Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Yesus Mengizinkan Percerian karena zinah?

Yesus Mengijinkan Percerian karena zinah?

Tafsiran Kitab Matius 19:1-12 membahas ajaran Yesus tentang perceraian. Ayat-ayat ini mencatat ketika beberapa orang Farisi datang kepada Yesus untuk menguji-Nya dengan pertanyaan tentang hukum perceraian dalam hukum Musa.

Kisah dimulai dengan beberapa orang Farisi yang datang kepada Yesus untuk menguji-Nya dengan pertanyaan tentang hukum perceraian. Mereka bertanya apakah diperbolehkan bagi seorang suami menceraikan istrinya atas alasan apa pun. Dalam menjawab pertanyaan mereka, Yesus mengacu pada hukum Musa yang mengizinkan perceraian karena "kekerasan hati" orang-orang Israel. Namun, Yesus menunjukkan bahwa dalam perencanaan awal Allah, perkawinan adalah ikatan yang tidak bisa dipisahkan.

Yesus merujuk kepada hukum perceraian yang diizinkan dalam hukum Musa karena "keras hatimu" (Matius 19:8). Dia menjelaskan bahwa hukum tersebut diberikan oleh Musa karena kekerasan hati umat Israel, tetapi sebenarnya "dari semula tidak demikian" (Matius 19:8). Dalam konteks ini, Yesus menyatakan bahwa perkawinan adalah institusi yang diperintahkan oleh Allah, dan seharusnya tidak mudah untuk dicerai.

Ketika Yesus mengatakan, "Kecuali karena zina, barangsiapa menceraikan istrinya dan kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zina" (Matius 19:9), ada beberapa penafsiran yang muncul dalam teks ini. Beberapa teolog berpendapat bahwa Yesus mengizinkan perceraian dalam kasus perselingkuhan atau zina, tetapi tidak dalam kasus-kasus lainnya. Dalam pandangan ini, "kecuali karena zina" berarti bahwa perceraian hanya diizinkan jika ada perselingkuhan yang terjadi.

Namun, ada juga penafsiran lain yang menunjukkan bahwa Yesus tidak sepenuhnya mengizinkan perceraian dalam kasus perselingkuhan. Beberapa teolog berpendapat bahwa "kecuali karena zina" mengacu pada situasi di mana seorang suami menuduh istrinya melakukan zina secara tidak benar, sehingga menunjukkan bahwa perceraian tidak boleh terjadi secara sembrono.

Selanjutnya, dalam konteks percakapan ini, para murid Yesus menyatakan bahwa jika demikian, lebih baik bagi seseorang untuk tidak menikah. Yesus menjawab bahwa tidak semua orang mampu menerima ajaran ini, tetapi hanya mereka kepada siapa hal itu diberikan. Dia menyebutkan orang-orang yang mampu hidup dalam kehidupan yang kudus tanpa menikah untuk melayani Kerajaan Allah.

Jadi, dalam tafsiran pasal ini, penting untuk melihat konteks dan menyadari bahwa Yesus memberikan ajaran tentang pentingnya kesetiaan dalam perkawinan dan penghormatan terhadap kehendak Allah dalam institusi perkawinan. Meskipun ada interpretasi yang berbeda tentang "kecuali karena zina," pesan intinya adalah bahwa perkawinan harus dijaga dan dipelihara, dan perceraian bukanlah jalan yang diinginkan oleh Allah.

Penting juga untuk dicatat bahwa setiap situasi perceraian memiliki konteks dan faktor yang unik, dan penting bagi individu dan komunitas gereja untuk mencari bimbingan rohani dan hikmat Allah dalam menangani kasus perceraian secara pribadi. Dalam semua hal ini, kasih, pengampunan, pemulihan, dan pemeliharaan hubungan tetap menjadi fokus utama yang diajarkan oleh Yesus.

Renungan

Renungan dari pasal ini mengajarkan kepada kita beberapa hal. Pertama, perkawinan adalah institusi yang dikehendaki oleh Allah dan harus dihormati dan dijaga. Kita harus memiliki tekad yang kuat untuk menjaga janji dan komitmen kita dalam perkawinan. Kedua, Yesus mengajarkan bahwa kesetiaan adalah inti dari perkawinan, dan kita harus berusaha untuk hidup dalam kesetiaan terhadap pasangan kita. Ketiga, kita perlu menyadari pentingnya kasih, pengampunan, dan pemulihan dalam hubungan perkawinan. Ketika kesalahan atau ketidaksetiaan terjadi, kita harus belajar untuk memaafkan dan memulihkan hubungan kita melalui kerja sama dan pengampunan.

Perikop ini juga mengajarkan pentingnya mempertimbangkan panggilan hidup yang khusus, termasuk hidup selibat jika dipanggil untuk itu. Beberapa orang mungkin dipanggil untuk hidup selibat dalam pelayanan dan pengabdian yang lebih besar kepada Allah dan sesama.

Dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan berkeluarga dan pernikahan, kita perlu mencari petunjuk Dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan berkeluarga dan pernikahan, kita perlu mencari petunjuk dan kebijaksanaan dari Firman Tuhan. Kitab Suci mengajarkan kita untuk membangun hubungan yang kuat dengan Allah dan membangun fondasi yang kokoh dalam perkawinan kita.

Ketika kita menghadapi konflik atau ketidaksetiaan dalam perkawinan, penting bagi kita untuk mengambil jalan yang benar dalam menyelesaikan masalah tersebut. Yesus mengajarkan kepada kita untuk berbicara dengan saling menghormati dan mencoba mencapai pemulihan dan keselarasan. Dalam Matius 18:15, Yesus mengatakan kepada kita untuk menghadapi saudara atau saudari kita yang telah berbuat dosa terhadap kita secara pribadi dan membicarakan masalah tersebut dengan kasih dan pengampunan.

Lebih lanjut, dalam Kitab Matius 18:19-20, Yesus mengajar kita tentang kekuatan doa dan persekutuan dalam menyelesaikan masalah. Ia berkata, "Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." Ketika kita berdoa bersama dengan iman dan satu hati, Allah hadir dan memberikan petunjuk serta kekuatan bagi kita dalam menghadapi masalah dan mengatasi tantangan dalam perkawinan kita.

Dalam perkawinan, kita juga dipanggil untuk memberikan pengampunan yang tak terbatas. Perumpamaan tentang hamba yang berutang besar dalam Matius 18:21-35 mengajarkan pentingnya pengampunan yang melimpah. Hamba yang telah menerima pengampunan besar dari tuannya tidak mau memberikan pengampunan kepada rekan hamba yang berutang kepadanya. Akibatnya, hamba tersebut menghadapi hukuman yang keras. Yesus mengingatkan kita bahwa kita juga harus memberikan pengampunan dengan murah hati kepada mereka yang telah melukai kita, karena kita telah menerima pengampunan yang besar dari Allah.

Dalam menghadapi tantangan dan cobaan dalam perkawinan, marilah kita mengingat prinsip-prinsip yang Yesus ajarkan dalam Kitab Suci. Kita harus menjaga komitmen kita dalam perkawinan, berusaha hidup dalam kesetiaan, dan siap memberikan pengampunan yang tak terbatas. Marilah kita membangun hubungan yang kokoh dengan Allah dan saling mendukung dalam doa dan persekutuan. Dengan demikian, kita dapat mengatasi segala tantangan dan mengalami pertumbuhan dan kebahagiaan dalam perkawinan kita, serta memuliakan Allah melalui hubungan yang sehat dan penuh kasih.


Posting Komentar untuk "Yesus Mengizinkan Percerian karena zinah?"