HUKUMAN TERHADAP SPIRITISME DALAM KAJIAN IMAMAT 20: 1-9 SEBAGAI PENOLAKAN GEREJA TERHADAP “FAMABALI SIMATE” (TRADISI ORANG NIAS)
Natama Halawa
ABSTRAK
Penulisan artikel ini
membahas tentang Spiritisme yang masih ada pada Pulau Nias yang berupa tradisi
mengenai Famabali simate, dimana tradisi ini merupakan tradisi yang masih di
pertahankan atau masih dilestarikan oleh Pulau Nias. Artikel ini bertujuan
untuk membantu gereja dalam menyadarkan Pulau Nias tentang tradisi terkhusu
ritual Famabali Simate. Karena Upaya melakukan ritual itu merupakan kekejian
bagi Allah, apalagi didalam ritual tersebut ada penyembahan pada arwah dan roh
nenek moyang.
Kata
Kunci : Spiritisme, Famabali simate, tradisi Pulau Nias dan kepercayaan Pulau
Nias.
1.
Pendahuluan
Spiritisme adalah suatu
usaha bagi yang mendatangkan serta mengadakan komunikasi dengan roh atau dalam
bahasa latin disebut spiritus dan para arwah orang yang telah mati, kemudian
mengadakan pertemuan yang disebut seance.[1] Dalam ritual pertemuan
menghadirkan roh-roh atau arwah orang yang sudah mati, itu dilakukan oleh orang
yang dianggap bisa melihat dan mampu berbicara dengan arwah tersebut. Dimana
keadaan mereka seperti kesurupan atau seperti orang yang sudah gila. Upaya
melakukan ritual tersebut, kita yang melihat ada sesuatu hal-hal aneh yang
terkadang tidak dapat dinalar oleh manusia seperti ada sentuhan pada makanan
yang sudah di sediakan tanpa ada yang menyentuh makanan tersebut. Ritual
tersebut terdapat dan dilakukan oleh masyarakat Nias.
Masyarakat Nias adalah salah
satu masyarakat plural yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Awalnya suku ini
mayoritas Kristen, kemudian pada perkembangannya di suku ini memiliki
agamis-pluralistik yaitu Katolik, Kristen, Islam. Suku Nias adalah kelompok
masyarakat yang hidup di pulau Nias. Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan
diri mereka "Ono Niha" (Ono = anak/keturunan; Niha = manusia) dan
pulau Nias sebagai "Tanö Niha" (Tanö = tanah). Masyarakat Nias adalah
masyarakat yang masih hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih
tinggi.[2] Sebelum masuknya agama di
kepulauan Nias, masyarakatnya telah memiliki “agama” mereka sendiri yang
disebut agama animisme. Beberapa sumber mencatat bahwa masyarakat suku Nias
disebut sebagai penyembah roh-roh, penyembah dewa-dewa, atau penyembah
berhala-berhala (molohe adu). Oleh karena itu, tidak mengherankan lagi jika
tradisi atau ritual spiritisme terdapat di pulau Nias. Salah satu ritual atau
tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat Nias yang sering disebut “famabali simate”.
Pemahaman masyarakat Nias
tentang “famabali simate”, dimana setelah tiga hari meninggal, masyarakat
Nias percaya bahwa arwah orang meninggal kembali ke rumah untuk mengambil
barang-barang yang digunakannya ketika ia masih hidup, dan agar arwah orang
mati tersebut tidak kembali, maka barangbarangnya (yang penting seperti tempat
minuman atau tikar/kasur) ditempatkan di kuburan. Meskipun, dewasa ini jarang
melakukan ritual tersebut, tetapi telah diganti dengan praktek ‘menanam bunga.’
Contoh lainnya adalah pemahaman bahwa
arwah orang meninggal masih hidup dan bisa memberkati, sehingga alamat doa
menjadi dua, yakni Tuhan di dalam Yesus Kristus, dan kepada arwah orang mati;
dan untuk menjauhi kutuk, banyak Ono Niha yang berusaha keras menuruti pesannya
ketika ia masih hidup.[3]
Seorang tokoh adat atau satua mbanua, menjelaskan bahwa orang yang sudah meninggal selama empat hari, belum menyadari apakah dirinya sudah meninggal apa belum. Jadi menurut penjelasan beliau, arwah masih melakukan pekerjaan seperti biasa semasa ia hidup. Sehingga setelah melakukan penanaman bunga atau fanano mbunga, keluarga melakukan kegiatan famabali simate. Dalam kegiatan famabali simate mereka mengumpulkan semua barang-barangnya yang biasa ia pakai semasa ia hidup apalagi barang kesayangan, biasanya keluarga memanggil (lakaoni) seorang dukun, atau orang yang bisa melakukan ritual famabali simate. Pada saat ritual tersebut semua keluarga berkumpul, lalu pemimpin ritual berdoa dalam bentuk berbicara kepada arwah supaya arwah almarhum tidak lagi kembali kerumah dan melakukan pekerjaan seperti biasa semasa hidup.[4] Oleh karena itu, penulis mengkaji imamat 20:1-9 dengan tujuan ingin berkontribusi menambah wawasan kita mengenai spiritisme dan bagaimana usaha gereja menolak ritual tersebut.
2.
Metodologi
Penelitian
Dalam mengkaji artikel ini, menggunakan metode studi pustaka dan juga dengan cara kualitatif deskriptif melalui narasumber yang bergelut dibidang tersebut di daerah. Data yang di peroleh dengan hasil wawancara (telpon, whapsaap, zoom). Dengan hasil tersebut penulis mengumpulkan dan menyatukannya kedalam sebuah karya ilmiah. Supaya karya ilmiah tersebut bisa menjadi bahan serta menambah wawasan kita.
3.
Pembahasan
a. Dampak
Famabali Simate yang Membahayakan Iman Kekristenan di Pulau
Nias
Ritual pengusiran orang
meninggal (famabali simate) merupakan
salah satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Nias terkhusus daerah Nias
Barat yang masih kuat dengan tradisi famabali
simate serta mempertahankan tradisi tersebut. Barang kali disini, jika kita
berpikir serta bertanya dalam hati mengapa masyarakat Nias khusus Nias Barat
tetap mempertahankan dan melestarikan tradisi tersebut? Apakah ada sesuatu ganjaran
dibalik itu? Seorang Ephaurus Gereja BNKP (Banua Niha keriso Protestan) menjelaskan
dalam artikelnya yang berjudul “Kaum Milenial dan Kebudayaan Nias: Di Persimpangan Jalan. Beliu menjelaskan,
dalam sistem kepercayaan orang Nias melalui mitos di kenal dewa-dewa dunia atas
dengan nama Teteholi Ana’a, Lowalangi,
Sihai atau di Nias selatan Inada Dao.
Pulau-pulau Batu di kenal dengan Inada
Dao dan dewi- dewi dunia bawah (Lature Dano atau Bauwa Dano).
Dikenal juga dengan dewa
yang sangat jahat yakni Nadaoya dan Afokha, bahkan ada berbagai dewa rendah
(roh halus) yang disebut “Bekhu”, yakni
Bekhu Gatua (hantu hutan), Bekhu Dalu Mbanua (hantu yang
bergentayangan dilangit); Zihi (hantu
laut), simapalari (hantu sungai), Bela (hantu yang berdiam di atas pohon,
pemilik semua binatang di hutan), Matiana
(roh wanita yang mati ketika melahirkan bayi) lalu roh ini menjadi
pengganggu para wanita yang melahirkan; Tuha
Zangarofa (penguasa ikan disungai) dan terakhir Ono Niha takut dan
menghormati roh nenek moyang atau sering disebut “Malaika Zatua”. Beliu mengatakan bahwa semua roh-roh halus
tersebut di takuti oleh Ono Niha dan mereka berusaha menghindarinya dengan
menaati tabu (Famoni) atau
menenangkannya dengan ritus-ritus penyembahan.[5] Penjelasan beliau tentang
pemahaman orang Nias mengapa mereka melakukan ritus- ritus itu kerena
masyarakat Nias sangat menghormati dan takut kepada roh nenek moyang.
Bapak A. Saba Halawa,
mengemukakan bahwa tradisi Famabali
Simate itu dilakukan oleh masyarakat Nias terkhusus daerah Nias Barat itu
karena mereka takut dengan arwah orang
yang sudah meninggal. Mereka percaya bahwa arwah itu akan datang ke rumah
dengan menyentuh anak-anak atau melihat barang-barang kesayangannya. Beliau
menjelaskan bahwa apabila tidak melakukan ritual pengusiran roh (Famabali Simate) maka arwah tersebut
bisa membawa anaknnya atau keluarganya
untuk bersama dengan dia (ikut meninggal) karena dia sayang dengan keluarganya
tersebut.[6] Ketakutan kepada arwah
atau menghormati roh nenek moyang itu merupakan hal yang sangat berbahaya
terhadap Iman Kekristenan masyarakat Nias khusus Nias Barat. Pulau Nias dikenal
atau diketahui dengan mayoritas kristen, tetapi secara spiritual mereka
sangatlah rendah mengenai iman kepada Allah yang hidup, karena kenapa kerena
mereka orang kristen tetapi hidupnya masih percaya kepada arwah atau roh nenek
moyang. Begitu banyak pertanyaan dan pergumulan
pribadi tentang spiritualitas seorang kristen atau bahkan komunitas yang
menyebut dirinya memiliki spiritualitas. Pertanyaan orang percaya adalah apakah
mereka sudah menjadi spiritual dengan pemahaman mereka yaitu sudah percaya
kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan, rajin kegereja, rajin berdoa dan diberkati
serta memberkati sesama secara otomatis mereka memiliki spiritual kristen? Atau
apakah selama ini mereka hanya menjadi orang religious tetapi tidak memiliki
spiritualitas?[7]
Oleh karena itu, tradisi masyarakat Nias mengenai pengusiran orang meninggal (Famabali Simate) merupakan ritual yang sangat membahayakan
iman kekristena orang Nias, disebabkan mereka lebih memilih takut kepada arwah
dari pada takut kepada Tuhan yang hidup, sehingga mereka melakukan ritual
tersebut.
b. Tradisi
Famabali simate, sikap Kebergantunga
Pulau Nias Kepada Arwah atau Roh Nenek Moyang.
Kebergantungan pulau Nias
kepada arwah atau roh nenek moyang, kita harus mengetahuai latar belakang nenek
moyang Pulau Nias. Apakah leluhur mereka melakukan tradisi atau kebiasaan –kebiaasan yang
percaya kepada arwah, sehingga generasi sekarang melakukan kebiasaan tersebut. Pulau
Nias adalah kelompok etnis yang disampai saat ini masih cukup kuat memegang
teguh tradisi yang di wariskan secara turun-temurun oleh leluhurnya. Terkait
tradisi penghormatan terhadap leluhur, orang Nias mempraktikan ritual- ritual
tertentu agar hubungan baik dengan leluhur tetap terbina.[8]
Dimana antara manusi dan
dewa terdapat ikatan kekeluargaan dan persamaan, sehingga para dewa menyerupai
manusia.[9] Upaya para leluhur orang
Nias dalam kegiatan mereka menghormati roh nenek moyang secara lisan mereka
telah mewariskan kepada keturunan mereka hingga sampai sekarang masyarakat Nias
melakukan tradisi tersebut. Adapun tujuan masyarakat Nias melakukan
ritual-ritual tersebut supaya hubungan mereka dengan arwah atau kepada roh
nenek moyang mereka tetap baik (tetap ada relasi). Pertanyaan apakah ada
sesuatu yang terjadi? apabila masyarakat Nias tidak melakukan ritual atau
berhenti melakukan tradisi yang di wariskan oleh leluhur mereka.
Beberapa penjelasan yang menyatakan bahwa upacara-upacara serta ritual yang di adakan oleh orang Nias itu tidak lain sebagai acara untuk meminta perlindungan terhadap dewa dan roh-roh yang hidup berdampingan dengan dunia manusia. Hidup berdampingan dengan roh membuat segala aktivitas mereka perlu memiliki sandaran dan kekuatan untuk berpedoman.[10] Andi Gulo menyampaikan bahwa apabila orang Nias tidak melakukan ritual-ritual tersebut maka arwah atau roh nenek moyang tersebut akan mengganggu ketenangan masyarakat Nias.[11] Oleh karena itu, penghormatan kepada arwah atau roh nenek moyang tersebut wajib dilakukan oleh masyarakat Nias supaya mereka bisa hidup dengan damai dan sejahtera. Apalagi hubungan mereka dengan roh tersebut sangat baik dan relasinya cukup dekat, makan roh tersebut yang akan melindungi mereka serta mendatangkan banyak rejeki bagi kehidupan mereka.
c. Tradisi
famabali Simate merupakan kekejian
Terhadap Allah.
Dalam ulangan 7: 6
mengatakan bahwa janganlah engkau membawa sesuatu kekejian benar merasa jijik
dan keji terhadap hal itu, sebab semuanya itu di khususkan untuk dimusnahkan.
Begitu pula dengan tradisi, apakah tradisi merupakan sesuatu hal yang keji bagi
Allah?. Menurut penulis artikel ini, tradisi tidak menjadi hal yang keji
apabila dalam kegitan tradisi tersebut mempunyai tujuan untuk membesarkan nama
Tuhan atau dilakukan untuk Tuhan sebagai ucapan syukur. Famabali Simate merupakan hal yang keji bagi Allah kerena
didalamnya ada kepercayaan kepada arwah dan juga kepada roh nenek moyang.
Apalagi dalam penjelasan diatas mengatakan bahwa Pulau Nias takut dan
menghormati roh nenek moyang. Upaya tersebut sudah jelas salah dan keji di
hadapan Allah karena mereka yang sudah mengenal kabar baik yaitu pengetahuan
tentang Yesus Kristus yang menyelamatkan. Tetapi Pulau Nias lebih memilih
melakukan tradisi tersebut karena takut pada arwah dari pada berhenti dan takut
kepada Tuhan Allah.
d. Hasil
Penafsiran Imamat 20:1-9 sebagai dasar penolakan pada Tradisi Famabali Simate.
Pasal 20 merupakan daftar
nasihat dan daftar hukuman yang amat panjang; ini pun bukan untuk dijadikan
buku undang-undang yang serba lengkap, melainkan untuk mengatur segala sesuatu
guna kebaikan bangsa Israel. Dalam segala hubungan hidup harus ada kejujuran.
Pelanggaran dan pendurhakaan harus di hukum dengan tegas dan keras. Belas
kasihan yang tidak pada tempatnya terhadap orang yang bersalah, akan
membahayakan kepentingan bersama segenap
bangsa. [12]
Hukuman yang di bahas dalam Imamat 20 merupakan Hukum Kekudusan. Hukum
kekudusan adalah salah satu dokumen yang di pergunakan dalam pembentukan
Pentateukh ( Heksateukh). Sebenarnya kurang tepat untuk menyebut bagian ini
sebagai suatu “hukum”. Bagian ini lebih merupakan kumpulan prinsip-prinsip
hidup untuk umat Allah yang di panggil menjadi kudus sehingga mungkin lebih
cocok disebut “Taurat Kekudusan”. Prinsip-prinsip itu tidak dinyatakan sebagai
patokan-patokan hukum, tetapi merupakan rincian-rincian yang didalamnya umat
Allah mesti hidup sesuai dengan konsep kekudusan.[13] Kata Perjanjian Lama
“kekudusan” pada hakikatnya menyampaikan pengertian “pemisahan” perkara-perkara
sekuler untuk pelayanan atau penyembahan kepada Yahweh yang juga terpisah sama
sekali dari ciptaan-Nya. Kekudusan undang-undang dapat terbukti efektif bila
Israel benar-benar melaksanakan cita-cita “kekudusan” dalam pengalaman
kehidupan manusia setiap hari yang mempersoalkan kemampuan membedakan antara
yang kudus dan yang tidak kudus dan antara yang tahir dan yang najis.[14] Oleh karena itu kita
harus melihat beberapa tafsiran yang memahami Kitab Imamat ini terkhusus pada
pasal 20.
Tafsiran pasal 20, dalam
ayat 1, menjelaskan tentang seseorang yang menyerahkan anaknya kepada molokh,
pastilah ia di hukum mati dengan rakyat negeri harus melontari dia dengan batu.
Rakyat negeri ini, dipakai dengan bermacam-macam cara, tetapi jelaslah menunjuk
kepada semua anggota masyarakat, yang pada asasnya mengambil bagian dalam
hukuman supaya orang berdosa itu dilenyapkan dari lingkungan mereka. Ayat 3,
melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya. Menajiskan tempat kudusKu.
Ungkapan ini sangat cocok jika anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan di
serahkan kepada molokh di Bait Suci untuk menjadi pelacur sacral. Melanggar
kekudusan namaKu yang kudus. Karena orang-orang Israel sering mencampur
agama-agama dan mengacaukan TUHAN dengan dewa-dewa asing, sehingga mereka
mungkin menyerahkan anak-anak itu kepada molokh atas nama TUHAN. Dengan
demikian kekudusan namaKu sangat di langgar. Ayat 5, serta kaumnya; Dosa
seorang pribadi melibatkan dalam hukuman kaum keluarganya, barangkali sukunya.
Dan ayat 9, yaitu Mengutuki. Israel kuno
suatu kutuk di anggap sebagai yang berkuasa merugikan, bahkan membinasakan
orang yang dikutuki itu.[15] Ada beberapa tafsiran
lain yang membahas ayat-ayat ini terutama pada pemujaan dewa dan penyerahan
anak mereka kepada Molokh. Molokh adalah dewa orang Amon (I Raj 11:7).
Nama itu memiliki
huruf-huruf mati yang sama dengan kata raja dan agaknya digabungkan dengan
huruf-huruf hidup dari suatu kata yang berarti “rasa malu”(boset), untuk
mengubah kata itu dari gelar kehormatan menjadi gelar kecemaran. Bentuk
penyembahan berhala ini terlalu keji karena mengandung dalamnya korban manusia,
mengobarkan anak-anak atau bayi kepada patung berhala. Menajiskan tempat
kudusKu dan melanggar kekudusan namaKu yang kudus, ini menunjukkan bahwa
perbuatan ini bukan hanya mengerikan pada dirinya sendiri, melainkan perlawanan
keji dan dengan sengaja terhadap apa yang menjadi hak TUHAN sendiri, sebagai
Allah perjanjian Israel, untuk di sembah oleh umat-Nya. Perlawanan demikian
tidak akan di biarkan TUHAN tanpa hukuman. Sekalipun seandainya umat
mengabaikannya atau memaafkan kesalahan itu, Ia tidak akan berbuat demikian,
tapi akan melenyapkan orang itu bersama semua orang yang turut melakukan hal
itu. Selanjutnya sarana yang dengannya
para tetangga Israel berusaha untuk meneguhkannya dan jika mungkin untuk
mengawasi masa depan, dikutuki dan disebutkan hukuman pengucilannya dan
memerintahkan hukuman mati terhadap orang pemanggil arwah.[16] Tafsiran-tafsiran
tersebut cukup jelas memberikan pemahaman kepada kita mengenai teguran Allah
kepada mereka yang menyembah kepada dewa. Apalagi ketika ada orang yang
mengobarkan anaknya demi persembahan kepada patung yang disebut Molokh, secara
kemanusiaan apakah apakah ada manusia yang tega melakukan hal demikian terhadap
anaknya? Kendati pun sesuai kenyataan
banyak orang yang melakukan karakter yang sangat mengerikan itu. Lalu Allah
dengan keras berkata bahwa jika ada orang atau semua kaum yang melihat hal itu
dan tidak menegur orang yang melakukan hal yang mengerikan itu serta menutup
mata (bodoh amat) apalagi ikut serta melakukannya maka Allah sendiri yang akan
menghukum dia serta orang kaumnya yang ikut dengan dia dalam melakukan hal yang
mengerikan itu. Kaitan tafsiran ini dengan tradisi orang Nias tentang Famabali Simate terdapat pada ayat yang
ke 6 dan 7, tentang orang yang berpaling kepada arwah atau roh-roh peramal, Allah sendiri yang akan
menentang orang-orang tersebut dan melenyapkakan dia dari tengah-tengah
bangsanya. Allah mau supaya manusia kudus sebab Ia kudus.
Perbuatan –perbuatan
tersebut masih dilakukan oleh masyarakat Pulau Nias, terkhusus pada perestarian
tradisi yang di wariskan oleh leluhur mereka. Ritual Famabali Simate sudah termasuk hal yang berzinah bagi Allah. Dimana
dalam tradisi tersebut ada ritual memanggil dan mengusir arwah orang yang sudah
meninggal. Disini bisa kita lihat bahwa tradisi yang masih dilakukan oleh Nias
itu tidak benar jika kita mengikuti peraturan atau ketetapan yang sudah Allah
tetapkan. Tetapi permasalahnya apakah masyarakat Pulau Nias menyadari dan sadar
dengan tradisi mereka sendiri itu merupakan zinah di hadapan-Nya? Harusnya kita
yang mengetahui bahwa tradisi yang berkaitan dengan arwah atau roh nenek moyang
itu sudah jelas-jelas kegiatan yang salah dimata Allah. Bukan dalam arti
tradisi salah dan tidak boleh dilakukan asalkan tradisi tersbut sesuai konteks,
dan terlebih-lebih dalam tradisi itu bertujuan untuk membesarkan nama Allah
serta memuliakan Allah. Jadi penulis menggunakan tafsiran ini untuk menyadarkan
masyarakat Pulau Nias untuk berhenti melakukan tradisi yang membuat diri mereka
jauh dari Allah, apalagi dari penjelasan diatas mengatakan bahwa mereka takut
dengan arwah dan sangat menghormati roh leluhur mereka. Meskipun Pulau Nias
dikenal dengan mayoritas kristen yang sudah mengenal Injil atau mendengar
tentang Tuhan Yesus Kristus. Mayoritas tidak menjamin apakah Pulau Nias masih
berurusan dengan dunia orang meninggal dan berpaling dengan arwah. Oleh sebab
itu, usaha menafsir Kitab Imamat bisa membuat Pulau Nias meninggalkan tradisi
tersebut dan menyerahkan diri mereka sepenuhnya kepada Allah Yang hidup.
Apabila Pulau Nias tidak bisa meninggalkan tradisi Famabali Simate maka Allah sendiri yang akan menetang serta
melenyapkan kelompok- kelompok yang menjalanka tradisi itu di Pulau Nias.
Karena Allah mau supaya umat-Nya harus kudus seperti diri-Nya kudus, termasuk
didalamnya Pulau Nias harus kudus.
e. Prinsip-prinsip
Penolakan Gereja terhadap Spiritisme (Famabali
Simatei)
Tentu gereja berperan dalam menolak spiritisme (Famabali Simate) karena gereja merupakan tempat kudus, dimana disitu tempat umat Kristen melakukan ibadah kepada Allah. Oleh karena itu gereja harus mempunyai prinsip yang kuat untuk tidak terpengaruh dengan tradisi-tradisi dan berusaha menolak tradisi tersebut. disini ada beberapa prinsip yaitu:
Ø Gereja harus menjaga kemurnian pengajarannya dari pengaruh sistim hidup lama anggota-anggota gereja, terutama pada tokohnya. [17] Prinsip ini sangat penting bagi setiap gereja kerena bisa saja kebiasaan lama anggota memengaruhi gereja untuk itu berpatisipasi dengan kebiasaan mereka.
Ø Gereja harus mendasarkan ajarannya pada ajaran Alkitab, jangan membuat ajaran sendiri.
Ø Gereja harusnya menyadarkan anggota jemaatnya yang masih melakukan tradisi yang salah itu dengan menggantikan dengan kegiatan yang bisa membangun serta memperkuat iman Jemaat.
Ø Gereja tidak boleh di sogo atau di bayar untuk mendukung kegiatan tersebut.
Ø Gereja harus melakukan pembinan yang benar kepada anggota-anggota yang masih hidup pada sistem kepercayaan yang berpaling kepada Arwah. Itulah prinsip yang harus di punyai gereja untuk menolak spiritisme.
4.
Kesimpulan
Dalam tradisi Pulau Nias mengenai Famabali Simate, itu tradisi yang diwariskan oleh bapa leluhur secara turun temurun hingga sampai pada saat ini masih di lakukan. Pulau Nias melestarikan tradisi tersebut sebagai rasa takut dan hormat mereka kepada nenek moyang mereka. Dimana Pulau Nias mau supaya hubungan mereka dengan leluhurnya tetap terjalin, apalagi mereka sudah menganggap bahwa roh nenek moyang bisa melindungi dan memberikan mereka rejeki dalam hidup mereka. Kepercayaan terhadap nenek moyang merupakan hal yang sangat kuat dalam kehidupan Pulau Nias, apabila mereka tidak melakukan tradisi itu dianggap tidak menghargai leluhur mereka dan akan menerima penghuuman dari leluhur mereka. Sehinnga Pulau Nias harus melakukan tradisi tersebut. Famabali Simate itu dilakukan untuk berbicara kepada arwah serta mengusir arwah tersebut dari rumah setelah 4 hari meninggal.
Takutnya jika tidak dilakukan ritual Famabali Simate arwah tersebut mengajak keluarganya untuk bersama
dengan dia (ikut meninggal). Upaya tradisi tersebut jika di lihat dari tafsiran
Kitab Imamat merupakan hal yang sangat zinah di hadapan Allah. Dimana orang
yang berpaling kepada arwah dan roh nenek moyang Allah akan menentangnya dan
melenyapkan dia dilingkungan tersebut. Melalui kajian tafsiran Kitab Imamatm,
bisa menyadarkan Pulau Nias serta mendapatkan pengetahuan yang benar mengenai
tradisi yang berkenan terhadap Allah. Allah mau supaya umat-Nya termasuk orang
Pulau Nias yang mayoritas Kristen kudus dan tidak melakukan zinah (penyemabahan
berhala). Oleh karena itu artikel ini membantu gereja serta memberikan wawasan
kepada gereja, untuk menyadarkan Pulau Nias dengan tradisi mereka yang tidak
berkenan di hadapan Allah.
REFERENSI
[1] Aldof Heuken, SJ (2004). Ensiklopedi Gereja Jilid VIII. Jakarta: Cipta Loka Caraka. Hlm.
105-106.
[2] Sri Suwartiningsih; David Samiyono, Kearifan Lokal Masyarakat Nias dalam Mempertahankan Harmoni Sosial. 2017
[3]Tuhoni Telaumbanua, Dunian Orang Mati Menurut Kepercayaan Masyarakat Nias. 17 Mei 2021.
[4]
A. Moni Waruwu. Ono Niha, Penduduk
Masyarakat Nias. 2022
[5]
Tuhoni Telaumbanua, Kaum Milenial dan
Kebudayaan Nias : Di Persimpangan Jalan. 2019.
[6]
A. Saba Halawa, Ono Niha, Penduduk
Masyarakat Nias. 2022
[7] Yosua
Sibarani, Spiritualitas Kristen dalam
Matius 22:37-40 Sebagai Pola Hidup Kristiani.
[8] Afthounul
Arif, Leluhur Orang Nias dalam
Cerita-Carita Lisan Nias, Parikesit Institute Yogyakarta.
[9] Ani Teguh
Purwanto, M. Th. Arti Korban Menurut
Kitab Imamat.
[10] Marian
Veronika Halawa, Budaya Adu Zatua di Nias
Sumatera Utara, Surakarta, 57126.
[11] Andi Gulo, Ono Niha, Penduduk Masyarakat Nias, 2022.
[12] J. Sidlow
Baxter, Menggali Isi Alkitab I, Yayasan
Komunikasi Bina Kasih/OMF, Jakarta 10510.
[13] W. S. Laso.
D. A. Hubbard dan F. W. Bush, Pengantar
Perjanjian Lama mengenai Taurat dan Sejarah, di terjemahkan oleh Werner Tan
dkk, BPK Gunung Mulia, Jakarta 10420.
[14] Andrew E.
Hill dan John H. Walton, Surveri
Perjanjian Lama, Gandum Mas, Malang 65101.
[15] Pdt. Dr.
Robert M. Paterson, Tafsiran Kitab Imamat, BPK Gunung Mulia,
Jakarta 10420. Hlm 275-276.
[16] Tafsiran
Alkitab Masa Kini, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta 10510.
[17] Morris
Phillips Takaliuang, Ancaman Ajaran Sesat Dilingkungan Kekristenan: Suatu pelajaran Bagi
Gereja-gereja di Indonesia.
Posting Komentar untuk "HUKUMAN TERHADAP SPIRITISME DALAM KAJIAN IMAMAT 20: 1-9 SEBAGAI PENOLAKAN GEREJA TERHADAP “FAMABALI SIMATE” (TRADISI ORANG NIAS)"
Berkomentar yg membangun dan memberkati.