengan 1 Kor. 15:49).[20]
e. Penjelasan dari beberapa ayat-ayat
perjanjian baru lainnya
Gambar yang Kristus wakili dan yang Ia
berikan kepada milik-Nya disejajarkan dengan gambar manusia pertama dan yang Ia
berikan kepada keturunannya. Hal ini menolong kita mengerti Efesus 4:24 dan
Kolose 3:10. Pemakaian Gambar Allah untuk menyebut Kristus dan catatan Kejadian
1 tentang Adam pertama. Tidak berarti Kristus itu berada di kelas yang sama
seperti Adam pertama, tetapi Kuasa dan kemuliaan ilahi Kristus itu telah ada
dalam praeksitensi-Nya.
Ada sebagian orang dan bahkan bapa-bapa gereja yang menentang kesamaan dari 2 Korintus 4:4 dan Kolose 1:15 dan disejajarkan dengan Filipi 2:6 “ rupa Allah” dan “gambar Allah” sebagai penafsiran Kejadian 1:27 menganggap “rupa” (morphe) di perikop ini serupa dengan gambar (eiken), sebagai akibatnya kata dalam 2 Korintus 4:4; Kolose 1:5 dan Filipi 2:6 harus dianggap Sinonim. Cullmann menunjukkan Filipi 2 mempresentasikan praeksitensi manusia Kristus, atau setidaknya merujuk Kristus sebagai “manusia (ilahi) dari sorga,” ini juga keliru. Filipi 2 mencatat bahwa dengan mengosongkan diri, Kristus menjadi manusia dan dalam keadaan sebagai manusia itu, Ia berada dalam kondisi yang kontras dengan kesetaraan-Nya dengan Allah. Bukan berarti Paulus mengatakan bahwa, Kristus telah menjadi manusia saat berada di sorga. Paulus disini memperluas sudut pandang sejarah penebusan terhadap praeksitensi Kristus.
C.
TITIK
TEMU KONSEP SERUPA DAN SEGAMBAR DALAM PERJANJIAN LAMA DAN BARU
a. Diumpamakan sebagai Anak Yang Hilang
Kalau
manusia merupakan gambar Allah maka muncul pertanyaan jika tanpa pikiran,
tanggung jawab, sosok tubuh manusia apakah gambar ini tetap berlaku, termasuk
berkenaan dengan manusia yang tidak lagi mau hidup dalam keterbukaan terhadap
Allah? Untuk menjawab hal ini dapat kita lihat dari perumpamaan Yesus tentang
anak yang hilang (Lukas 15:11-32). Manusia yang meninggalkan Allah itu di satu
pihak tetap gambar Allah, yaitu, dari sudut pandang Allah yang masih setia dan
tidak meninggalkan perbuatan tangan-Nya. Juga dalam keadaan ini manusia tetap
terpanggil. Dipihak lain manusia bukan lagi gambar Allah, yaitu dari sudut
pandang manusia itu sendiri, yang tidak lagi mau melibatkan dirinya dengan
segala potensinya dalam hubungan timbal balik dengan Allah.
b. Kesamaan antara Manusia dengan Allah
Ada
beberapa kesamaan antara manusia dengan Allah dalam ayat-ayat Alkitab yang
memperjelas pengertian konsep serupa dan segambar yang tertulis dalam Kejadian
1:26,
·
Kesamaan
rohani
Hodge, sebagaimana dikutip oleh Henry
C.Theiessen yang mengataka “ Allah adalah Roh, jiwa manusia adalah roh juga.
Sifat-sifat yang sebenarnya dari roh itu adalah akalbudi, hati nurani dan
kehendak. Roh adalah unsur yang mampu bernalar, bersifat moral, dan oleh karena itu juga berkehendak bebas.
Ketika menciptakan manusia menurut gambar-Nya, Allah menganugerahkan kepadanya
sifat-sifat yang dimilikinya sebagai Roh.[21] Karena
itu manusia berbeda dengan ciptaan lainnnya manusia berkedudukan jauh lebih
tinggi dari pada cipataan lainnya. Manusia termasuk golongan yang sama dengan
dengan Allah sendiri sehinngga mampu berkomuniksi dengan penciptanya. Bila kita
tidak diciptakan menurut gambar Allah, kita tidak dapat mengenal Dia. Kesamaan
dengan Allah tidak dapat dihapus, maka kehidupan manusia yang belum dilahirkan
kembali juga berharga (Kejadian 9:6; 1 Korintus 11:7; Yakobus 3:9).
·
Kesamaan
Moral
Kesamaan Moral artinya manusia
dilengkapi dengan kebenaran dan kekudusan (Efesus 4:24). Dapat kita simpulkan
bahwa manusia memiliki, baik kebenaran maupun kekudusan. Kenyataan ini juga
dinyatakan dalam Kejadian 1:31 yang mengatakan”Allah melihat segala yang
dijadikan-Nya itu, sesungguhnya amat baik.” Kata “segala” mencakup juga manusia
yang diciptakan dengan keadaan moral yang sempurna. Kekudusan dan kebenaran
mula-mula bukanlah hakikat manusia, karena dengan demikian watak manusia pasti
sudah tidak ada lagi kektika ia berbuat dosa. Bukan juga pemberian dari luar,
yaitu sesuatu yang ditambahkan kepada manusia setelah ia diciptakan dan bukan
karena dikaruniakan kepadanya setelah diciptakan.
Manusian diciptakan bukan saja sebagai
makhluk yang tidak berdosa secara negatif, tetapi juga sebagai makhluk kudus
secara positif. Keadaan manusia yang diperbaharui adalah pemulihan keadaannya
yang semula dan kebenaran manusia yang telah diperbaharui disebut dalam Alkitab
sebagai Kata Theon (Efesus 4:24). Kekudusan mula-mula ini dapat diartikan
sebagai kecenderungan kasih sayang dan kehendak manusia ke arah pengetahuan
Rohani tentang Allah dan hal-hal yang berhubungan dengan Allah pada umumnya,
sekalipun disertai kesanggupan untuk salah pilih.
·
Kesamaan
sosial
Sifat sosial Allah didasrkan pada kasih sayang-Nya. Yang menjadi sasaran kasih sayang-Nya adalah pribadi-pribadi lain dalam ketritunggalann-Nya. Karena Allah memiliki sifat sosial, maka ia menganugerahkan kepada mansia sifat sosial. Akibatnya, manusia senantiasa mencari sahabat untuk bersekutu dengannya. Pertama-tama manusia menemukan persahabatan ini dengan Allah sendiri.
Dalam berbagai kesamaan diatas, gambar dan rupa Allah ini adalah suatu kualitas yang menjadikan manusia berbeda dengan ciptaan yang lain. Alkitab menegaskan bahwa manusia satu-satunya makhluk ciptaan yang segambar dan serupa dengan Allah yang memiliki kualitas untuk menguasai segala ciptaan-Nya yang lain ( Kejadian 1:28). Kita adalah gambar yang sakral dari Allah, yaitu makhluk yang diberi kapasitas secara unik untuk mencerminkan dan merefleksikan karakter Allah.[22] Pada waktu kejatuhan, sesuatu yang tragis telah terjadi. Gambar Allah telah sangat tercemar. Namun, kejatuhan tidak menghancurkan kemansiaan kita. Meskipun kemampuan kita untuk merefleksikan kekudusan Allah telah hilang pada waktu kejatuhan, kita tetap adalah manusia. Restorasi dari kepenuhan gambar Allah di dalam manusia telah dipenuhi oleh Kristus (1 Korintus 1:3).
PENUTUP
Jadi, dari berbagai pandangan – pandangan mengenai konsep serupa dan segambar kemudian dijelaskan konsep ini dari dasarnya yakni Kejadian 1:26 / Perjanjian Lama kemudian ditarik pada ayat-ayat perjanjian Baru maka kami menyimpulkan bahwa segambar dan serupa tidak berbicara tentang fisik manusia, tetapi segambar dan serupa dengan Allah dalam hal ini adalah Citra Allah itu meliputi gambar Allah (imago dei) dan teladan Allah (similitudo dei). Manusia serupa dan segambar dengan Allah adalah kedudukan istimewa manusia dari Allah yang lebih dari ciptaan lainnya, dimana manusia diberi hak untuk memelihara bumi.
Dampak kejatuhan manusia ke dalam dosa
adalah manusia tetap Imago Dei namun tidak mampu untuk dengan benar
melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai gambar tersebut dan parahnya adalaha
hubungan manusia dengan Allah rusak sehingga manusia tidak lagi dapat
mengetahui dan melaksanakan kehendak-Nya, lalu hubungan manusia satu sama lain
rusak sehingga mereka tidak lagi dapat berfungsi bersama-sama sebagai Imago
Dei bahkan hubungan manusia dengan ciptaan lain rusak sehingga mereka tidak
bisa lagi memerintah dengan benar, dan tidak akan lagi tunduk aturan manusia.
Manusia tidak berhenti menjadi Imago Dei tapi tidak lagi berfungsi
sebagai wakil Allah yang seharusnya. Kristus sebagai plenior sensus dari
Imago Dei. Di dalam Kristus, manusia melihat apa sesungguhnya yang
dimaksudkan dengan kemanusiaan. Imago Dei dimungkinkan kembali dalam
persekutuan dengan Kristus dan untuk menjadi wakil Allah di bumi.
[1] Louis Bekhof, Teologi
sistematika Volume 2, Doktrin manusia. (Jakarta Lembaga Reformed Injili
Indonesia 1994),
44-45.
[2] EPIGRAPHE: Jurnal Teologi dan
Pelayanan Kristiani, Volume
1, No. 140
[3] Karl Barth, Church Dogmatic,
III/2 (Edinburg: 1960), 76.
[4] allah-dalam-sidang-ilahi-vt240.html
(page 521).
[5] Donald Guthrie , Tafsiran
Alkitab Masa Kini - THE NEW BIBLE COMMENTARY (Revised, Inter-Varsity Press,
London, 1976, vol 1), 82.
[6] The Wycliffe Bible Commentary,
Vol 1, 28.
[7] C.F.D. Moule, Man and Nature in
The New Testament (Philadelphia: Fortress Press, 1967), 10-12.
[8] Jack J. Blanco, kodrat manusia,
(Bandung, Indonesia Publishing House, 1999), 8.
[9] Plaisier Jan Arie, Manusia, Gambar
Allah, PT. BPK . Gunung Mulia 1996. 15.
[10] Copyright ©2017, EPIGRAPHE: Jurnal
Teologi dan Pelayanan Kristiani; Volume 1, No. 1 (Mei 2017),
50.
[11] [GING] eivkw, neivkw,n,
o,noj, h` image, likeness Mk 12:16; 1 Cor 11:7; 15:49; Rv 13:14f. Form,
appearance Ro 1:23; 8:29; Col 3:10; Hb 10:1. [icon] [pg 56] Bible
Works Software
[12] Johnson, David H., The Image of
God in Collosians, Did 3/2 (Aprill, 1992), 10-11
[13] Sherlock, Charles, The Doctrine
of Humanity. (Downers Grove: Inter-Varsity, 1996), 66-68.
[14] Johnson, David H., The Image of
God in Collosians, Did 3/2 (Aprill, 1992), 11-12 .
[15] Ibid.
[16] Clines, D.J.A., The Image of
God in Man. TBI 19 (1968), 102-103.
[17] In Latin, the phrase sensus
plenior means ―fuller sense‖ or ―fuller meaning‖. This phrase is used in
Biblical exegesis to describe the supposed deeper menaning intended by God but
not intended by human author. Wikipedia
[18]
Copyright ©2017, EPIGRAPHE: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani; Volume 1,
No. 1 (Mei 2017), 52.
[19]
Ibid., 53.
[20]
ern Riddorbos, Paulus: Pemikiran Utama Theologinya, (Surabaya: Momentum 2008), 66-68.
[21]
Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika - cetakan pertama, (Gandum
Mas:1992), 237.
[22]
R. C Proul, Kebenaran-kebenaran Dasar Iman Kristen, (Seminari Alkitab
Asia Tenggara: Malang,
2002), 171.
Posting Komentar untuk "Konsep Serupa Dan Segambar Dalam Perjanjian Baru"
Berkomentar yg membangun dan memberkati.