Roh Kudus Menurut Arianisme
Roh Kudus Menurut Arianisme
Roh Kudus dalam
Alkitab
1.
Pendahuluan
Alkitab tampaknya memberikan pesan yang
bertentangan mengenai sifat Roh Kudus. Di satu sisi, Alkitab mengajarkan kita untuk
menyembah Allah dalam roh dan kebenaran, karena Dia adalah Roh (Yoh. 4:24). Di
sisi lain, Alkitab berkata bahwa manusia biasa tidak dapat menerima apa yang
berasal dari Roh Allah (1Kor. 2:14). Berusaha memahami perkara-perkara dunia
roh sama seperti melihat ke dalam cermin di ruangan temaram – beberapa hal
sudah pasti akan terlewatkan oleh kita. Tetapi Tuhan telah memberikan pengertian
kepada orang-orang yang mengasihi Dia, dan yang telah menerima Roh Kudus (Rm.
8:5; 1Kor. 2:12). Dan kita dapat merasa yakin karena mengetahui bahwa pada
suatu hari, kita akan melihat gambaran yang lengkap dan sempurna ketika kita
bertemu dengan Allah sendiri (1Kor. 13:12).
1.2
Kepribadian Roh Kudus
Sebagian orang Kristen
percaya bahwa Roh Kudus adalah kekuatan yang bukan berasal dari diri manusia,
namun lebih serupa dengan kuasa Tuhan yang memotivasi atau kekuatan kehidupan. Dalam
Alkitab asli berbahasa Yunani, kata “Roh”, (pneuma), mempunyai arti yang sama
dengan “nafas” atau “angin”. Jadi, secara hurufiah kita dapat menerjemahkan
“Roh Kudus” sebagai “Nafas Kudus” atau “Angin Kudus”, tetapi itu tidak akan
sesuai dengan seluruh kepribadian Roh Kudus. Tuhan Yesus pernah berkata bahwa
menghujat Roh Kudus adalah dosa yang jauh lebih serius daripada menghujat Anak
Allah (Mat. 12:31-32). Kerasnya peringatan ini membuat kita sulit menerima bahwa
Roh Kudus hanya sekadar kekuatan dari luar diri manusia yang dikendalikan Allah
sebagai alat ilahi. Mengenai hal ini, dalam kitab Yohanes 4:24 Yesus menyamakan
Allah dengan Roh, dan karena itu Roh Kudus pastilah merupakan pribadi yang sama
dengan Allah sendiri.
Dalam Yohanes 14-16, Yesus menggunakan
kata ganti orang “Dia” (“He” dalam Alkitab Bahasa Inggris New King James
Version - ed) sebanyak lima kali untuk menyebutkan Roh Kudus (Yoh. 14:26; 15:26;
16:8; 13,14). Dengan demikian Yesus menjelaskan kepribadian Roh Kudus. Paulus
juga menjelaskan kepribadian Roh Kudus dengan berkata, “Tetapi semuanya ini
dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada
tiap-tiap orang secara khusus, sama seperti yang dikehendaki-Nya” (1Kor.
12:11).
Dari Alkitab, kita melihat bahwa Roh Kudus secara pribadi mewujudkan diri-Nya sendiri melalui tiga hal: hikmat, perasaan dan kehendak. Melalui hikmat-Nya, Roh Kudus: menciptakan seluruh alam semesta dan semua mahluk hidup (Kej. 1:1-2; Mzm. 104:30); membedakan yang baik dan jahat (Ef. 4:30); memberi kesaksian tentang kebenaran dan Yesus Kristus (Yoh. 14:6; 15:26); menyelidiki hal-hal terdalam dari Allah (1Kor. 2:10); mengajar dan melatih umat Allah (Neh. 9:20; Yoh. 14:26); memimpin orang percaya kepada seluruh kebenaran (Yoh. 16:13); dan menyatakan rahasia-rahasia Kristus (Ef. 3:5). Dalam hal perasaan, Roh Kudus mengasihi (Rm. 15:30), memberikan anugerah (Ibr. 10:29), berduka (Yes. 63:10; Ef. 4:30), menghibur (Kis. 9:31) dan menjadi perantara bagi orang-orang percaya (Rm. 8:27). Dalam hal kehendak-Nya, Roh Kudus mempunyai “maksud” (Rm. 8:27), membuat keputusan (Kis. 15:28), memberi perintah (Kis. 8:29), menugaskan pekerja kudus (Kis. 13:1-4), mengarahkan pekerjaan gereja (Kis. 16:6), mengurapi pekerja kudus (Kis. 20:28), membagi-bagikan karunia kepada jemaat (1Kor. 12:11), menginjil dan mengembalakan (Why. 2:7; 11, 17, 29; 3:6, 13, 22; 22:17).
1.3 Siapakah Roh Kudus?
Karena
Roh Kudus merupakan sebuah kepribadian, jadi siapakah Dia? Rahasia tentang ke-Allah-an
tidak dapat sepenuhnya dijelaskan, karena sebagai manusia, kita mempunyai
pengertian yang terbatas tentang alam roh. Allah adalah roh, tetapi kita adalah
daging. Ia melampaui kemampuan kita untuk mengetahui dan menggambarkan-Nya
secara memadai. Jadi jangan terkejut jika kita melihat banyak orang Kristen
telah lama dibuat bingung oleh sifat ke-Allah-an. Tetapi beberapa orang masih
saja berusaha memahami Dia melalui doktrin-doktrin buatan manusia, seperti
Tritunggal dan modalisme. Seringkali doktrin-doktrin ini bertentangan satu sama
lain. Contohnya, Dekrit Nicea, yang ditetapkan dalam
Sidang Nicea pada tahun 325, menggambarkan bagaimana doktrin
Tritunggal ditetapkan untuk menengahi perdebatan
mengenai keilahian Kristus dan sifat ke-Allahan.
Sejak abad ke-4 Masehi, baik Gereja
Katolik Roma maupun Protestan, telah berpegang pada konsep Allah Tritunggal
sebagai dasar iman Kristen. Memang tak dapat disangkal, mencoba memahami ke-Allah-an
sepenuhnya berkaitan dengan misteri yang sangat dalam. Namun menggunakan
doktrin dari hikmat manusia seperti itu tidaklah bijaksana, mengingat apa yang
telah dinyatakan dalam kanon Perjanjian Baru kepada kita. Doktrin Tritunggal
adalah pengajaran manusia, dan sebuah pengajaran yang menggambarkan bagaimana hikmat
dan filsafat manusia berusaha merasionalisasikan misteri ke- Allah-an, dan
akhirnya menyebabkan penyimpangan dari iman para rasul mula-mula yang sangat
disayangkan.
Mengenai upaya memahami perkara-perkara
rohani, Rasul Paulus berkata, “Siapa gerangan di antara manusia yang tahu apa
yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di
dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam
diri Allah selain Roh Allah” (1Kor. 2:11). Jadi, untuk memahami sifat
ke-Allah-an membutuhkan hikmat dan wahyu rohani melalui Roh Kudus Allah. Karena
itu, kita harus bersandar pada Roh Kudus, dan bukan pada hikmat duniawi, untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar tentang Dia (Yoh. 14:26; 16:13; Ef. 1:17).
Alkitab seringkali memakai istilah “Roh Kudus” dan “Roh Allah” secara bergantian, untuk menjelaskan bahwa Roh Kudus adalah Roh Allah. Dari petunjuk ini, kita mengetahui bahwa Roh Kudus tidak terpisahkan dari Allah; karena Roh Kudus adalah Allah sendiri. Dekrit Nicea menyatakan bahwa Kristus adalah “Allah atas Allah”, maksudnya adalah bahwa Kristus adalah Allah sendiri. Tetapi ketika membahas mengenai Roh Kudus, penulis-penulis Dekrit Nicene sepertinya raguragu mengenai hubungan Roh Kudus dengan Allah, dan tidak sampai pada keputusan bahwa Roh Kudus adalah “Allah dari Allah”. Dalam Alkitab, kita dapat melihat bahwa Roh Kudus mempunyai berbagai macam sebutan:
• “Roh TUHAN” (Hak. 3:10; Luk. 4:18)
• “Roh Allah” (Mat. 3:16)
• “Roh Bapa” (Mat. 10:20
• “Roh Kristus” (Rm. 8:9)
• “Roh Anak-Nya [Anak Allah]” (Gal. 4:6)
Ayat-ayat
ini menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah Roh Bapa Surgawi dan Roh Yesus.
2.
Roh Kudus adalah Roh Bapa Surgawi
Dalam Kejadian 1:1 tertulis bahwa “Allah
menciptakan langit dan bumi”, sementara pada Kejadian 1:2 tertulis, “Roh Allah
melayanglayang di atas permukaan air” sebelum segala sesuatu diciptakan. Jadi Allah
dan Roh Allah (Roh Kudus) adalah satu Roh yang sama.
Di Perjanjian Lama, Allah berjanji untuk
mencurahkan Roh Kudus kepada umat-Nya. Dengan demikian Allah menyatakan lagi
bahwa Roh Kudus adalah Roh-Nya (Yeh. 36:27; 37:14; Yoel 2:28-29). Ketika kita
merenungkan pesan-pesan dalam nubuat Perjanjian Lama, kita hanya dapat merasa
takjub karena Allah sampai berpikir untuk tinggal di dalam diri manusia. Tetapi
dengan membaca Alkitab kita tahu itu benar: Roh Kudus turun pada hari
Pentakosta, yang menyebabkan Rasul Petrus mengumumkan bahwa janji Allah telah
digenapi (Kis. 2:16-18). Sekarang kita tahu bahwa janji Allah ini masih terus
digenapi, karena 1 Yohanes 3:24 memberitahukan kita: “Dan demikianlah kita
ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada
kita”. Di 1 Yohanes 4:13 juga tertulis, “demikianlah kita ketahui, bahwa kita
tetap berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita: Ia telah mengaruniakan kita
mendapat bagian dalam Roh-Nya.”
Yesus pernah berkata, “Bapa ada di dalam
Aku” (Yoh. 10:38). Allah adalah Roh (Yoh. 4:24); jadi karena Bapa ada di dalam
Yesus, Roh Bapa tentu harus ada di dalam Yesus. Dengan demikian, Roh yang
diterima Yesus setelah Dia dibaptis adalah Roh Bapa (Mat. 3:16; Luk. 4:18).
Tulisan-tulisan
Rasul Paulus juga menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah Roh Allah.
Paulus menulis:
a) “Allah adalah
satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang” (1Kor. 12:6);
b) “Karena Allah-lah
yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut
kerelaan-Nya” (Flp.2:13);
c) “Satu Allah dan
Bapa dari semua, Allah yang…dan di dalam semua” (Ef. 4:6);
d) “Tubuhmu adalah
bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu” (1Kor. 6:19).
Seluruh ayat Alkitab di atas menunjukkan
satu hal mendasar: Roh Kudus adalah Roh Bapa Surgawi sendiri. Di samping itu
kita harus menambahkan bahwa Roh Kudus bukan pribadi ketiga, yang berbeda dan
terpisah dari Allah Tritunggal, seperti yang dipercaya oleh orang-orang yang
menganut doktrin Tritunggal.
2.1 Roh Kudus adalah Roh
Yesus
Dalam Kisah Para Rasul 8:26-39, kita
membaca tentang Filipus yang diutus untuk memberitakan injil kepada seorang
sida-sida dari Etiopia dan kemudian membaptisnya. Penulis kitab Lukas menggambarkan
cara “Roh itu berbicara kepada Filipus, ‘Pergilah ke situ dan dekatilah kereta
itu!’” (ayat 29), dan kemudian “Roh Tuhan melarikan Filipus” (ayat 39). Tentang
ke-Allah-an, Lukas menganggap bahwa Roh Kudus sama dengan Roh Tuhan Yesus.
Pernyataan yang sama dapat dikumpulkan dari Kisah Para Rasul 16:6-7 yang
berbunyi, “Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil di Asia” (ayat 6),
dan “Setibanya mereka di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi
Roh Yesus tidak mengizinkan mereka.” (ayat 7).
Pada Galatia 4:6, Rasul Paulus juga
menyamakan Roh Kudus dengan Roh Yesus, yang berbicara tentang bagaimana Allah
mengutus Roh Anak-Nya masuk ke dalam hati kita. Untuk mengilustrasikan hal itu lebih
lanjut, 2 Korintus 3:17 berkata bahwa “Roh Tuhan” memberikan kita kemerdekaan,
sementara Roma 8:2 berkata bahwa “Roh yang memberi hidup dalam Kristus Yesus”
telah memerdekakan kita.
Mengenai penciptaan, Kejadian 1:2 berkata, “Roh Allah
melayanglayang di atas permukaan air” sebelum segala sesuatu
diciptakan. Para rasul juga memberi kesaksian bahwa segala
sesuatu diciptakan melalui Tuhan Yesus (Yoh.
1:3, 14; 1Kor. 8:6; Kol. 1:16-17; Ibr. 1:2. Ini menunjukkan bahwa Roh
Allah, yaitu Roh Kudus, juga adalah Roh Yesus.
Roh Kudus Menurut Arianisme
1.
Apa itu Arianisme?
Arianisme
adalah suatu konsep kristologi dalam agama Kristen yang menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah Putra Allah yang diperanakkan oleh Allah Bapa pada suatu ketika, berbeda dari Sang Bapa, dan oleh karena itu lebih rendah derajatnya daripada
Sang Bapa. Ajaran-ajaran Arianisme dinisbatkan kepada Arius (ca. 250–336 M), seorang presbiter Kristen di Aleksandria, Mesir. Ajaran-ajaran Arius dan para pendukungnya bertolak
belakang dengan ajaran-ajaran teologi yang dianut oleh umat Kristen Homoousios mengenai kodrat Tritunggal dan kodrat Kristus. Konsep
mengenai Kristus dalam Arianisme
menyatakan bahwa Putra Allah tidak senantiasa ada, tetapi baru ada setelah
diperanakkan oleh Allah Bapa.
Pertikaian terjadi antara kedua tafsir (Arianisme dan
Homoousianisme) yang sama-sama didasarkan pada teologi ortodoks kala itu,
masing-masing berusaha untuk memecahkan dilema teologinya. Dengan demikian,
sejak semula kedua tafsir yang sama-sama ortodoks ini sengaja memicu konflik
guna menarik perhatian para pakar dan merumuskan ajaran ortodoks yang baru. Homoousianisme secara resmi dikukuhkan sebagai tafsir yang benar
oleh dua Konsili
Ekumenis yang pertama. Konsili
Nikaia Pertama pada 325 menyatakan
Arianisme sebagai bid'ah. Seluruh mazhab utama dalam agama Kristen sekarang ini
menganggap Arianisme sebagai paham yang heterodoks dan sesat.
Menurut
Everett Ferguson, "Sebagian besar umat Kristen tidak benar-benar memahami
ajaran-ajaran mengenai Tritunggal dan tidak memahami pokok masalah yang
dipertikaikan." Dalam Sinode Tirus pertama yang bertaraf regional pada 335, Arius diputuskan
tidak bersalah. Konstantinus Agung dibaptis oleh seorang uskup berpaham Arianisme, Eusebius dari Nikomedia. Setelah kematian Arius dan Konstantinus, Arius
sekali lagi dianatema dan dinyatakan
sebagai ahli bid'ah dalam Konsili Konstantinopel pertama pada 381.[8] Kaisar Konstantius
II (337–361) dan Kaisar Valens (364–378) adalah penganut Arianisme atau Semi-Arianisme, sama seperti Raja Italia pertama, Odoaker (433?–493), dan orang-orang Lombardia sampai abad ke-7.
Istilah
Arianisme juga digunakan sebagai sebutan bagi ajaran-ajaran teologi anti-Tritunggal abad ke-4, yang mengganggap Yesus Kristus—Putra Allah, Sang Logos-sebagai
makhluk yang diperanakkan (sama seperti ajaran Arianisme dan Anomoeanisme) atau pun sebagai makhluk yang tidak tak-tercipta
maupun tidak tercipta sebagaimana makhluk-makhluk lain diciptakan (sama seperti
ajaran Semi-Arianisme).
2. Yesus menurut Arianisme
Arianisme adalah bidaah/ heresi yang sangat berbahaya, di awal abad ke -4 (319) karena mengajarkan ajaran sesat dalam hal Trinitas dan Kristologis. Bidaah ini diajarkan oleh Arius, seorang imam dari Alexandria, yang ingin menyederhanakan misteri Trinitas. Ia tidak bisa menerima bahwa Kristus Sang Putera Allah berasal dari Allah Bapa, namun sehakekat dengan Bapa. Maka Arius mengajarkan bahwa karena Yesus ‘berasal’ dari Bapa maka mestinya Ia adalah seorang ciptaan biasa, namun ciptaan yang paling tinggi. Arius tidak memahami bahwa di dalam satu Pribadi Yesus terdapat dua kodrat, yaitu kodrat Allah dan kodrat manusia.
Berikut ini adalah ringkasan ajaran sesat/ heresi Arianisme:
1. Kristus Sang Putera tidak sama-sama kekal (tak berawal dan berakhir) dengan Bapa, melainkan mempunyai sebuah awal.
2. Kristus Sang Putera tidak sehakekat dengan Allah Bapa.
3.
Allah Bapa secara tak terbatas lebih mulia dari pada
Kristus Sang Putera.
4.
Kristus Sang Putera adalah seorang ciptaan, yang
diciptakan dari sesuatu yang tidak ada, berupa kodrat malaikat
(super-archangel) yang tidak sehakekat dengan Allah Bapa.
5. Tuhan bukan Trinitas secara kodratnya.
6. Kristus Putera Allah bukan Putera Allah secara kodrati, tetapi Putera angkat.
7. Kristus Putera Allah diciptakan dengan kehendak bebas Allah Bapa.
8. Kristus Putera Allah tidak tanpa cela, tetapi dapat secara kodrati berubah/ berdosa.
9. Kristus Putera Allah tidak dapat memahami Allah Bapa.
10. Jiwa dari Kristus Putera Allah yang sudah ada sebelumnya (dari super archangel tersebut) mengambil tempat jiwa manusia dalam kemanusiaan Yesus.
Maka menurut Arius, Kristus adalah
bukan sungguh-sungguh Allah, namun juga bukan sungguh-sungguh manusia (sebab
jiwanya bukan jiwa manusia). Sebagai dasarnya Arius mengambil ayat Yoh Yoh
1:14, “Firman itu menjadi manusia/ “the Word was made flesh”, dan ia
berkesimpulan bahwa Firman itu hanya menjelma menjadi daging saja tetapi tidak
jiwanya. Prinsip ini kemudian juga diikuti oleh Apollinaris (300-390).
Ajaran sesat ini diluruskan melalui
Konsili Nicea (325) yang dihadiri oleh sekitar 300 uskup. Ajaran Arius ini
dikecam, dan dianggap sebagai inovasi radikal. Maka dibuatlah suatu
pernyataan Credo, untuk mempertahankan ajaran para rasul, yaitu Kristus
adalah “sehakekat dengan Bapa, Allah dari Allah, Terang dari Terang,
Allah benar dari Allah benar.” Pada waktu penandatanganan ajaran ini, hampir
semua dari para uskup tersebut setuju, hanya terdapat 17 uskup yang enggan
bersuara, namun kenyataannya hanya 2 orang uskup yang menolak, ditambah dengan
Arius sendiri.
Konsili Nicea ini sering disalah
mengerti oleh umat non-Kristen, sebab mereka menyangka bahwa baru pada tahun
325 Yesus dinobatkan sebagai Tuhan. Ini salah besar, sebab pernyataan Kristus
sehakekat dengan Allah tersebut dibuat untuk meluruskan ajaran sesat Arianism
dan untuk menegaskan kembali iman Gereja yang berasal dari pengajaran para
rasul. Maka kita mengenal pernyataan itu sebagai “Syahadat Para Rasul”, karena
memang dalam syahadat tersebut tercantum pokok-pokok iman yang diajarkan oleh
para rasul.
Perjuangan melawan bidaah Arianisme
kemudian dilanjutkan oleh St. Athanasius (296-373). Ajaran St. Athanasius yang
terkenal adalah bahwa kalau Kristus mempunyai awal mula, maka artinya ada saat
bahwa Allah Bapa bukan Allah Bapa, dan di mana Allah Bapa tidak punya Sabda
ataupun Kebijaksanaan….Ini jelas bertentangan dengan Wahyu Allah dan akal
sehat. “Sebab jika Allah Bapa itu kekal, tak berawal dan tak berakhir maka
Sabda-Nya dan Kebijaksanaan-Nya pasti juga kekal, tak berawal dan berakhir.”
John Bevere bersama addison bevere, Roh
Kudus, Lembaga Alkitab Indonesia 1974
Gerald O’Collins, SJ Edward G. Farugia, SJ, Kamus Teologi, Kanisius 1996
Shalom saudara seiman dalam Kristus dimana pun berada. Mari kita sama-sama belajar tentang Shema Yisrael yang pernah diucapkan oleh Yeshua ( nama Ibrani Yesus tertulis ישוע ) seperti yang dapat kita temukan dalam Markus 12 : 29 dan Ulangan/ דברים/ Devarim 6 : 4 sebagai berikut :
BalasHapusHuruf Ibrani, " שמע ישראל יהוה אלהינו יהוה אחד "
Pengucapannya dengan mengikuti aturan tata bahasa Ibrani, " Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH ( Adonai ) ekhad "
Orang Yahudi pada jaman Yeshua hingga sekarang terus memegang teguh prinsip keesaan Tuhan YHWH ( Adonai ) yang tersirat dalam kalimat Shema. Pada akhir pengucapan diikuti juga dengan kalimat berkat sebagai berikut :
" ברוך שם כבוד מלכותו לעולם ועד " ( Barukh Shem, kevod malkuto le'olam va'ed, artinya diberkatilah nama yang mulia kerajaanNya untuk selamanya dan kekal )
🕎✡️🐟🤚🏻👁️📜🕯️🕍🤴🏻👑🗝️🛡️🗡️🏹⚖️⚓🗺️✝️🌫️☀️🌒⚡🌈🌌🔥💧🌊🌬️❄️🌱🌾🍇🍎🍏🌹🥛🍯🥖🍷🐏🐑🐐🐂🐎🦌🐪🐫🦁🦅🕊️🐍₪🇮🇱